Selasa, 30 Agustus 2011

KHUTBAH IDUL FITRI

KHUTBAH IDUL FITRI 1432 H/31 AGUSTUS 2011 M

MENEMUKAN JATI DIRI YANG SESUNGGUHNYA
MELALUI PENGHAYATAN HIKMAH
PUASA RAMADHAN
Oleh: Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti

اَلـسَّـلاَمُ عَـلـَيْـكـُمْ وَرَحْـمَـة ُ اللهِ وَبَـرَ كـَـاتـُـهُ                                            
اَللهُ اَ كـْـبَــرُ     اَللهُ اَ كـْـبَــرُ     اَللهُ اَ كـْـبَــرُ     لا َ اِ لـهَ اِ لاَّ اللهُ      وَ اَللهُ اَ كـْـبَــرُ اَللهُ اَ كـْـبَــرُ وَ ِللهِ اْلـحَـمْـدُ.                                                           
 َا ْلـحَـمْـدُ ِللهِ ا لـَّـذِيْ جَـعَـلَ هــذ َا ا لـْـيَـوْمَ  عِـيْـدًا ِللـْمُـؤْمِـنِـيـْـنَ  وَخـَـتــَـمَ بــِــه شـَـهْــرَ ا لـصِّــيـَـامَ  ِللـْـمـُخْـلِـصِـيْـنَ ٫ اَشـْهـَـدُ اَ نْ لا َ اِ لـهَ اِ لاَّ اللهُ ا لـْمَـلِـكُ الـْحَـقُّ ا لـْمُـبـِـيْـنُ ٠ وَ اَشـْهـَـدُ اَ نَّ مُـحَـمَّـدًا عَـبْـدُه وَرَسُـوْ لُـهُ اْ لاَمِـيْـنُ ٠
اَ للـّــهُــمَّ صَـِلّ وَسَـلِـّـمْ عَـلى سَـيـِّـدِنـَـا مَــحَـمَّــدٍ وَّعَـلى اَلِـه وَ اَ صْـحَـابــِــه       اَجْــمَـعِــيْـنَ٠
اَ مّّــا بَــعْــدُ فـَـيَــا عـِـبـَــا دَ اللهِ  اِ تـَّــقـُـوااللهَ.
قـَالَ اللهُ تـَـعَااـى فِـى ا لـْـقـُرْ آ ن ا لـْـكـَــِريـْــمِ : وَ لـِـتـُـكْــمِــلـُـوا ا لـْـعِــدَّ ةَ َ وَلـِـتـُـكـَـبـِّــرُوا اللهَ عَـلى مَـاهـَـدَاكـُـمْ وَ لـَـعَــلـَّـكـُـمْ تَـَـشـْـكـُـرُوْنَ.                   

Kaum Muslimin Jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah…….!

Tiada kata yang pantas untuk diucapkan pada hari yang menggembirakan ini selain ucapan puji dan sanjung yang setinggi-tingginya kita ucapkan kehadirat Allah swt, atas berbagai karunia yang diberikannya kepada kita semua, sehingga kita dapat bersama-sama merayakan hari kemenangan pada hari ini, setelah berjuang keras selama satu bulan dalam mengendalikan diri dan hawa nafsu melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.

Shalawat berangkaikan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Rasul sanjungan alam, yaitu Nabi Muhammad saw. dan kita sebagai ummatnya semoga setia selalu, dapat menjalankan ajaran agama yang diajarkannya dengan baik, dengan demikian kita berharap semoga atas izin Allah kita mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat kelak.

Kaum Muslimin yang berbahagia……!

Dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat kemarin sore maka berakhir sudah perjuangan kita selama satu bulan penuh dalam melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu, yaitu melaksanakan puasa di bulan Ramadhan tahun 1432 H ini, dan pada hari ini tiba saatnya kita merayakan hari kemenangan.

