Selasa, 28 Juni 2011

Puisi Isra' Mi'aj

ISRA’ MI’RAJ
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti

Dikeheningan malam nan sunyi dan sepi
Diam.......... Bisu.......... Sepi..........
Seorang Insan mulia tertengadah menatap langit
Seolah-olah ada sesuatu yang dia harapkan
Ia Lelah………. Ia Letih dan berduka
Menghadapi ummat yang selalu durhaka
Kemanakah hati yang duka akan dibawa
Allah yang agung tempat Ia mengadu
Ia sandarkan diri di Ka’bah mulia
Sembari mengharap rahmat Ilahi Rabbi
Allah mendengar rintihan hatinya
Allah melihat penderitaannya
Allah Isra’kan NabiNya Ke Baitul Maqdis
Allah Mi’rajkan RasulNya ke Langit yang tinggi
Untuk melipurlara hati hambaNya yang berduka

Muhammad bersimpuh…… mengucapkan tahniyah dan salam penghormatan
Penghormatan dan kemuliaan hanya milik Allah sang pencipta alam.
Allah bangga pada hambanya Muhammad
Kemuliaan tertinggi diberikan untuknya
Salam penghormatannya Allah balas dengan sanjungan kemuliaan
Perintah shalat diwajibkan kepadanya
Sebagai oleh-oleh dari perjalanan panjangnya
Untuk disampaikan pada ummatnya

Jumat, 24 Juni 2011

Orang-Orang Yang Bahagia

Orang-Orang Yang Bahagia
Setiap manusia tentu mendambakan hidup yang bahagia, namun manusia banyak yang berbeda dalam memandang kebahagiaan tersebut. Ada yang memandang kebahagiaan itu akan tercapai manakala seseorang memiliki harta kekayaan, ada yang mamandang apabila dia memiliki pangkat dan jabatan, dan ada yang mamandang apabila dia memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.
Lalu, bagaimana dengan pandangan Rasulullah?
Dalam sebuah hadits yang termuat dalam kitab Syarah Mukhtaarul Ahaadits  oleh Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, halaman 113, yang sumbernya dari Ali bin Abi Thalib, diriwayatkan oleh ad-Dailami. Nabi Muhammad SAW. bersabda:
اربع من سعادة المرء: ان تكون زوجته صالحة, واولاده ابرار, وخلطاؤه صالحين, وان يكون رزقه في بلده ( رواه الديلمى عن على )
Artinya: Ada empat hal yang menjadikan kebahagiaan bagi seseorang, yaitu: memiliki istri yang shalihah, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang shalih dan rezkinya berada di negerinya ( tempat tinggalnya ) sendiri.
Untuk itu, yang harus kita lakukan adalah:
  1. Membimbing istri kita agar menjadi istri yang shalihah.
  2. Mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, dan menjadi anak-anak berbakti kepada agama bangsa dan Negara.
  3. Menjadikan orang-orang yang gemar melakukan amal-amal yang shalih sebagai teman akrab kita.
  4. Bekerja dengan mengembangkan potensi yang ada di Negara ini, baik dalam meningkatkan sumberdaya manusia yang mumpuni, maupun mengelola sumberdaya alam yang dikaruniakan Allah kepada kita dengan cara yang baik dan benar.
Mari kita resapi firman Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-A’raaf;96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya “.

Semoga kita menjadi orang-orang bahagia, baik di dunia ini, terlebih-lebih di akhirat kelak.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ


