Minggu, 29 Juli 2012

Hikmah Ramadhan

Hati orang yang beriman tentu berbahagia karena tahun ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertemu kembali kepada bulan Ramadhan dan menjalankan ibadah di dalamnya. Sebab. kita tidak mengetahui apakah Ramadhan tahun ini adalah merupakan Ramadhan terakhir bagi kita atau bukan. Orang yang memiliki keimanan tentunya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Arti Ramadhan asalnya adalah panas yang membakar, dalam hal ini bisa diartikan membakar kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan melalui ibadah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan ini. Tujuannya agar kita bisa memulai hidup seperti terlahir kembali (fitrah). Tiada pinta dan harapan yang paling utama dari seorang muslim selain pengampunan atas dosa dan kesalahannya, dan Ramadhan merupakan kesempatan untuk mendapatkannya. Kalau diibaratkan komputer, Ramadhan seperti melakukan RESET agar kembali ke default semula.
Ramadhan bulan penuh barokah dan manfaat. Siapa saja yang hatinya tidak buta, ia akan menemui banyak kebaikan. Output yang didapatkannya adalah taqwa atau puncak kesempurnaan manusia di hadapan Allah.
Untuk itu marilah kita memanfaatkan momentum Ramadhan ini dengan cara memperkuat rasa takut kepada Allah, belajar agar tidak melakukan apapun kecuali atas perintah Al-Qur’an dan Hadits, jadilah orang yang puas dengan pemberian Allah walau sedikit, persiapkan bekal untuk menuju kematian dan perbaharui niat murni dan tulus karena Allah SWT.
Semoga kita kembali kepada Fithrah.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ


Jumat, 27 Juli 2012

Hikmah Ramadhan

Rahasia Hikmah Puasa
Bagi muslim yang beriman, kehadiran Ramadhan yang mulia tentu merupakan sesuatu yang amat membahagiakan. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, banyak keuntungan dan keberkahan yang akan  diperoleh, baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kelak.
Penting bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian hikmah dari ibadah puasa Ramadhan. Sekurang-kurangnya ada lima rahasia dari hikmah puasa yang bisa dirasakan kenikmatannya dalam kehidupan.
1.      Menguatkan Jiwa. Dalam kehidupan ini, banyak kita dapati manusia yang hidupnya didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanannya dari  bertuhan kepada Allah menjadi bertuhan kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya, surat Al-Jatsiyah;23:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, manusia diharapkan akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan mendatangkan rahmat dan ridha Allah sehingga do’a-do’anya akan dikabulkan Allah.
2.      Mendidik Kemauan. Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu kadang terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
3.      Menyehatkan Badan. Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
4.      Mengenal Nilai Kenikmatan. Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Kadang manusia lupa mensyukuri nikmat yang satu dikarenakan ada nikmat lain yang mungkin dirasakannya lebih besar. Padahal sekecil apapun nikmat itu kita harus mensykurinya. Kita harus merenungi, apa yang kita peroleh sebenarnya sudah sangat menyenangkan bila dibandingkan dengan orang yang lebih susah, karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh. Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk menyadari tingginya nilai kenikmatan yang Allah berikan, agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah, meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman  pada surat Ibrahim;7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
5.      Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain. Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi. Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, di akhir Ramadhan, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman dalam surat At-Taubah;9:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui .
Semoga ibadah puasa Ramadhan dan segenap rangkaian ibadah yang kita laksanakan akan mengantarkan kita menjadi manusia-manusia yang Muttaqin di sisi Allah.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ



Senin, 23 Juli 2012

HIKMAH RAMADHAN

PUASA,  KEBUTUHAN MANUSIA
( Oleh: Drs. Khairul Akmal Rangkuti )