Beberapa rangkaian kegiatan yang menandai hari kemenangan kita pada hari ini antara lain adalah:

Bahwa sejak malam tadi kita menyatakan dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah, sebagai wujud rasa syukur tersebut, kita kumandangkan alunan takbir, tahlil, tahmid dan taqdis untuk memuji Allah atas kebesarannya yang telah memberikan hari kemenangan kepada kita pada hari ini. Kalimat Allahu Akbar membahana ke angkasa lepas yang memenuhi ruang angkasa. Itulah pujian yang tiada seorangpun berhak untuk menerimanya kecuali Allah semata, karena Allah maha besar, Allah maha agung, Allah maha kuasa dan Allah yang berhak menerima pujian yang setinggi-tingginya.
Hati siapapun akan tergetar saat mendengar alunan suara takbir berkumandang, sehingga tanpa terasa linangan air mata membasahi pipi dan tangis itu bukan karena dibuat-buat, tapi tangis yang di satu sisi merupakan luapan kegembiraan yang tiada terbendung, dia merasa gembira karena berhasil melaksanakan tugas yang berat selama bulan Ramadhan dan hari ini dia keluar sebagai pemenang. Disisi lain cucuran air mata itu dikarenakan merasa kesyahduan yang dirasakan pada hari ini, sehingga segalanya terbayang dilubuk hati masing-masing. Orang tua membayangkan anak yang jauh di perantauan. Seorang perantau membayangkan kampung halaman tempat dia dibesarkan. Seorang anak membayangkan betapa indahnya apa yang pernah dirasakan dahulu pada saat hari gembira seperti ini ayah dan bunda hadir ditengah keluarga, dan kita sebagai anak dapat bersimpuh dipangkuan mereka untuk meminta maaf dan ridho dari keduanya. Tapi kini kedua orang tua telah tiada, keduanya telah pergi untuk selama-lamanya memenuhi panggilan Ilahi Robbi, kini hanya tinggal pusara sebagai tempat perhentian. Karena itu, berbahagialah bagi orang-orang yang kedua Ibu-Bapanya masih ada bersamanya dalam suasana lebaran pada hari ini. Bersimpuhlah dihadapan orang tua dan mintalah kemaafan dari mereka serta berbaktilah kepada keduanya. Namun bagi orang-orang yang sudah tiada lagi Ayah dan Bunda, berdo’alah untuk keampunan mereka agar kubur mereka senantiasa dicucuri Allah rahmatnya. Tetapi dibalik itu semua, yang lebih merasa pilu pada hari ini adalah anak-anak yatim piatu yang tidak pernah merasakan Ayah dan Bunda ditengah-tengah mereka. Tidak pernah merasakan lembutnya belaian kasih seorang ibu, tidak merasakan tentramnya hati di bawah lindungan seorang ayah, mereka tidak merasakan dari apa yang pernah kita rasakan. Siapakah tempat mereka bersandar? Kemanakah tempat mereka mengadu?.  Adakah orang yang membelai lembut mereka dengan belaian kasih sayang?. Wajarlah kalau Rasul selalu menyuruh kita untuk menyantuni anak-anak yatim.

Kaum Muslimin yang berbahagia……!

Ramadhan dengan segenap rangkaian ibadah yang ada di dalamnya sungguh telah menempa kita kepada pengenalan jati diri yang sesungguhnya.
Dari sekian banyak hikmah yang ada dalam pelaksanaan ibadah puasa tersebut, apabila kita sederhanakan hikmah-hikmah tersebut maka dapat disimpulkan sekurang-kurangnya ada dua dimensi, yaitu dimensi spiritual dan dimensi sosial.

Dimensi spiritual maksudnya, betapa kita dapat merasakan semangat beribadah di bulan Ramadhan sangat meningkat, kita dapat menyaksikan Masjid-Masjid dan Musholla-Musholla atau tempat ibadah lainnya selalu dipadati oleh jama’ah yang tidak mau ketinggalan untuk mencapai prestasi di bulan Ramadhan. Semua itu tidak lain adalah dikarenakan semangat yang ada pada bulan Ramadhan yang suasana seperti ini tidak kita jumpai di luar bulan Ramadhan.

Beragam motivasi dari jama’ah yang ikut dalam pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan, dari semua itu tentu kita berharap bahwa ibadah tersebut mampu menempa pribadi-pribadi muslim menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Bila manusia sudah benar-benar beriman dan bertaqwa, maka dipastikan keberkahan hidup akan diperoleh dan kita akan sampai kepada janji Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Artinya : Andai kiranya penduduk negri-negri itu beriman dan bertaqwa pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ( ayat-ayat kami ), maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Kaum Muslimin yang saya muliakan……!