Selasa, 21 Juni 2011

Memenuhi Panggilan Allah

Memenuhi Panggilan Allah
Dalam ajaran islam banyak seruan atau panggilan Allah untuk dilaksanakan oleh manusia, diantaranya adalah:
  1. Panggilan shalat. Panggilan shalat ini ditandai dengan berkumandangnya seruan azan untuk shalat lima waktu dalam sehari semalam. Seruan ini terus berkumandang diseluruh sentro bumi ini, dan berlangsung secara terus menerus, susul menyusul dari satu daerah ke daerah lainnya, dan dari belahan bumi yang satu dengan belahan bumi yang lain. Dengan demikian kumandang azan ini tidak ada putus-putusnya selama 24 jam. Kalimat Allahu akbar mengandung makna panggilan kepada orang beriman yang sedang sibuk dengan aktivitasnya dalam urusan dunia, agar berhenti sesaat memenuhi panggilan Allah tersebut untuk beribadah kepadanya demi meraih kepentingan akhirat. Karena itu wajarlah kalau panggilan shalat ini disahuti dengan ucapan Allahu Akbar, dan kalimat itu diucapkan pada saat seseorang melaksanakan Takbirotul Ihram dalam shalatnya.
  2. Panggilan Haji. Menyangkut panggilan haji ini Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj;27: “وأذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلى كل ضامر يأتين من كل فج عميق “. Artinya:   Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”. Karena itu wajarlah kalau panggilan haji ini disahuti oleh orang-orang yang menunaikan haji dengan ucapan:لـَبـَّـيـْـكَ الـلـّــهُــمَّ  لـَبـَّـيـْـكَ‘ لـَبـَّـيـْـكَ لاَ شـَـِريْـكَ لـَكَ لـَبـَّـيـْـكَ‘ اِنَّ الـْـحَـمْـدَ وَالـنـِّـعْـمَـة َ لـَكَ وَالـْـمُـلـْـكَ لاَ شـَـِريْـكَ لـَكَ “. "Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi penggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kekuasaan hanyalah milik-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu." 
  3. Panggilan kematian. Panggilan kematian ini mutlak adanya, semua manusia pasti mengetahuinya, sebab manusia sepenuhnya menyadari bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini pasti akan mengalami kematian. Berkenaan hal ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali Imran;185: “ …….. كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ “. Artinya: “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati………………. “.
Dari ketiga panggilan Allah tersebut, panggilan kematianlah yang tidak ada alasan bagi manusia untuk menunda-nundanya. Kalau panggilan shalat, masih banyak manusia yang menunda-nundanya dengan berbagai alasan. Demikian juga dengan panggilan haji, masih banyak manusia yang sebenarnya sudah mampu untuk melaksanakannya, namun masih menunda-nunda untuk menunaikannya. Tidak demikian halnya dengan panggilan kematian, tak satu-pun manusia yang dapat menundanya walaupun dia sudah berusaha semaksimalmungkin agar kematian itu ditunda sejenak. Sebab Allah sudah mengingatkan manusia melalui firmannya dalam Al-Qur’an surat  Al-A’raf; 34:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “ Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya ”.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
وَلَن يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْساً إِذَا جَاء أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan “. ( Q.S. Al-Munafiqun: 11 ).
Untuk itu, mari kita laksanakan panggilan Allah, seperti panggilan shalat, panggilan haji dan panggilan-panggilan lainnya, sebelum datang panggilan Allah yang apabila saatnya sudah tiba tidak dapat ditawar-tawar lagi, itulah panggilan kematian yang semua orang pasti akan mengalaminya.
Ketahuilah, orang bijak mengatakan:
Bukanlah kematian itu yang perlu kita takutkan, tapi sedikitnya amal yang perlu kita risaukan

Senin, 20 Juni 2011

Orientasi Menuntut Ilmu

Orientasi Menuntut Ilmu
( Kisah seorang anak Desa yang miskin, bercita-cita menjadi Sarjana)

