Sabtu, 30 April 2011

Hindari : AROGANSI, PROVOKASI, ANARKISME

AROGANSI, PROVOKASI, ANARKISME

Kehidupan yang damai adalah harapan kita semua. Kehidupan yang penuh bahagia, penuh kebaikan dan sejahtera adalah keinginan kita semua. Bukan hanya kebahagiaan abadi di akhirat nanti, tetapi juga kebahagiaan dan kedamaian di dunia ini. Inilah yang kita panjatkan dalam doa-doa kita:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Al-Baqarah : 201)

Akan tetapi harapan tidak selalu terwujud menjadi fakta. Keinginan tidak selalu menjadi kenyataan. Peristiwa bentrokan dan tauran antara sesama pelajar atau antara sesama masyarakat  mengajarkan kepada kita, bahwa kedamaian dan ketenangan yang kita inginkan bersama, selalu tidak sesuai dengan kenyataan. Kita melihat bentrokan yang terjadi selalu memakan korban.

Tentu kita sebagai umat Islam merasa prihatin, tetapi lebih dari itu, kita pun perlu belajar dan mengambil pelajaran atau ibrahnya, agar peristiwa bentrokan yang terjadi, baik dikalangan pelajar maupun masyarakat tidak terulang.

Minimal ada tiga ibrah/pelajaran yang perlu kita ambil dan kita waspadai agar tidak merugikan umat Islam. Baik rugi secara fisik dan jiwa, secara materi, maupun secara citra. Rugi secara fisik adalah terlukanya tubuh sebagian umat Islam dalam peristiwa semacam itu. Rugi secara jiwa jika luka atau sakitnya telah mengakibatkan kematian. Rugi secara materi berarti berkurangnya nilai ekonomis suatu barang, benda, atau aset karena rusak, dibakar, dan sebagainya. Rugi secara citra adalah ketika muncul stigma negatif terhadap umat Islam dari peristiwa tersebut. Entah dikatakan sebagai arogan, destruktif, atau yang lainnya. Kerugian secara citra ini berefek pada kerugian dakwah, bahwa dakwah Islam bisa terhambat karena citra negatif tersebut.

Secara umum Rasulullah SAW melarang hal-hal yang merugikan, baik merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain. Beliau bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain. (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi, Hakim, Thabrani, Imam Malik, dan Daruquthni).

Hal pertama yang perlu kita waspadai dan kita hindarkan adalah arogansi. Hal ini terutama sering terjadi pada pihak yang memiliki kekuasaan, kekuatan, kedudukan, ataupun kelebihan dibanding pihak lain. Dengan perasaan superior itu, sering kali kepentingan dan keinginannya dipaksakan, tanpa melihat apakah ia merugikan orang lain atau tidak.

Peristiwa penggusuran juga pernah hampir terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Saat itu salah seorang Gubernur berniat membangun Masjid besar di wilayah kekuasaannya. Semuanya bisa berjalan lancar. Hanya satu masalahnya. Di atas tanah yang direncakan akan dibangun Masjid besar itu berdiri rumah seorang Yahudi. Yahudi ini tidak mau saat rumahnya hendak diganti rugi. Karena kesal, Gubernur mengancam akan menggusur rumah itu.

Merasa terancam, Yahudi ini mendatangi Umar bin Khattab, sebagai amirul mukminin saat itu, tujuan kedatangannya menemui Umar adalah untuk meminta keadilan. Bagaimana sikap Umar? Umar mengambil tulang binatang, lalu ia gores dengan pedang membentuk sayatan lurus di tulang tersebut. Yahudi tadi heran saat Umar memberikan tulang itu kepadanya untuk diserahkan pada Gubernur yang akan menggusur rumahnya.

Bukankah di daerahnya juga banyak tulang, lalu syimbol apa sayatan pedang itu? Begitu pikir Yahudi. Kemudian ia menyerahkan tulang itu kepada Gubernur. "Ini dari Umar bin Khattab, saat aku mengadukan masalahku kepadanya." Kata Yahudi itu menjelaskan. Di luar dugaan, Gubernur tersebut tiba-tiba pucat dan menarik ancamannya. "Aku minta maaf padamu. Rumahmu tidak jadi kugusur." Ujar Gubernur.