Bila kita memperoleh apa yang dijanjikan Allah dalam firmannya tadi, maka saya yakin problem apapun yang sedang dihadapi masyarakat di Republik ini, Insya Allah, Allah akan memberikan jalan keluarnya, tetapi tentunya dengan syarat iman dan taqwa. Untuk itu mari kita membina diri dengan mengambil hikmah dari puasa Ramadhan yang kita laksanakan pada tahun ini. Bukankah dalam pelaksanaan ibadah puasa yang kita laksanakan terdapat nilai-nilai luhur yang menunjukkan pembentukan kepribadian yang mulia ?. Karena dalam ibadah puasa terdapat nilai kedisiplinan yang tinggi, sikap jujur, dan melalui hikmah pelaksanaan puasa kita juga dapat merasakan penderitaan orang lain.

Negara ini sangat memerlukan orang-orang yang mempunyai disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, memerlukan pribadi-pribadi yang jujur dalam pengabdiannya dan memerlukan orang-orang yang dapat merasakan penderitaan orang lain. Untuk itu semua, Ibadah puasa adalah satu diantara ibadah yang mempunyai hikmah untuk meberikan solusi dari berbagai problem yang ada di Negara ini.

Kaum Muslimin yang berbahagia……!

Disisi lain hikmah yang ada dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan adalah yang berdimensi sosial. Melalui ibadah puasa Ramadhan kita dapat merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus, yang kita hanya merasakan dalam waktu tertentu di bulan Ramadhan ini, sementara bagaimana nasib dan derita orang miskin yang setiap hari-hari yang dilaluinya selalu merasakan lapar yang berkepanjangan. Maka dengan merasakan itu semua diharapkan akan terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki sikap solidaritas sosial terhadap sesama, uluran tangannya selalu mengalir kepada orang lain terutama kepada fakir dan miskin.

Sikap yang seperti ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan sangat dianjurkan oleh agama, dan hal ini sudah kita wujudkan lewat mengeluarkan zakat fitrah, dimana fakir dan miskin dapat merasakan sentuhan kasih sayang dari orang-orang yang mampu, sehingga dengan itu mereka para fakir dan miskin sama-sama dapat merasakan kegembiraan pada hari ini.

Betapa indah ajaran Islam tentang syari’at puasa ini, bila nilai-nilai puasa itu benar-benar dapat dihayati maka kehidupan masyarakat ini akan terarah kepada kehidupan masyarakat yang aman, tenteram dan damai, sebab dengan merasakan hikmah yang ada dari puasa tersebut akan dapat disimpulkan bahwa betapapun terjadi kesenjangan sosial dimasyarakat maka insya Allah kecemburuan sosial tidak akan terjadi. Bagaimana orang yang miskin akan cemburu kepada orang yang kaya kalau dia selalu mendapat bantuan dari orang yang kaya, dan disinilah keterpautan hati antara sesama anggota masyarakat akan terjalin yang pada gilirannya antara sesama anggota masyarakat akan saling mendo’akan. Disatu sisi orang yang kaya memberi bantuan kepada yang miskin, namun disisi lain orang yang miskin mendo’akan orang yang kaya agar mendapat pahala dan harta yang dimilikinya mendapat keberkahan. Inilah yang saya maksud betapa indahnya ajaran Islam tentang syari’at puasa. Dengan demikian kita merasakan bahwa apapun yang diperintahkan Allah dalam syari’at Islam, semuanya akan membawa hikmah dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun secara kolektif dalam kehidupan masyarakat.

Kaum Muslimin yang saya muliakan ……!

Ramadhan sudah berlalu meninggalkan kita, segenap rangkaian ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan semoga mampu menempa diri kita menjadi orang-orang yang taqwa di sisi Allah dan semoga kita gapai keampunan dari sisinya. Namun kita menyadari bahwa dosa kepada Allah bisa kita tebus dengan taubat dan istighfar serta meningkatkan amal ibadah kepada Allah, tetapi dosa kepada sesama manusia harus pula dibersihkan dengan memohon ma’af kepada orang yang kita bersalah kepadanya.