Seorang Mahasiswa yang baru memasuki Semester II dipanggil pulang ke kampung oleh ayahnya. Sesampainya di kampung halaman, sang Mahasiswa bertanya kepada ayahnya, apa gerangan ia dipanggil pulang ke kampung. Sang ayah menyerahkan sebuah Amplop yang berisikan surat sambil berkata; Ada panggilan kerja untukmu dari sebuah perusahaan, ini surat panggilannya. Sang ayah bertanya kepada anaknya, kapan kamu memasukkan lamaran kerja ke perusahaan ini?. Tidak pernah yah, kata sang anak menjawab. (Informasi belakangan diperoleh bahwa ada orang dalam perusahaan tersebut melihat potensi anak ini dan dia memandang pantas untuk dipekerjakan pada perusahaan tersebut, walaupun si anak tidak pernah mengajukan permohonan untuk bekerja di perusahaan tersebut).
Setelah membaca surat panggilan kerja tersebut, sang anak bertanya kepada ayahnya; Bagaimana pendapat ayah, apakah saya menerima pekerjaan ini atau tidak?. Sebab, kalau saya menerima pekerjaan ini tentu saya tidak bisa meneruskan kuliah, karena waktu kerja dan kuliah berbenturan. Tapi kalau saya kuliah, tentu kesempatan untuk bekerja di perusahaan yang menjanjikan untuk masa depan akan hilang.
Si ayah hanya mengatakan; Keputusan itu ada di tanganmu, ayah tidak bisa memberikan pendapat untukmu, sebab, kalau ayah katakan kamu harus kuliah, ayah tidak mampu memberikan biaya kuliah untukmu. ( perlu diketahui bahwa sang anak kuliah dengan mencari biaya kuliah sendiri, tanpa ada biaya dari orang tua). Dan kalau ayah katakan kamu harus bekerja, tentu menghilangkan kesempatanmu untuk menuntut ilmu.
Untuk sementara pembicaraan mereka terhenti dan saling berdiam diri. Dalam keheningan tersebut sang anak berbicara memecah kebisuan. Cobalah ayah berikan pandangan ayah yang mungkin bisa menjadi pertimbangan buat saya dalam memutuskan masalah ini.
Ayahnya berkata; Ayah mempunyai pandangan, sebenarnya bekerja itu identik dengan mencari uang dan mencari uang baru akan berhenti saat ajal tiba. Kalau kuliah, itu berarti menuntut ilmu, menuntut ilmu di pendidikan formil waktunya terbatas, ayah yakin apabila ilmu sudah di dapat insya Allah pintu-pintu rezeki akan terbuka anakku. Demikian ayanhnya berpandangan.
Setelah itu pembicaraan antara ayah dan anak berhenti karena masing-masing beranjak ke peraduan untuk tidur, ternyata waktu sudah menunjukkan jam 02.30 wib.
Namun sang anak di kamarnya belum bisa tidur, dia terus merenungkan ungkapan dari pandangan ayahnya yang telah dia terima, dia terus berpikir untuk mengambil keputusan antara kuliah atau bekerja. Akhirnya dia sampai kepada satu kesimpulan bahwa dia akan meneruskan kuliahnya.
Keesokan harinya setelah sarapan pagi, sang anak berkata kepada ayahnya; Saya memilih untuk melanjutkan kuliah ayah…..! Sudah bulat tekat dan keputusanmu itu?, tanya sang ayah padanya. Sudah ayah, jawab anaknya.
Kalau itu sudah merupakan keputusanmu, ayah berpesan padamu, kata sang ayah. Apa itu ayah? tanya anak pada ayahnya.
Ayahnya menjawab; Berangkatlah kamu untuk menuntut ilmu dengan niat menjunjung tinggi perintah Rasul, sebab itu akan menjadi nilai ibadah untukmu. Janganlah ber-orientasi untuk mencari kerja atau menjadi Pegawai Negeri. Ayah bukan anti terhadap Pegawai Negeri, ayah hanya ingin orientasi-mu menuntut ilmu itu tidak salah. Apabila orientasi-mu dalam menuntut ilmu adalah untuk menjunjung tinggi perintah Rasul, kemudian pada saat kamu nanti selesai kuliah dan mencoba untuk mencari kerja atau mencoba masuk menjadi Pegawai Negeri dan ternyata tidak berhasil, maka kamu tidak akan stres, sebab bukan itu yang menjadi tujuanmu. Tapi, andaikan kamu berhasil mendapatkannya, itu adalah rezekimu. Maka dengan orientasi seperti itu, apapun yang akan kemu hadapi kelak setelah selesai kuliah, hatimu akan selalu tentram. Bahkan andaikata kamu sudah berusaha untuk mencari kerja, namun belum berhasil, kamu tidak akan berputus asa, ayah yakin dengan ilmu yang sudah kamu miliki tidak tertutup kemungkinan kamu bahkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