Puasa Ramadhan yang disyari’atkan Allah tidak hanya sekedar kewajiban bagi manusia, tetapi puasa juga merupakan suatu kebutuhan. Dari ungkapan di atas seharusnya timbul pertanyaan apakah manusia perlu melaksanakan puasa ?. Tulisan sederhana ini akan memberikan jawaban tentang pertanyaan diatas, sehingga kita sampai kepada satu kesimpulan bahwa puasa memang merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Manusia diciptakan Allah memilki tiga potensi dasar yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kehidupannya.
Pertama : “ Quwwatul Fikriyah “ .
Maksudnya, bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berfikir, karena Allah memberikan akal kepadanya. Melalui potensi akal ini manusia dapat menentukan tentang nilai baik dan buruk dalam kehidupannya. Namun harus disadari bahwa kemampuan akal manusia dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sangat terbatas dengan pengalamannya. Maksudnya, sering sekali menurut akal manusia sesuatu itu baik ternyata tidak baik menurut Allah. Misalnya, meminum minuman yang memabukkan, berjudi, melakukan seks bebas, mungkin menurut akal manusia baik, ternyata menurut Allah tidak baik. Disisi lain ada pula yang dinilai manusia tidak baik untuk kehidupannya ternyata menurut Allah baik. Misalnya, bersedekah atau mengeluarkan zakat, mungkin manusia memandangnya sesuatu yang merugikan, ternyata perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dicintai Allah, karena disamping menimbulkan sikap solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, disisi lain dapat menimbulkan rasa keterpautan hati antara yang kaya dan yang miskin, akhirnya akan menimbulkan rasa kasih sayang antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat.
Disebabkan keterbatasan manusia dalam menentukan baik dan buruk tersebut, maka Allah berkenan menurunkan syari’atnya, dengan tujuan agar manusia mempunyai dasar dalam menentukan nilai baik dan buruk, sehingga manusia tidak salah dalam menempuh jalan kehidupannya, karena Allah sebagai sang pencipta tidak ingin manusia hidup tanpa memiliki aturan.
Dengan ungkapan diatas dapat dipahami betapa pentingnya agama dalam kehidupan manusia dan agama yang mengatur kehidupan manusia tersebut haruslah agama yang datang dari Allah SWT, sebab Allah sebagai Sang Pencipta maha mengetahui apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, aturan seperti apa yang dapat memberikan kemaslahatan untuk kehidupan manusia, dengan demikian keberadaan agama dalam kehidupan manusia mutlak diperlukan.
Kedua:Quwwatul Ghadhobiyah “ .
Maksudnya, bahwa manusia memiliki pembawaan dasar untuk menolak segala yang merugikan atau yang membahayakan bagi dirinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini, orang yang samasekali tidak pernah belajar ilmu bela diri, secara reflek dia pasti akan mengelak bila dia tahu ada orang yang akan memukulnya. Dalam posisi ini manusia sama seperti binatang, sebab binatang juga mempunyai pembawaan dasar untuk menghindar dari segala yang akan membahayakan dirinya, maka dalam hal ini manusia tidak lebih mulia dari binatang.
Quwwatul Ghadhabiyah ini apabila berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan manusia,  maka yang akan timbul adalah hal yang positif, yaitu manusia dalam hidupnya akan selalu memiliki sikap waspada dalam kehidupannya, sebab dia tidak ingin mengalami sesuatu yang membahayakan dalam dirinya. Namun apabila Quwwatul Ghadhabiyah ini berkembang dalam kehidupan seseoang secara berlebihan, maka yang akan timbul dalam kehidupan seseorang adalah hal yang negatif, orang tersebut selalu mununjukkan sikap pengecut, manusia yang seperti ini tidak siap menghadapi tantangan dalam kehidupan dan selalu takut dalam mengambil keputusan dalam kehidupannya.
Ketiga:  Quwwatus Syahwiyah “.
Maksudnya, manusia mempnyai pembawaan dasar untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkan terhadap dirinya. Dalam tingkatan Quwwatus Syahwiyah ini posisi manusia dan binatang masih sama, hal ini tergantung bagaimana manusia menguasai dorongan Quwwatus Syahwiyah yang berkembang dalam dirinya. Oleh karenanya apabila Quwwatus yahwiyah ini berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan seseorang maka hal positiflah yang akan berkembang dalam dirinya, orang tersebut akan selalu memiliki sikap dinamis, dia ingin selalu berkembang dan orang yang seperti ini biasanya memiliki ethos kerja yang tinggi, karena dia menginginkan hari ini harus lebih baik dari hari yang lalu.
Disisi lain apabila Quwwatus Syahwiyah ini berkembang secara berlebihan dalam kehidupan seseorang, maka yang akan timbul adalah hal yang negatif, orang tersebut akan selalu memiliki sifat serakah, tidak lagi memikirkan apakah orang lain sengsara dan dirugikan karenanya, yang penting dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa berfikir tentang halal dan haram, benar dan salah. Kehidupan seperti ini adalah pola kehidupan binatang, apabila pola kehidupan seperti ini yang berkembang dalam kehidupan manusia, maka jadilah kehidupan manusia itu sama seperti binatang.
Allah sebagai sang pencipta tidak menginginkan manusia hidup seperti binatang, untuk mengantisipasi agar manusia tidak seperti binatang maka ajaran yang paling ideal untuk menghilangkan perilaku seperti binatang tersebut adalah syari’at puasa, karena puasa membawa hikmah yang banyak dalam membentuk kepribadian manusia, diantaranya adalah, bahwa melalui hikmah puasa diharapkan sifat-sifat buruk yang berkembang dalam kehidupan seseorang dapat dihilangkan, seperti sifat serakah, egois, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya. Akhirnya lewat penghayatan ibadah puasa akan muncul sifat-sifat yang baik. Bila demikian halnya, puasa bukan hanya sekedar merupakan kewajiban tetapi puasa juga merupakan kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Dari tiga potinsi dasar yang dimiliki manusia dalam kehidupannya dapat diketahui betapa pentingnya ibadah puasa tersebut, karena disatu sisi ibadah puasa merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan, karena puasa itu adalah perintah Allah, disisi lain ibadah puasa juga merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia. Sebab, banyak terdapat hikmah-hikmah yang dapat dirasakan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kolektif dalam kehidupan masyarakat. Diantara hikmah yang dimaksud adalah diharapkan terbentuknya sikap solidaritas sosial dalam kehidpan manusia, dengan demikian akan berbeda pola kehidupan manusia dan binatang.
Semoga puasa yang kita laksanakan mampu menghantarkan kita menjadi manusia yang memiliki watak dan kepribadian yang mulia sehingga sifat-sifat kebinatangan tidak berkembang dalam kehidupan kita. Karena itu, mari kita jadikan puasa tidak hanya sebatas kewajiban tapi harus kita rasakan bahwa puasa juga merupakan suatu kebutuhan.          
***