Hari ini adalah hari yang mulia, hari kemenangan dan hari dimana bagi kita yang melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan merayakan hari yang mengembalikan kita kepada kesucian, segala dosa dan kesalahan kita semoga mendapat ampunan dari Allah. Numun kita tidak menginginkan hubungan kita hanya bersih kepada Allah semata, tapi kita juga berharap hubungan kita kepada sesama manusia juga dibersihkan, maka tiada cara untuk itu kecuali kita saling berma’af-ma’afan antar sesama. Mungkin selama ini banyak kesalahan kepada sesama, terkadang salah lidah dalam bertutur kata, salah mata dalam memandang, salah langkah dalam bergaul, semua itu mari kita hapus dengan saling memberi ma’af. Buanglah segala sesuatu yang mengganjal dihati dari perasaan tidak enak dan sakit hati terhadap saudara kita, maka dengan itu akan lebih terasa bahwa pada hari ini benar-benar merupakan hari yang sangat menggembirakan bagi kita semua, karena dosa kepada Allah dan kesalahan kepada sesama manusia telah terhapus.

Sungguh kita menyadari bahwa hidup ini baru akan sampai kepada tingkat yang sempurna bila dalam kehidupan kita terjalin dua arah komunikasi yang baik, yaitu: حَـبْـلٌ مِـنَ اللهِ dan  حَـبْـلٌ مِـنَ ا لـنـَّـا ِس .

Maksudnya adalah hubungan baik kepada Allah dan hubungan baik kepada sesama manusia. Berkenaan dengan hal ini Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat: 112.
ضُــِربَـتْ عَـلـَـيْــهـِــمُ ا لـِذ ّ لـَّـة ُ اَيْـنَ مَـاثـُـقِــفـُـوْا اِ لاَّ بـِـحَـبْـلٍ مِـنَ اللهِ وَ حَـبْـلٍ مِـنَ الـنـَّـاسِ.....
Artinya: Ditimpakan atas mereka kehinaan dimana saja mereka berada kecuali mereka mengadakan hubungan baik kepada Allah dan mengadakan hubungan baik kepada sesama manusia.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah…….!

Suasana seperti itulah yang kita rasakan pada hari ini, dua arah komunikasi seperti yang dimaksud sedang mewarnai suasana kehidupan kita pada hari ini, karena itu ucapkanlah salam, ulurkanlah tangan, tundukkanlah kepala, mohonkanlah ampun dan ma’af, taburkanlah benih kasih kepada sesama manusia terutama kepada sanak kerabat, handai tolan dan jiran tetangga. Itulah orang yang bahagia karena telah terlepas dari beban pikiran yang selalu membuat perasaan tidak tenang.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah…….!

Dari uraian di atas sungguh kita dapat menyadari bahwa hidup ini tidak akan berarti bila kita tidak dapat menangkap dan memahami tentang makna kehidupan ini, karena itu kita sadar bahwa hidup ini baru akan lebih bermakna bila kita isi dengan nilai-nilai pengabdian kepada Allah dan berbakti kepada masyarakat. Untuk itu mari kita jadikan momentum Idul Fitri tahun ini untuk merajut tali kasih antara sesama kita lewat menyadari hikmah dari ibadah puasa yang kita laksanakan di bulan Ramadhan, dengan demikian persatuan dan kesatuan serta kekompakan akan tercipta dilingkungan masyarakat kita.

Akhirnya di penghujung khutbah ini saya mengucapkan kepada segenap hadirin,
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1432 H MOHON MA’AF LAHIR DAN BATIN ”.

Semoga kita  menemukan jati diri yang sesungguhnya melalui penghayatan hikmah puasa Ramadhan, dan semoga segala amal ibadah kita diterima Allah dan keampunan diberikannya kepada kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.

بَـارَ كَ اللهُ لِـيْ وَ لـَـكـُـمْ فِى الـْـقـُـرْ آ ِن ا لـْـعَـظِـيْـمِ
وَ نَـفـَـعَـنِـيْ وَ اِ يـَّـا كـُـمْ بـِـمَـا فِـيْهِ مِـنَ ا ْلا يَـاتِ وَ ا لـِذ ّ كـْـرِ ا لْـحَـكِـيْـمِ 
وَتــَـقـَـبـَّـلَ مِـنِّيْ وَ مِـنْـكـُمْ تـِـلا َ وَ تـَـه اِ نـَّـه هُــوَ ا لـسَّــمِــيْــعُ ا لـعَـلـِـيْـمُ 
وَ ا لْـحَـمْـدُ ِللهِ رَ بِّ ا لـْـعـَالـَـمِـيْـنَ.            


