Minggu, 27 November 2011

Memasuki Tahun Baru Hijriyah


Menangkap Pesan Hijrah
Hijrah menurut etimologi, artinya berpindah. Hijrah menurut terminologi, mengandung dua makna, yaitu hijrah makani dan hijrah maknawi. Adapun hijrah secara makani maksudnya adalah berpindah secara fisik dari suatu tempat yang kurang baik menuju tempat yang lebih baik, dari negeri kafir menuju negeri Islam. Adapun hijrah secara maknawi artinya berpindah dari perilaku yang kurang baik menuju yang lebih baik, dari kebathilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju keislaman.
Menilik kepada pemahaman hijrah tersebut maka pengertian hijrah secara maknawi adalah merupakan hijrah yang harus kita lakukan dalam kehidupan kita saat ini, sebab hijrah secara fisik juga adalah merupakan refleksi dari makna hijrah maknawi itu sendiri. Adapun hijrah Nabi Muhammad merupakan rangkuman dari dua makna hijrah tersebut, karena Rasul melakukan hijrah makani, yaitu berpindahnya Rasul dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Disisi lain Rasul juga melakukan hijrah secara maknawi, sebab dengan hijrah tersebut Rasul dan para sahabat mempunyai tujuan untuk tetap melaksanakan tugas misi keislaman.
Dalam pergantian tahun setiap orang selalu memaknainya dengan cara yang berbeda, demikian pula cara merayakannya. Tahun hijriyah merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan dari sejarah Islam. Setelah terjadi hijrah Rasul ke Madinah ummat Islam menemukan momentum yang tepat untuk lebih menyebarluaskan ajaran Islam.
Sebelum Islam datang, pengenalan tahun dikalangan masyarakat hanya dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana nabi Muhammad dilahirkan, dikenal dengan sebutan “Tahun Gajah”, karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan ke kota Makkah oleh pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman, dan bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah.
Berkenaan dengan waktu tentu tidak terlepas dari detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun dan seterusnya. Semua peristiwa berjalan mengikuti waktu yang selalu berubah. Setiap waktu yang berjalan pasti memiliki sejarah dan catatan tersendiri yang menandainya. Perubahan itu terjadi dengan sendirinya karena dimakan usia. Misalnya, suatu benda lama kelamaan akan berubah tanpa harus ada campur tangan manusia. Namun perubahan perilaku manusia memerlukan ikhtiar/usaha yang dimulai dengan niat, termasuk memaknai pergantian tahun baru Islam 1 Muharram 1433 Hijriyah.
Peristiwa hijrahnya Rasul ke Madinah dapat diambil hikmah untuk kita jadikan I’tibar dalam kehidupan, antara lain adalah:
  1. Hijrahnya Rasul dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim 
  2. Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan harus memiliki optimisme yang tinggi untuk menegakkan aqidah dan syari’at Islam di tengah-tengah budaya jahiliyah yang amat merusak sendi-sendi kehidupan. 
  3. Hijrah mengandung semangat persaudaraan yang tinggi, dimana antara kaum Anshor dan Muhajirin terbina ukhuwah yang sejati, semua itu terjalin lewat binaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Pondasi bangunan peradaban Islam dimulai sejak dimulainya hijrah. Fakta sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Madinah sebagai penduduk setempat dengan sepenuh hati menerima kedatangan kaum Muhajirin Makkah dan membuka kesempatan untuk bergabung dan menempati wilayah Yatsrib sebagai tempat hunian yang kondusip, layak dan nyaman.
Rasulullah dan para sahabat yang terdiri dari golongan Muhajirin dan Anshar sama membangun komunitas yang selanjutnya dikenal dengan masyarakat madani. Bangunan peradaban dalam masyarakat di kota Madinah itulah yang kemudian memancar dan mampu memberi warna terhadap peradaban dunia dengan segala pancaran cahaya keimanan, kekuatan aqidah yang membentang, sinaran budi yang menembus jagad raya. Dan Nabi Muhammad saw adalah orang yang diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.