Jumat, 20 Juli 2012

Penetapan Awal Ramadhan 1433 H

Pemerintah Tetapkan Awal Ramadhan 1433H, Sabtu 21 Juli 2012
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal puasa Ramadhan 1433 Hijriyah jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Keputusan tersebut merupakan hasil sidang itsbat yang berlangsung di auditorium Kementerian Agama Jalan MH Thamrin No.6, Jakarta, Kamis (19/7) petang.
Sidang penetapan awal Ramadhan yang dipimpin Menteri Agama Suryadharma Ali dihadiri Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin, Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Wahyu Widiana, Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Jazuli Juwaini, Sekjen Kemenag Bahrul Hayat, Dirjen Bimas Islam Abdul Jamil, pimpinan ormas-ormas Islam, duta besar negara sahabat, dan anggota Badan Hisab dan Rukyat Kemenag.
“Sesuai laporan tadi dan pencermatam pertimbangan yang dilakukan di berbagai tempat, bahwa hilal tidak bisa dilihat. Oleh karenanya, 1 Ramadan 1433 H jatuh pada hari Sabtu 21 Juli 2012,” ujar Menteri Agama Suryadarma Ali.
Keputusan itu setelah mendengar pembacaan laporan rukyatul hilal (pengamatan bulan baru) oleh Ketua Badan Hisab dan Rukyat yang juga Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Binmas), Kementerian Agama, Ahmad Jauhari.
“Laporan rukyat yang masuk ke pusat sebanyak 38 lokasi. Semuanya menyatakan tidak melihat hilal,” ujar Jauhari. Titik lokasi pemantauan antara lain Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Sultengara, Sulut, Sultengah, NTT, Bali, NTB, Sulsel, Mamuju, Kaltengah, Kaltim, Kalbar, Kaltim, Kalsel, Jatim, DIY, Jateng, hingga Aceh.
Ahmad Jauhari juga menyebutkan bahwa perhitungan data hisab yang dihimpun oleh Direktorat Jendral Bimas Islam di beberapa titik pemantauan di seluruh Indonesia menyatakan bahwa ijtima menjelang Ramadhan 1433H jatuh pada Kamis 19 Juli 2012, pukul 11.24 menit WIB bertepatan dengan 29 Syaban 1433H
Sebelumnya, perwakilan ormas juga ikut mengobservasi penampakan hilal. Observasi itu bisa disaksikan di layar yang dipasang di lantai dua gedung utama kantor Kementerian Agama , Jl MH Thamrin Jakarta Pusat, sejak pukul 17.00 WIB, Kamis (21/7). Mereka melihat titik-titik observasi hilal di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia lewat layar.