Sabtu, 20 Agustus 2011

Al-Qur'an Bacaan Yang Sempurna

Bukti Kebenaran Al-Qur’an
Adakah mushaf Al-Qur’an disetiap rumah keluarga Muslim?. Diduga jawabannya adalah “tidak“. Apakah anggota keluarga Muslim yang memiliki mushaf telah mampu membaca Kitab suci itu? Diduga keras jawabannya adalah “belum”. Apakah setiap Muslim yang mampu membaca Al-Qur’an mengetahui garis besar kandungannya serta fungsi kehadirannya ditengah-tengah ummat? Sekali lagi, jawaban yang diduga serupa dengan yang sebelumnya.
Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. antara lain dinamai Al-Kitab dan Al-Qur’an ( bacaan yang sempurna ), walaupun penerima dan masyarakat pertama yang ditemuinya tidak mengenal baca-tulis. Ini semua, dimaksudkan agar mereka dan generasi berikutnya membacanya. Fungsi utama Al-Kitab adalah memberikan petunjuk. Hal ini tidak dapat terlaksana tanpa membaca dan memahaminya.
Dari celah-celah redaksinya ditemukan tiga bukti kebenarannya.
Pertama, keindahan, keserasian dan keseimbangan kata-katanya. Kata yaum yang berarti “hari” dalam bentuk tunggalnya terulang sebanyak 365 kali ( ini sama dengan satu tahun ), dalam bentuk jamak diulang sebanyak 30 kali  ( ini sama dengan satu bulan ). Sementra itu kata yaum yang berarti “bulan” hanya terdapat 12 kali. Kata panas dan dingin masing-masing diulang sebanyak empat kali, sementara dunia dan akhirat, hidup dan mati, setan dan malaikat dan masih banyak lainnya, semuanya seimbang dalam jumlah yang serasi dengan tujuannya dan indah kedengarannya.
Kedua, pemberitaan gaib yang diungkapkannya. Awal surah Al-Rum menegaskan kekalahan Romawi oleh Persia pada tahun 614:
Firman Allah dalam surah Ar-Rum, 2-4:
غُلِبَتِ الرُّومُ ﴿٢﴾ فِي أَدْنَى الارْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ ﴿٣﴾ فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الامْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ “.
Artinya: “ Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman“.
Dan itu benar adanya, tepat pada saat kegembiraan kaum Muslim memenangkan Perang Badar pada 622, bangsa Romawi memperoleh kemenangan melawan Persia.
Pemberitaannya tentang keselamatan badan Fir’aun yang tenggelam dilaut merah 3.200 tahun yang lalu, baru terbukti setelah muminya (badannya yang diawetkan) ditemukan oleh Loret di Wadi Al-Muluk Thaha, Mesir, pada 1896 dan dibuka pembalutnya oleh Eliot Smith 8 Juli 1907. Maha benar Allah yang menyatakan kepada Fir’aun pada saat kematiannya:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Artinya : “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami “. ( QS. Yunus 92 ).
Ketiga, Isyarat-Isyarat ilmiyahnya sungguh mengagumkan ilmuan masa kini, apalagi yang menyampaikannya seorang ummi yang tidak pandai membaca dan menulis serta hidup dilingkungan masyarakat terkebelakang. Bukti kebenaran (mukjizat) rasul-rasul Allah bersifat suprarasional. Hanya Nabi Muhammad yang datang membawa bukti rasional. Ketika masyarakatnya meminta bukti selainnya, Tuhan berpesan agar mereka mempelajari Al-Qur’an.
Firman Allah:
وَقَالُوا لَوْلا أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَاتٌ مِّن رَّبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الايَاتُ عِندَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُّبِينٌ . أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: “ Dan orang-orang kafir Mekah berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mu`jizat-mu`jizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mu`jizat-mu`jizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata". Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman “. (QS. Al-Ankabut: 50-51).
Sungguh disayangkan bahwa tidak sedikit ummat Islam dewasa ini bukan hanya tak pandai membaca Kitab Sucinya, tetapi juga tidak memfungsikannya, kecuali sebagai penangkal bahaya dan pembawa manfa’at dengan cara-cara yang irasional.
Rupanya, ummat generasi inilah antara lain yang termasuk diadukan oleh Nabi Muhammad:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً
Artinya:”Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". ( QS Al-Furqon:30 ).
Tahap pertama untuk mengatasi kekurangan dan kesalahan di atas adalah meningkatkan kemampuan baca Al-Qur’an. Janganlah anak-anak kita disalahkan jika kelak dikemudian hari merekapun mengadu kepada Allah, sebagaimana dikemukakan dalam sebuah riwayat: “ Wahai Tuhanku, aku menuntut keadilanMu terhadap perlakuan orang tuaku yang aniaya ini “.

