Selasa, 14 Desember 2010

MENANAMKAN PENDIDIKAN DASAR AGAMA SEJAK DINI KEPADA ANAK


MENANAMKAN PENDIDIKAN DASAR AGAMA SEJAK DINI KEPADA ANAK
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti
         Perkembangan kepribadian seorang anak sangat tergantung kepada pendidikan yang diterima oleh sang anak terutama dari orang tuanya, terlebih-lebih dalam hal pendidikan agama, karena itu peran aktif orang tua dalam memberikan pendidikan terhadap anak-anaknya sangat menentukan sekali terhadap perkembangan kehidupan sang anak di masa yang akan datang, karena itu ajaran Islam memerintahkan kepada setiap orang tua agar menanamkan pendidikan agama kepada anak-anaknya dari sejak dini agar nantinya perkembangan kehidupan mereka diwarnai dengan nilai-nilai yang baik, memiliki budi pekerti dan memiliki kepribadian yang mulia.
           Pendidikan dasar agama yang harus diterapkan setiap orang tua kepada anak-anaknya dapat mengacu kepada seorang tokoh pendidikan yang namanya diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, beliau adalah Luqman Al-Hakim.
Siapa sebenarnya Lukman Al-Hakim ?. Banyak riwayat yang mengemukakan tentang pribadi Luqman, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Ibnu Ishak, bahwa dia adalah Luqman bin Ba’ura bin Nahur bin Tariha, yang hidup dimasa Nabi Ibrahim as, tapi ada yang mengatakan dia hidup dimasa Nabi Ayyub as.
Luqman Al-Hakim bukan seorang Nabi dan Rasul tetapi dia adalah seorang ahli hikmah yang kata-katanya penuh dengan hikmah dan nasihat terutama nasihat-nasihat yang selalu disampaikan kepada anak-anaknya. Sebagian nasihat Luqman tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan sebagian terdapat di dalam riwayat-riwayat yang ada. Pola pendidikan yang ditanamkan Luqman kepada anaknya mencakup empat pundamen dasar, yaitu :
Pertama: Menanamkan akidah / Keimanan yang kokoh kepada Allah swt. agar tidak berbuat syirik kepadaNya, hal ini tergambar melalui nasihat Luqman yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13:
وَاِذ ْ قـَالَ لـُقـْمَـانُ لاِبْـنِـه وَهـُوَ يَـعِـظُـه يـبُـنـَيَّ لا َ تـُشـْرِكْ بـِاللهِ اِنَّ الـشـِّـرْ كَ لـَظُـلـْـمٌ عَـظِـيْـمٌ .                         
Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang   besar ".
Iman adalah merupakan pundamen dasar dalam kehidupan beragama seseorang, bila imannya kepada Allah sudah kokoh maka dapat diyakini agama seseorang akan baik bahkan keimanannya tersebut yang akan memberikan dorongan kepadanya untuk selalu menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt.
Kedua   : Menanamkan kesadaran bahwa perbuatannya senantiasa diketahui oleh Allah. Hal ini tergambar melalui firman Allah pada surat Luqman ayat 16 :
يـبـُنـَيَّ اِنـَّـهَـا اِنْ تـَكُ مِـثـْـقـَالَ حَـبـَّـةٍ مِـنْ خـَرْدَ لٍ فـَـتـَـكـُنْ فِـيْ صَـخـْرَ ةٍ اَوْ فِـى الـسـَّمـوتِ اَوْ فِـى اْلا َرْضِِ يـَأ ْتِ بـِـهَـا اللهُ اِنَّ اللهَ لـَطِـيْـفٌ خـَـبـِـيْــرٌ.
Artinya : (Luqman berkata): " Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui “.
                Kesadaran seperti ini perlu dalam kehidupan seseorang sebab dengan kesadaran tersebut seseorang akan selalu merasakan bahwa Allah selalu dekat dengannya, dengan demikian kehidupannya akan selalu menunjukkan sikap berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena dia selalu merasa senantiasa diawasi oleh Allah swt.
Ketiga   : Menanamkan kepada anaknya agar selalu melakukan ibadah dan melaksanakan Amar Makruf - Nahi Mungkar. Nasihat Luqman ini juga tercantum pada surat Luqman ayat 27:
يـبـُنـَيَّ اَ قـِمِ الـصـَّلـوة َ وَأ ْ مُـرْ بـِـا لـْمـَعـْرُوْفِ وَانـْهَ عَـن ِ الـْمـُنـْـكـَــِر وَاصْـبـِـرْ عَـلى مَـا اَصـَا بـَـكَ اِنَّ ذ لكَ مِـنْ عَـزْمِ اْلا ُمُـوْ ِر. 