"Mengapa tiba-tiba kau mengubah keputusanmu, padahal Umar hanya memberikan tulang kepadamu?" tanya Yahudi yang masih keheranan. "Ketahuilah, tulang itu adalah simbol. Seakan-akan Umar bin Khattab berkata: 'Berlaku lurus dan adillah, atau aku yang akan meluruskanmu dengan pedang."

Mendengar jawaban itu Yahudi kagum dengan ajaran dan ummat Islam yang penuh keadilan. Ia pun merelakan tanahnya untuk dibangun masjid. Juga merelakan dirinya menjadi muslim. Subhaanallah, Allaahu akbar.

Demikianlah pemimpin yang islami. Ia mengedepankan keadilan, bahkan kepada kelompok minoritas. Ia tidak arogan meskipun apa yang ia lakukan dalam rangka membangun rumah ibadah. Apalagi sekedar membangun bangunan duniawi dengan merampas hak orang lain dan menzalimi orang miskin. Kita doakan semoga para pemimpin kita, para penguasa, para pengusaha, para orang kaya diantara kita diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk tidak arogan dalam mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Dan bagi yang memiliki kekuasaan dan kedudukan, hendaklah meniru Umar bin Khattab sekuat kemampuan.

Ibrah/pelajaran kedua yang perlu kita ambil untuk kita waspadai adalah provokasi. Apalagi saat berkumpul di tempat yang banyak orang. Berada dalam kerumunan massa. Logika massa sudah berbeda dengan logika orang per orang dalam kesendirian. Suasana massa sudah berbeda dengan suasana pribadi-pribadi yang kemudian membentuk massa atau kembali membubarkan diri setelah aksi. Emosi massa jauh lebih sulit dikendalikan daripada emosi individu. Para pemimpin, ulama', dan tokoh masyarakat perlu menyadari hal ini. Demikian juga kita sebagai umat Islam, meskipun bukan tokoh atau siapa-siapa. Di sinilah kebijakan seorang pemimpin diuji. Saat ia berada bersama massa. Dan disini pula massa diuji, ketika mulai ada suara-suara provokasi. Maka publik pun mulai membedakan, mana massa yang santun dan mana yang tidak, biasanya ditandai dari tertibnya aksi massa. Di sini pula kekuatan diuji. Entah itu kekuatan pribadi atau kepemimpinan. Sebab provokasi itu meningkatkan tensi kemarahan. Jika ia sanggup menahan diri untuk tidak marah, sesungguhnya ia adalah orang yang kuat. Sementara mereka yang terbawa provokasi dan menuruti kemarahannya, maka sesungguhnya mereka adalah orang yang  lemah.

Rasul brsabda, artinya: “Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq 'alaih).

Sementara para provokator, mereka itulah orang-orang tercela yang dilaknat Allah. Saat mereka memprovokasi orang lain untuk bertindak brutal, melampaui batas, dan bertindak kejahatan, mereka akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukan kejahatan itu.

Rasul bersabda, artinya: “Barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya, tanpa mengurangi dosa orang itu sedikitpun. (HR. Muslim).

Dalam sejarah Islam, model provokator diperankan oleh istri Abu Lahab, yang diabadikan Allah SWT dalam surat Al-Lahab.

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (QS. Al-Lahab : 4)

Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. Isteri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. Bukankah berarti para provokator adalah penerus istri Abu Lahab ini?!

Ibrah/pelajaran ketiga yang perlu kita ambil untuk kita waspadai agar tidak terjadi lagi adalah anarkisme. Tindakan anarkis, kekerasan, kerusuhan, yang skalanya menjadi lebih luas karena berpadu dengan emosi massa. Anarkisme yang menimbulkan banyak kerusakan, kerugian, dan bahaya sangat dilarang dalam Islam. Secara umum Al-Qur'an mengingatkan:

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفاً وَطَمَعاً إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A'raf : 56)

Rasulullah SAW mengabarkan bahwa Allah melaknat orang-orang yang berbuat narkis. Sabda Rasul, artinya: “Allah melaknat orang yang berbuat kerusuhan dan orang yang melindunginya. (HR. Muslim dari Ali bin Abi Thalib).

Semoga kita semua dapat mengambil ibrah dari tragedi-tragedi yang terjadi di tanah air ini, sehingga kejadian seperti itu tidak terulang lagi dan masyarakat kita terhindar dari arogansi, provokasi, dan anarkisme.