Sumber: Lentera Hati – M. Quraish Shihab. ( Dengan menambahkan pencantuman ayat Al-Qur’an ).

Kamis, 18 Agustus 2011

Peringatan Nuzul Al-Qur’an

Meningkatkan Tradisi Membca
Melalui Semangat Peringatan Nuzul Al-Qur’an

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Al-Qur’an sebagai kitab suci ummat islam diturunkan Allah pada bulan Ramadhan. Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi manusia agar kehidupan manusia tertata dengan baik sesuai dengan kehendak Allah yang maha pencipta. Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan Allah, karena itu wajarlah kalau isi dan kandungannya lebih lengkap dari kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelum Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kitab yang berisikan tatanan untuk kehidupan manusia yang isi dan kandungannya menyentuh segala sendi-sendi kehidupan manusia, baik kehidupan secara individu maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perlu dikemukakan di sini, kendatipun isi Al-Qur’an banyak menceritakan tentang kisah-kisah ummat terdahulu, akan tetapi Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah, atau sekalipun Al-Qur’an selalu menggambarkan alam kosmos beserta galaksinya, akan tetapi Al-Qur’an tidak dapat kita sebut sebagai kitab astronomi. Atau sekalipun Al-Qur’an sering mengupas tentang bentuk penciptaan manusia secara detail dan juga penciptaan alam raya ini, akan tetapi Al-Qur’an bukanlah kitab pengetahuan Alam atau fisika. Tetapi Al-Qur’an adalah sebagai kitab Hidayah atau petunjuk bagi seluruh alam.
Jadi, walaupun terdapat cerita atau gambaran tentang hal-hal yang bertalian dengan geografi, sejarah, fisika, kedokteran dan lain-lain, hal tersebut hanyalah berfungsi sebagai bukti dan penjelasan untuk mencapai kepada satu tujuan, yaitu Hidayah Allah swt. Karena itu, untuk samapai kepada tujuan agar kita mendapat hidayah dari Al-Qur’an tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita terapkan dalam kehidupan kita.
Pertama: Terlebih dahulu hendaklah kita membaca Al-Qur’an tersebut secara seksama, dalam hal membaca ini, tentu kita mendapat pesan dari wahyu pertama dalam surat Al-‘Alaq, yang memerintahkan kepada kita untuk  membaca.
Kedua: Harus ada upaya untuk memahami isi dan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hal ini disebabkan membaca saja tidak cukup untuk dapat mengetahui rahasia kandungan dan maksud yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an tersebut apabila tidak ada upaya untuk mengetahui isi kandungannya.
Ketiga: Setelah kita memahami isi dan kandungan Al-Qur’an tersebut, hendaknya kita mengajarkannya kepada orang lain, agar orang lain pun dapat membaca dan memahami Al-Qur’an dengan baik. Dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh imam Bukhori Rasul bersabda:
خـَيْـرُ كـُمْ مَـنْ تـَعَـلـَّمَ ا لـْـقـُرْ آ نَ وَعَـلـَّـمَــهُ ﴿  رَوَاهُ الـْـبُــخـَـارِي 
Artinya: “Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan orang yang mengajarkannya ”.