Hijrah seperti yang dilakukan Rasul dan para sahabatnya tentu tidak lagi akan kita lakukan. Hijrah pada masa kini adalah menunjukkan kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa kita mampu melaksanakan hijrah dalam bentuk kontekstual, meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan yang mewabah, melepas belenggu syahwat yang kronis, hijrah dari tidak jujur menjadi orang yang dapat dipercaya. Hijrah dari budaya korupsi kepada kejujuran dan menjadi orang yang mampu melaksanakan amanah. Intinya adalah hijrah dari segala yang bathil menuju jalan yang haq, yaitu mengekkan agama Allah dengan sebenar-benarnya.
Sebagai pribadi-pribadi Muslim, hijrah adalah suatu keniscayaan. Pemaknaan hijrah itu bergantung pada situasi dan kondisi yang mengitarinya. Hijrah tidak akan dilakukan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran yang mendalam. Hingga hijrah itu dilakukan sebagai bentuk pilihan yang aplikatif yang berdasarkan pada kesadaran dan keterpanggilan menjalankan agama Allah dan menegakkannya di muka bumi.
Bagaimanapun keadaan dan kondisi kita, itulah kita yang sebenarnya. Kita tekuni bidang kita masing-masing. Kita nikmati keberadaan yang ada pada kita. Jika Anda sebagai petani, nikmatilah profesi Anda dalam bertani. Jika menjadi pedagang di pasar, nikmatilah profesi berdagang. Jika Anda sebagai pendidik, nikmatilah profesi Anda sebagai pendidik, cetaklah generasi muda yang memiliki iman yang kokoh, akhlak yang mulia dan memiliki komitmen untuk berjuang menegakkan kebenaran yang berlandaskan ajaran Islam. Anda yang bekerja sebagai aparatur Negara, berperilakulah secara istiqomah dan memiliki komitmen yang baik sebagai aparatur pemerintah. Hindarkan diri agar tidak terjebak dalam gelimang korupsi, dan ingat………..! Korupsi dalam makna luas tidak hanya menggelapkan uang Negara, tapi…..! terlambat masuk ke Kantor itu juga bagian dari korupsi, korupsi waktu, (apalagi tidak masuk- Kantor berhari-hari).
Semua bidang kehidupan yang menjadi bagian kita adalah pilihan kita yang tepat sesuai kemampuan dan porsi kita, dan niat yang menjadi motor penggerak non-fisik hendaknya harus menuju kepada Allah semata. Motivasi hijrah yang direalisasikan dengan sungguh-sungguh adalah merupakan bentuk manifestasi iman yang selama ini Nabi dan para sahabat telah memperjuangkannya.
Siapapun di antara kaum Muslimin dapat memilih dan mengambil ibroh/pelajaran dari spirit berhijrah Nabi SAW. yang dalam aspek kehidupan atau profesi manapun dia berkecimpung, semangat hijrah dapat diaktualisasikan. Pendekatan yang digunakan adalah keimanan.
Dengan semangat hijrah setiap Muslim dapat memperbaiki kehidupan antara lain:
  1. Membina hubungan persaudaraan dengan siapapun tanpa ada sekat-sekat politik atau kepentingan. 
  2. Dapat membangun aqidah umat dimanapun kita berdomisili. 
  3. Mengedepankan urusan ketuhanan ketimbang masalah duniawi. 
  4. Menerapkan azas kebersamaan tanpa ada rasa bahwa kita lebih baik dari orang lain.
Mengupayakan transformasi nilai-nilai hijrah dalam kehidupan sehari-hari dapat menyelaraskan antara perilaku jasmani dengan keyakinan ruhani. Nilai hijrah tidak sebatas semangat untuk beragama dan bersosial semata, melainkan meneguhkan kualitas keyakinan setiap Muslim dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Marilah kita ikuti jejak Rasul melalui pengaktualisasian nilai-nilai hijrah dalam kehidupan sehari-hari untuk menuju kehidupan yang diridhai Allah. Dengan demikian, makna pergantian tahun hijriyah ini akan berarti bagi kita dalam rangka pembentukan perilaku hidup ke arah yang lebih baik.