Terhadap saudara kita sesama muslim, saya menyerkan, marilah kita berkaca dari tragedi yang selalu mengecewakan kita sebagai bangsa, dan marilah kita berupaya untuk saling menolong sehingga arogansi, provokasi, dan anarkisme tidak terjadi. Kita tolong mereka meskipun mereka pelaku ataupun korban dari arogansi, provokasi, dan anarkisme itu. Bagaimana caranya? Diantaranya seperti hadits Rasulullah SAW., artinya: "Tolonglah saudaramu (dalam keadaan) zalim atau dizalimi" ditanyakan kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah, kami tahu bisa menolong orang yang dizalimi tetapi bagaimana dengan yang zalim?" Rasulullah SAW menjawab "Cegah kezalimannya" (HR. Bukhari)

Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan hidayah oleh Allah SWT sehingga terjaga dari sikap arogansi, provokasi, dan anarkisme.

امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ


Jumat, 29 April 2011

PEMUDA UJUNG TOMBAK KEMAJUAN ISLAM

PEMUDA UJUNG TOMBAK KEMAJUAN ISLAM

Menjelang keberangkatan Rasulullah dan para sahabatnya ke medan perang Badar, seorang remaja datang menghadap Rasulullah SAW. Usianya masih 13 tahun. Ia datang dengan membawa sebilah pedang yang panjangnya melebihi panjang badannya. Setelah dekat kepada beliau dia berkata, “Saya bersedia mati untuk Anda, wahai Rasulullah! Izinkanlah saya pergi jihad bersama Anda, memerangi musuh-musuh Allah di bawah panji-panji Anda.”

Rasulullah gembira dan takjub dengan remaja itu. Tetapi, beliau tidak mengizinkannya untuk berperang karena usianya yang masih sangat muda. Remaja itu pun kembali, dengan kesedihan yang mendalam, niatnya untuk memperjuangkan Islam belum bisa dilaksanakan. Sementara itu, ibunya yang dari tadi melihat dari kejauhan, tidak kalah sedihnya. Sebab, putranya belum mendapat kesempatan membela Islam.

Tapi mereka tidak menyerah, cita-cita remaja itu tidak melemah, bahkan semakin kuat, demikian pula dengan ibunya. Karenanya, si ibu menghubungi kerabat-kerabatnya untuk menyampaikan tekad anaknya; berkontribusi untuk Islam dalam bidang lain yang lebih besar peluangnya untuk diterima. Mereka pun menghadap Rasulullah.

"Wahai Rasulullah! Ini anak kami, dia hafal tujuh belas surat dari kitab Al-Qur’an, bacaannya baik, sesuai dengan yang diturunkan Allah kepada Anda. Di samping itu dia pandai pula baca tulis Arab, tulisannya indah dan bacaannya lancar. Dia ingin berbakti kepada Anda dengan keterampilan yang ada padanya, dan ingin selalu mendampingi Anda. Jika Anda menghendaki, silakan mendengarkan bacaannya." Pinta salah seorang pamannya. Setelah Rasulullah mendengar bacaannya, beliaupun menyuruh remaja itu untuk mempelajari bahasa Ibrani. Dalam waktu singkat ia berhasil, dan diangkat sebagai sekretaris Rasulullah ketika berinteraksi dengan orang-orang Yahudi. Remaja itulah yang membacakan surat Yahudi dan menuliskan surat Rasulullah untuk mereka.

Rasulullah kemudian menyuruhnya untuk belajar bahasa Suryani. Dalam waktu singkat ia berhasil, dan tugasnya bertambah. Ia pula yang menjadi sekretaris saat Rasulullah berinteraksi dengan orang-orang yang berbahasa Suryani. Setelah Rasulullah benar-benar yakin dengan kompetensi dan keahliannya, remaja itu pun diangkat menjadi penulis wahyu. Setiap kali ayat Al-Qur'an turun, ia segera dipanggil Rasulullah SAW untuk menulisnya dan meletakkannya dengan urutan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Remaja itu bernama Zaid bin Tsabit. Demikianlah profil pemuda yang diinginkan Islam. Ia tidak hanya menikmati keislamannya seorang diri tetapi juga memiliki komitmen untuk memperjuangkan Islam.