Keempat: Mengamalkan ajaran dan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Pada tahap pengamalan inilah yang selalu dirasakan berat oleh sebagian orang. Pengetahuan yang didapat tentu tidak akan berguna jika tidak dibarengi dengan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menerapkan keempat hal tersebut, barulah Al-Qur’an akan dapat dirasakan manfaatnya oleh kita semua, sebab Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk/hidayah. Apalagi jika kita kaitkan dengan kebutuhan hidup saat ini, dimana setiap orang dengan segala kemajuan dan kecanggihan yang dicapai oleh manusia, justru malah banyak yang mencari suatu sistem nilai yang mereka anggap absolut.
Sebagai ummat Islam tentu kita tidak perlu lagi meragukan apalagi mencari sistem nilai selain Al-Qur’an. Perlu dicatat, bahwa kemunduran ummat Islam bukan terletak pada inti ajaran Al-Qur’an atau disebabkan ummat Islam setia pada ajaran Al-Qur’an, sehingga alam pikir dan daya kreatifitas mereka terhambat oleh Al-Qur’an, akan tetapi justru dikarenakan faktor budaya dan ummat Islam malah sedikit demi sedikit telah menjauhkan diri dari Al-Qur’an.
Sangat ironis memang, di saat ajaran Al-Qur’an menganjurkan kepada ummatnya untuk membaca, namun kenyataannya negara dan ummat yang terbesar buta hurufnya justru adalah  negara-negara yang banyak ummat Islamnya. Dapat kita lihat pula, terkait dengan minat baca umat Islam Indonesia, dan orang Indonesia secara umum sangatlah lemah minat membacanya. Namun sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, adalah ironis kalau muslim Indonesia belum mampu menerjemahkan wahyu pertama dalam kehidupan sehari-hari. Sementara di belahan bumi lain kondisinya lebih baik, dan tradisi keilmuan yang memang telah mengakar terus lestari hingga kini.
Untuk itu, tradisi tulis-baca serta mengembangkan keilmuan perlu dikembangkan. Dibutuhkan kerja keras untuk mencapai hal tersebut. Memperingati Nuzul Qur’an bisa menjadi jawaban untuk itu. Dengan merujuk kepada Al-Qur’an adalah merupakan ungkapan yang tepat untuk mengatakan bahwa menjadi seorang muslim yang baik adalah menjadi pembaca yang baik.
Semoga momentum Nuzul Al-Qur’an dapat dijadikan pijakan awal transformasi budaya untuk menciptakan masyarakat yang gemar membaca.
Semoga…………………………!

Jumat, 05 Agustus 2011

Hikmah Puasa Ramadhan

PUASA MERUPAKAN KEBUTUHAN MANUSIA
( Oleh: Drs. Khairul Akmal Rangkuti )