Mendengar kalimat-kalimat yang bermakna filosofi tersebut sang anak mengangguk-anggukkan kepalanya tanda membenarkan pandangan ayahnya tersebut, kemudian dia salam dan dia peluk ayah dan ibunya sembari mengucapkan terima kasih atas pandangan yang sangat dalam dari ayahnya.
Disisi lain sang ibu menyapu pundak anaknya sambil berkata; emak dan ayah hanya bisa memberikan do’a untukmu anakku, sambil keluar dari mulutnya untaian do’a: Ya Allah Engkaulah Tuhan tempat meminta, Tidak ada yang mudah kecuali Engkau jadikan dia menjadi mudah, yang sulit itupun bisa menjadi mudah apabila Engkau kehendaki dia menjadi mudah, karena itu ya Allah, berilah kemudahan kepada anak kami ini dalam menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya, hindarkan dia dari segala fitnah kehidupan, hiasi hidupnya dengan akhlaqul karimah, penuhi dadanya dengan iman dan takwa kepadaMu, bersihkan hatinya dari ujub dan sombong, berilah dia keberkahan dan ilmu yang bermanfaat, jadikan dia menjadi belahan jiwa kami dan kami berharap kelak dia berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
Setelah itu, sang anak berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk kembali ke kota melanjutkan kuliahnya dengan bekal petuah hidup yang sangat bermakna dari orang tuanya.
Saat ini sang anak sudah berhasil meraih gelar Sarjananya dan menjadi orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai anak yang sukses, terutama oleh orang-orang yang ada di kampungnya.
Bahkan ada kebanggaan tersendiri dari kedua orang tuanya, karena saat di Wisuda dia termasuk diantara Wisudawan yang terbaik dan mendapat Piagam penghargaan dikarenakan memperoleh prestasi yang baik dalam perkuliahannya.
Pesan Kepada Penuntut Ilmu dan Para Orang Tua.
Dari kisah di atas hendaknya dapat menjadi renungan dan I’tibar, terutama bagi para pelajar dan Mahasiswa agar tidak salah orientasinya dalam menuntut ilmu. Demikian pula kepada para orang tua, hendaknya menanamkan pemahaman kepada anak-anaknya bahwa sekolah atau kuliah hendaknya didasari dengan orientasi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan mengamalkan perintah Rasulullah. Sebab pada kenyataannya, banyak orang tua yang saat memotivasi anaknya bersekolah dengan ungkapan; Kamu harus rajin belajar supaya nanti bisa dapat pekerjaan yang bagus dan punya masa depan yang baik. Kalau demikian halnya, tentu yang ada dibenak sang anak adalah selesai sekolah harus mendapat pekerjaan yang mapan. Andaikan hal tersebut tidak terwujud, tidak tertutup kemungkinan orang tuanya akan kecewa, bahkan yang sangat tidak wajar, kalau keluar ungkapan dari orang tua; Percuma kamu disekolahkan tinggi-tinggi, menghabiskan uang yang banyak tapi kamu tidak mendapat pekerjaan. Kalau demikian halnya, dimana letak kesalahannya…………………..? Barangkali memang sudah tiba saatnya kita merubah orientasi yang salah selama ini dalam hal menuntut ilmu.
Semoga catatan singkat ini mampu memberikan pandangan kepada kita untuk memberikan motovasi kepada anak-anak kita tentang orientasi dalam menuntut ilmu, terutama dalam memasuki ajaran baru di tahun 2011 ini.
Semoga……………….!