“SELAMAT MEMASUKI TAHUN BARU HIJRIYAH 1433H”
“SEMOGA TAHUN INI LEBIH BAIK DARI TAHUN YANG LALU”


Sabtu, 26 November 2011

MENUJU TAHUN 1433 H

AWAL PENETAPAN TAHUN HIJRIYAH
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti

Penetapan hitungan tahun pada masa sebelum Nabi Muhammad dilahirkan sampai kepada masa sesudah wafatnya, bahkan sampai kepada masa kekhalifahan Abu Bakar belum ada ketentuan hitungan tahun. Penetapan tahun yang ada dikalangan orang-orang Arab pada masa itu selalu mereka kaitkan kepada peristiwa yang terjadi pada masa itu. Misalnya, Nabi Muhammad dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul awal tahun Gajah. Masyarakat arab menyebutnya tahun Gajah sebab tepat pada hari kelahiran Nabi Muhammad pasukan tentara bergajah dikerahkan Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah. Sebab itu mereka menyebut tahun kelahiran Nabi Muhammad adalah tahun Gajah.
Adapun penetapan tahun hijriyah menjadi ketetapan hitungan tahun untuk ummat Islam ditetapkan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Dalam sejarah tercatat bahwa Umar Bin Khattab mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah dalam menentukan hitungan tahun yang akan dijadikan hitungan tahun untuk ummat Islam. Adapun yang menjadi persoalan bagi para sahabat yang ikut bermusyawarah pada saat itu, dari mana menentukan hitungan tahun pertama yang dapat dijadikan hitungan tahun untuk ummat Islam.
Diantara sahabat-sahabat yang hadir dalam musyawarah tersebut ada yang mengusulkan agar hitungan tahun satu untuk ummat Islam dimulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad, ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama, dan ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad mengalami peristiwa Isra’ Mi’raj, namun semua usulan tersebut tidak menarik perhatian Umar Bin Khattab. Dalam suasana musyawarah tersebut Ali Bin Abi Thalib mengusulkan hitungan tahun satu bagi Ummat Islam dihitung sejak peristiwa Hijrahnya Rasul ke Madinah. Adapun dasar pertimbangannya adalah bahwa peristiwa Hijrah tersebut sangat mempunyai makna yang penting terhadap perkembangan ummat Islam, diantaranya adalah bahwa sejak Rasul dan para sahabat Hijrah ke Madinah, ummat Islam dapat berdakwah lebih leluasa dan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh orang-orang kafir.
Di sisi lain posisi Nabi Muhammad sejak Hijrah ke Madinah tidak hanya sebagai seorang Nabi, tetapi Nabi Muhammad sekaligus menjadi seorang pimpinan Negara, sebab sejak Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah Daulah Islamiyah terbentuk. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut Ali Bin Abi Thalib mengusulkan agar peristiwa hijrah tersebut ditetapkan sebagai tahun satu bagi ummat Islam.
Usulan dari Ali Bin Abi Thalib yang didasari dengan alasan yang sangat mendasar, maka Umar bin Khattab menerima usulan dari Ali tersebut, dan dikarenakan penentuan tahun tersebut dihitung sejak peristiwa Hijrahnya Rasul, maka hitungan tahun tersebut dinamakan hitungan tahun Hijriyah. Peristiwa ini ditetapkan pada tahun ke empat masa kekhalifahan Umar Bin Khattab, tepatnya pada hari senin tanggal 8 Rabiul Awal tahun ke 17 H. / 30 Maret 638 M.
Berkenaan dengan penentuan nama-nama bulan yang ada, sebenarnya masyarakat Arab jauh sebelum Nabi Muhammad dilahirkan sudah mengenal nama-nama bulan, mereka memberi nama-nama bulan tersebut sesuai dengan keadaan dan kondisi serta tradisi yang berkembang dalam kehidupan mereka. Adapun nama-nama bulan berikut dengan sebab penamaannya adalah sebagai berikut :
  1. Muharram : Mereka sebut bulan Muharram karena bulan ini adalah bulan yang dihormati atau bulan pantangan bagi masyarakat Arab untuk berperang. Kebiasaan suku-suku yang ada pada masa itu selalu berperang antara satu dengan lainnya, namun apabila bulan Muharram datang mereka sama-sama menghormati bulan tersebut dan dengan sendirinya terjadi gencatan senjata diantara mereka walaupun peperangan diantara mereka sedang berkecamuk.
  2. Shafar : Shafar artinya kosong, mereka menyebut bulan ini kosong karena pada bulan ini kaum laki-laki pada umumnya pergi keluar kota untuk berdagang atau berperang, karena itu kampung mereka kosong dari kaum laki-laki.
  3. Rabi’ Al-awal : Rabi’ artinya menetap, yaitu bulan pertama para laki-laki menetap di kampung halaman setelah bepergian.
  4. Rabi’ as-Sani /Al-akhir : Bulan kedua untuk menetap bagi kaum laki-laki.
  5. Jumadil Awal : Jumadi artinya kering, maksudnya mulai datang musim kering untuk bulan yang pertama.
  6. Jumadil Tsani / Akhir : Yaitu musim kering untuk bulan yang ke dua.
  7. Rajab : Artinya Mulia, Bangsa Arab sejak zaman dahulu sangat memuliakan bulan ini, mereka juga melakukan gencatan senjata manakala sedang berkecamuk peperangan antara sesama mereka.
  8. Sya’ban : Artinya berkelompuk, maksudnya pada bulan ini bangsa Arab berangkat untuk berdagang mencari nafkah dalam keadaan berkelompok-kelompok, disebut juga kafilah-kafilah dalam perdagangan.
  9. Ramadhan : Artinya sangat panas. Mereka namakan bulan ini dengan Ramadhan karena pada bulan ini adalah puncaknya musim panas.
  10. Syawal : Artinya. Kebahagiaan. Mereka namakan bulan ini bulan Syawal karena mereka sangat bergembira setalah melalui bulan musim panas.
  11. Dzulqaidah : Artinya, Pemilik tempat duduk. Maksudnya pada bulan ini bagi orang-orang Arab saat itu menggunakan bulan ini untuk istirahat dengan keluarga, atau boleh juga disebut dengan bulan untuk duduk santai bersama keluarga.
  12. Dzulhijjah : Artinya bulan Haji. Pada dasarnya orang-orang yang ada di Jazirah Arabiyah pada waktu itu biasa datang ke Makkah untuk menunaikan Haji. Adapun perintah Haji yang mereka laksanakan adalah mengikut perintah haji dari Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad, sebab syari’at ibadah haji bagi Nabi-Nabi yang terdahulu juga sebenarnya sudah ada.
“ SELAMAT MEMASUKI TAHUN BARU ISLAM 1433H”.
“SEMOGA TAHUN INI LEBIH BAIK DARI TAHUN SEBELUMNYA”