Informasi terakhir yang diperoleh bahwa jumlah umat Islam dewasa ini tidak kurang dari 1,57 milyar orang. Jumlah yang sangat banyak dan perkembangan yang sangat pesat, yang patut untuk kita syukuri. Secara kuantitas jumlah kaum muslimin memang luar biasa. Tetapi itu belum mampu untuk membuat umat Islam kembali memperoleh kemuliaannya. Izzul Islam wal Muslimin.

Lalu bagaimana realita hari ini? Islam justru dicurigai, dipenuhi dengan stigma negatif, bahkan dianggap terbelakang dan tidak mampu menjawab tantangan zaman. Umat Islam yang banyak itupun ternyata sebagian besarnya baru sebatas berislam dalam identitas, belum mengaplikasikan Islam dalam kehidupannya. Sedangkan Allah SWT sendiri memerintahkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah : 208)

Melihat ketimpangan antara realita dan cita-cita Islam ini, kita memerlukan para pemuda untuk mengubahnya. Mengapa para pemuda? Sebab pemudalah yang memiliki empat karakter yang diperlukan untuk mewujudkan itu. Empat karakter itu adalah iman, ikhlas, semangat, dan amal.

Hasan Al-Banna dalam Majmu'atur Rasail mengatakan:

Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karekter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda.

Itulah mengapa Al-Qur'an mengisahkan para pemuda yang memperjuangkan agama-Nya; diantaranya ada Ibrahim, Musa, Ashabul Kahfi. Itulah mengapa sejarah Islam juga diwarnai oleh para pemuda. Sebagian dari assaabiquunal awwalun yang di kader oleh Rasulullah di rumah Arqam bin Abi Arqam ternyata adalah pemuda. Da’i yang ditugaskan Rasulullah untuk berdakwah di Madinah dan mengislamkan mereka adalah Mush'ab bin Umair, beliau juga adalah seorang pemuda. Komandan perang sekaligus khalifah yang mampu menaklukkan konstantinopel ternyata juga seorang pemuda; Muhammad Al-fatih namanya.

Maka, para pemuda Islam sekarang sudah saatnya untuk menjadi seperti Zaid bin Tsabit yang memiiliki komitmen untuk memperjuangkan Islam, dan Anda akan memperoleh pahala besar di sisi Allah SWT.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad : 7)

Tidak mungkin Islam ini memperoleh kembali kejayaannya, jika umat Islam hanya diam dan pasrah dengan kondisi yang ada. Sementara para pemudanya hanya berfoya-foya dan terjatuh dalam budaya hedonisme yang telah dikembangkan pihak Barat. Umat Islam, khususnya para pemudanya haruslah menjadi seperti hawariyyin yang difirmankan Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونوا أَنصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ فَآَمَنَت طَّائِفَةٌ مِّن بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَت طَّائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (QS. Ash-Shaf : 14)

Memperjuangkan Islam pada saat ini harus disesuaikan dengan kompetensi dan bidang masing-masing. Sebagaimana Zaid bin Tsabit yang berjuang dengan ilmunya, Khalid bin Walid dengan kemampuan strategi perangnya, Utsman bin Affan dengan hartanya, dan lain sebagainya.

Maka, bagi Anda yang memiliki harta, gunakanlah harta itu untuk memperjuangkan Islam. Bagi Anda yang memiliki kemampuan menulis gunakanlah ia untuk memperjuangkan Islam. Bagi Anda yang memiliki kompetensi di bidang teknik, kedokteran, ekonomi, dan lain-lain, gunakanlah itu semua sebagai sarana memperjuangkan Islam.

Semoga Islam kembali jaya……………………………………!



Kamis, 28 April 2011

Jangan Sakiti Hati Ibumu


Jangan Sakiti Hati Ibumu
Alqomah merupakan seorang pemuda yang sangat rajin beribadah. Pada suatu hari, dia jatuh sakit secara tiba-tiba. Isterinya menyuruh seseorang memberitahu Nabi Muhammad tentang keadaan suaminya yang sakit parah dan dalam keadaan naza’ ( sakaratul maut ).

Setelah menerima berita ini, Nabi menyuruh Bilal, Ali, Salaman dan Ammar melihat keadaan Alqomah. Sesampainya mereka di rumah Alqomah, mereka membantunya membacakan kalimah “لا إله إلاَّ الله “, tetapi Iidah Alqomah tidak mampu melafazhkannya.