Ditinjau dari sudut kajian filsafat, ibadah puasa tidak hanya merupakan kewajiban bagi manusia, akan tetapi juga merupakan kebutuhan bagi kehidupan manusia. Dari ungkapan di atas seharusnya timbul pertanyaan apakah manusia perlu melaksanakan puasa ?. Tulisan sederhana ini akan memberikan jawaban tentang pertanyaan diatas, sehingga kita sampai kepada suatu kesimpulan bahwa puasa memang merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Manusia diciptakan Allah memilki tiga potensi dasar yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kehidupannya.
Pertama : “ Quwwatul Fikriyah “ .
Yaitu, bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berfikir, karena Allah memberikan akal kepadanya, melalui potensi ini manusia dapat menentukan tentang nilai baik dan buruk dalam kehidupannya. Namun harus disadari bahwa kemampuan manusia melalui akal fikirannya dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sangat terbatas sekali dengan pengalamannya. Maksudnya, terkadang menurut akal manusia baik ternyata menurut Allah tidak baik. Misalnya; meminum minuman yang memabukkan, berjudi, melakukan seks bebas di luar ikatan pernikahan, mungkin menurut akal manusia baik untuknya, tapi ternyata menurut Allah tidak baik.
Disisi lain kadangkala ada yang dinilai manusia tidak baik dalam kehidupannya ternyata baik menurut Allah, misalnya bersedekah atau mengeluarkan zakat, mungkin manusia memandang bersedekah atau berzakat adalah merugikannya, tapi sesungguhnya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dicintai Allah, karena disamping menimbulkan sikap solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, disisi lain dapat menimbulkan rasa keterpautan hati antara yang kaya dan yang miskin, akhirnya akan menimbulkan rasa kasih sayang antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat.
Disebabkan keterbatasan manusia dalam menentukan baik dan buruk tersebut, maka Allah berkenan menurunkan syari’atnya, agar manusia mempunyai dasar dalam menentukan nilai baik dan buruk, sehingga manusia itu tidak salah dalam menempuh jalan kehidupannya, karena Allah sebagai sang pencipta tidak ingin manusia hidup tanpa memiliki aturan.
Dengan penjelasan diatas dapat dipahami pentingnya agama dalam kehidupan manusia dan agama yang mengatur kehidupan manusia tersebut haruslah agama yang datang dari Allah SWT, sebab Allah sebagai sang pencipta maha mengetahui apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, aturan seperti apa yang dapat memberikan kemaslahatan untuk kehidupan manusia, dengan demikian keberadaan agama dalam kehidupan manusia mutlak diperlukan.
Kedua:Quwwatul Ghadhobiyah “ .
Yaitu, bahwa manusia memiliki pembawaan dasar untuk menolak segala yang merugikan atau yang membahayakan kepada dirinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini, orang yang tidak pernah belajar ilmu bela diri, dia pasti akan mengelak apabila dia mengetahui ada orang yang akan memukulnya. Dalam posisi ini manusia sama seperti binatang, sebab binatang juga mempunyai pembawaan dasar untuk menghindar dari segala yang membahayakan dirinya, maka dalam hal ini manusia tidak lebih mulia dari bunatang.
Quwwatul Ghadhabiyah ini apabila berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan manusia, maka yang akan timbul adalah hal yang positif, yaitu manusia dalam hidupnya akan selalu memiliki sikap waspada dalam kehidupannya, sebab dia tidak ingin mengalami sesuatu yang membahayakan dalam dirinya. Namun apabila Quwwatul Ghadhabiyah ini berkembang dalam kehidupan seseoang secara berlebihan, maka yang akan timbul dalam kehidupan seseorang adalah hal yang negatif, orang tersebut selalu mununjukkan sikap pengecut, orang yang seperti ini tidak siap menghadapi tantangan dalam kehidupan dan selalu takut dalam mengambil keputusan dalam kehidupannya.
Ketiga:  Quwwatus Syahwiyah “.
Maksudnya manusia mempnyai pembawaan dasar untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkan terhadap dirinya. Dalam tingkatan Quwwatus Syahwiyah ini posisi manusia dan binatang masih sama, hal ini tergantung bagaimana manusia menguasai dorongan Quwwatus Syahwiyah yang berkembang dalam dirinya. Oleh karenanya bila Quwwatus yahwiyah ini berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan seseorang maka hal positiflah yang akan berkembang dalam diri seseorang, orang tersebut akan selalu memiliki sikap dinamis, dia ingin selalu berkembang dan orang yang seperti ini biasanya memiliki ethos kerja yang tinggi, karena dia mengnginkan hari ini harus lebih baik dari hari yang lalu.
Disisi lain bila Quwwatus Syahwiyah ini berkembang secara berlebihan dalam kehidupan seseorang, maka yang akan timbul adalah hal yang negatif, orang tersebut selalu memiliki sifat serakah, biasanya orang yang seperti ini tidak memikirkan apakah orang lain sengsara dan dirugikan karenanya, yang penting buatnya bisa mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa berfikir tentang halal dan haram, benar dan salah. Kehidupan seperti ini adalah pola kehidupan binatang, apabila pola kehidupan seperti ini yang berkembang dalam kehidupan manusia maka jadilah kehidupan manusia sama seperti binatang.
Allah sebagai sang pencipta tidak menginginkan manusia hidup seperti binatang, untuk mengantisipasi agar manusia tidak seperti binatang, maka ajaran yang paling ideal untuk menghilangkan perilaku seperti binatang tersebut adalah syari’at puasa, karena puasa membawa hikmah yang banyak dalam pembentukan kepribadian manusia diantaranya melalui hikmah puasa diharapkan sifat-sifat buruk yang dapat berkembang dalam kehidupan seseorang dapat dihilangkan, seperti sifat serakah, egois, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya. Akhirnya akan muncul sifat-sifat yang baik lewat penghayatan ibadah puasa. Bila demikian halnya puasa bukan hanya merupakan kewajiban tapi sebenarnya puasa juga merupakan kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Dari tiga potinsi dasar yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupannya dapat diketahui tentang pentingnya ibadah puasa tersebut, karena ibadah puasa disatu sisi merupakan ibadah yang diperintahkan Allah untuk dilaksanakan dan targetnya ingin mendapat predikat takwa disisi Allah dan ingin mendapatkan ridhonya, namun disisi lain terdapat hikmah-hikmah yang dapat dirasakan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kolektif dalam kehidupan masyarakat. Diantara hikmah yang dimaksud adalah diharapkan terbentuknya sikap solidaritas sosial dalam kehidpan masyarakat, dengan demikian akan berbeda pola kehidupan antara manusia dan binatang.
Semoga puasa yang kita laksanakan mampu menghantarkan kita menjadi manusia yang memiliki watak dan kepribadian yang mulia, sehingga sifat-sifat kebinatangan tidak berkembang dalam kehidupan kita, karena itu mari kita jadikan puasa tidak hanya sebagai kewajiban tapi harus kita rasakan bahwa puasa juga merupakan suatu kebutuhan.          

***