Selasa, 22 November 2011

Bayi Bertelinga, Bertuliskan Kalimat Allah

Kekuasaan Allah:
Bayi Bertelinga, Bertuliskan kalimat Allah  Lahir di Tuban
Warga di Kelurahan Sumursrumbung, Kabupaten Tuban, Jawa Timur digemparkan dengan kelahiran bayi yang telinga kirinya berbentuk tulisan "Allah". Ingin melihat tanda istimewa itu, warga setempat langsung datang berbondong-bondong untuk melihat sang bayi.
Bayi tersebut lahir pada tanggal 13 November 2011 jam 05.30 WIB. Dalam keadaan sehat, dengan berat badan 3,5 kg serta panjang 54 cm. dari pasangan Slamet Purwanto (21) dan Ningsih (27).
Ningsih menjelaskan dia pertama kali mengetahui tanda istimewa itu saat diberi tahu suaminya. Slamet melihatnya pertama kali saat dia membisikkan azan di telinga si bayi. "
Mulanya diberi tahu suami tidak saya tanggapi, karena saat itu kondisi saya masih lemah," kata Ningsih. Baru berselang tiga hari, setelah kondisinya pulih setelah melahirkan, dia memperhatikan telinga anaknya. Saat itulah dia baru mempercayai kalau bayinya mempunyai keistimewaan.
"Tiga hari saya penasaran. Lantas saya lihat. Eh, ternyata benar. Ini adalah anak pertama saya," sambungnya. 
Saat diwawancarai, Ningsih menyatakan belum memberi nama anaknya.
Sumber: http://nasional.vivanews.com/news/read/265482-bayi-bertelinga-lafal-allah-lahir-di-tuban