Setelah melihat keadaan Alqomah yang semakin mendekati ajalnya, mereka menyuruh Bilal memberitahu Nabi. Saat Bilal sampai di rumah Nabi, Bilal menceritakan hal yang terjadi di rumah Alqomah.

Lalu Nabi bertanya kepada Bilal, “Apakah ayah Alqomah masih hidup?” Jawab Bilal, “Tidak, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan usianya sudah sangat tua.”

Kemudian Nabi berkata lagi, “Pergilah kamu menemui ibunya dan sampaikan salamku. Katakan kepadanya, kalau dia dapat berjalan, suruh dia datang menjumpaiku. Kalau dia tidak dapat berjalan, katakan aku yang akan datang ke rumahnya.”

Saat Bilal sampai di rumah ibu Alaqomah, Bilal pun menyampaikan pesan Nabi, dan ibunya berkata bahawa dia yang akan datang menemui Nabi. Lalu ibu Alqomah mengambil tongkatnya dan terus berjalan menuju rumah Nabi. Setelah sampai, dia memberi salam dan duduk di hadapan Nabi.

Nabi berkata kepadanya, ceritakan kepadaku perkara yang sebenarnya mengenai Alqomah. Jika kamu berdusta, niscaya akan turun wahyu kepadaku.

Nabi kembali bertanya, “Bagaimana keadaan Alqomah?”

Jawab ibunya, “Alqomah sangat rajin beribadah, menunaikan shalat, berpuasa dan sangat suka bersedekah sehingga tidak terhitung banyaknya.”

Nabi bertanya lagi, “Bagaimana hubungan kamu dengan dia?”

Jawab ibunya, “Aku sangat marah kepadanya.

Lalu Nabi bertanya, “Mengapa?

Kerana dia lebih mengutamakan isterinya daripada diriku dan menuruti kata-kata isterinya sehingga dia menentangku.

Nabi berkata, kalau begitu, sebab kemarahanmu itulah lidahnya telah terkunci dari mengucap kalimah “لا إله إلاَّ الله “.
Kemudian Nabi menyuruh Bilal mencari kayu api untuk membakar Alqomah. Begitu ibu Alqomah mendengar perintah Nabi tersebut, dia bertanya, “Wahai Rasullullah, kamu hendak membakar anakku di depan mataku? Bagaimana hatiku dapat menerimanya?”

Nabi berkata “Siksa Allah itu lebih berat dan kekal, oleh karena itu jika kamu mau Allah mengampunkan dosa anakmu, maka ma’afkanlah dia. Demi Allah yang jiwaku di tangannya, tidak akan berguna shalatnya, sedekahnya, selagi kamu murka kepadanya.”

Maka ibu Alqomah berkata sambil mengangkat kedua tangannya, “Ya Rasullallah, aku persaksikan kepada Allah dan Engkau dan mereka-mereka yang hadir di sini bahawa aku ridha dan mema’afkan anakku Alqomah.”

Kemudian Nabi menyuruh Bilal pergi melihat Alqomah sambil berkata, “Pergilah kamu wahai Bilal, lihat apakah Alqomah dapat mengucapkan kalimat “ لا إله إلاَّ الله “ atau tidak.

Aku khawatir, kalau-kalau ibu Alqomah mengucapkan itu semata-mata kerana aku , bukan karena keikhlasan hatinya,” sambung Nabi.

Saat Bilal sampai di rumah Alqomah tiba-tiba terdengar suara Alqomah mengucapkan kalimat, “لا إله إلاَّ الله “.

Lalu Bilal masuk sambil berkata, Wahai semua orang yang berada di sini. Ketahuilah sesungguhnya kemarahan seorang ibu menghalangi Alqomah untuk mengucapkan kalimah        لا إله إلاَّ الله “. Dan kerana ridha ibunyalah maka Alqomah dapat menyebut kalaimah  لا إله إلاَّ الله “ tersebut.

Setelah Nabi sampai di rumah Alqomah, mereka segera memandikan dan mengkafankan lalu menshalatkan jenazah Alqomah. Sesudah selesai menguburkannya, Nabi berkata sambil berdiri di dekat kubur, “Wahai sahabat Muhajirin dan Ansar. Barangsiapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya, maka dia dilaknat oleh Allah dan ibadah fardu dan sunatnya tidak diterima Allah.

Semoga kita mendapat ridha kedua orang tua dan terhindar dari kemurkaan mereka.

امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