Artinya : “   Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)   ( Q. S. Luqman :  17 )                                        
                Melakukan ibadah adalah merupakan ciri dari seseorang yang menunjukkan sikap patuhnya terhada ajaran agama yang dia yakini, dalam hal ini adalah ajaran agama Islam. Begitu juga dalam melaksanakan Amar makruf - Nahi mungkar adalah merupakan usaha dalam perjuangan menagakkan agama Allah, sebaliknya dalam melaksanakan Amar Makruf - Nahi Mungkar,  tentu akan banyak mengalami rintangan dan dalam menghadapi rintangan tersebut dituntut pula agar bersabar.
Keempat: Menanamkan Akhlak yang mulia.
                Akhlak yang mulia adalah merupakan perhiasan hidup bagi manusia, dia akan hidup terpuji apabila memiliki akhlak yang mulia. Setinggi apaun jabatan seseorang, sebanyak apapun kekayaannya dan sedalam apapun ilmu pengetahuannya bila tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia dia tidak akan mendapat kemuliaan yang sesungguhnya. Nasihat Luqman yang berkaitan dengan akhlak ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Luqman ayat 18 – 19 :
وَلا َ تـُصَـعِّـرْ خـَدَّ كَ لِـلـنـَّـا ِس وَلا َ تـَمْـِش فـِى اْلا َرْ ِض مـَرَحًـا اِنَّ اللهَ لا َيُـحِـبُّ كـُـلَّ مُـخـْــتـَـا ٍل فـَـخُـوْ ٍر. وَاقـْصِـدْ فِىْ مَـشـْيـِـكَ وَاغْـضُـضْ مِـنْ صَـوْ تـِكَ اِنَّ اَنـْـكـَرَ اْلاَصْـوَاتِ لـَصَـوْتُ الـْـحَـمِـيْــِر .                                                          
Artinya : “ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai “.
Empat pundamen sebagai pola pendidikan dasar yang ditanamkan Luqman Al-Hakim kepada anaknya adalah merupakan hal yang sangat mendasar dan akan membawa pengaruh dalam perilaku hidup bagi seorang anak terhadap perkembangan kehidupannya dimasa yang akan datang.
                Nasihat Luqman terhadap anaknya seperti yang telah dikemukakan di atas adalah merupakan nasihat-nasihat Luqman yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, sementara nasihatnya yang lain banyak ditemukan dalam berbagai kitab, diantaranya nasihat-nasihat Luqman yang termuat dalam kitab “ Luqman Al-Hakim dan hikmat-hikmatnya “.
Diantara nasihat yang sangat menarik dalam kitab tersebut antara lain adalah:
يَا بُـنـَيَّ اِنَّ الـدُّنـْيـَا بـَحْـرٌ عَـمِـيْـقٌ غَـرِقَ فِـيْـهِ خَـلْـقٌ كـَثِـيْـرٌ فَـلْـتـَكُـنْ سَـفـِيْـنـَتـَكَ فـِيْـهِ اْلإيْـمَـانُ وَلْـيـَكـُنْ حَـشْـوُهَـا الـتـَّقْـوَى وَلْـيـَكـُنْ شِـرَاعُـهَـا الـتـَّـوَكـُّـلُ فـَعَـسَى اَنْ تـَنـْجُـوْا ومَـا اظُـنـُّكَ بـِنـَاجٍ.                                                                                     
Artinya :   “ Hai anakku, sesungguhnya dunia ini tidak obahnya seperti lautan dalam yang menenggelamkan banyak orang, maka gunakanlah iman sebagai bahtera untuk mengharunginya, berisikan takwa dan berlayarkan tawakkal. Semoga kamu selamat, tapi aku sendiri sangsi akan keselamatanmu ”.
                Kata-kata Luqman yang berisikan mutiara hikmah dan nasihat tersebut sungguh sangat mendasar sekali sebagai bekal dalam kehidupan, yaitu hidup di dunia diibaratkan seperti orang yang sedang mengharungi lautan yang sangat dalam, yang tidak pernah luput dari terpaan ombak dan badai, tentunya perlu perahu yang kokoh dan sanggup menahan hantaman ombak dan badai, punya muatan dan bekal yang cukup sampai keseberang dan harus punya layar terkembang yang akan memudahkan untuk mengarahkan perahu agar bisa selamat ke tempat tujuan.
Bila hidup ini diibaratkan seperti mengharungi lautan yang sangat dalam maka seseorang yang hidup di dunia ini tentu memerlukan perahu yang akan menyelamatkannya, dan perahu yang dimaksud adalah iman, sebab seseorang yang sudah beriman kepada Allah, jalan kehidupan yang ditempuhnya akan selalu menuju kepada nilai-nilai kebaikan karena imannya yang selalu mendorongnya untuk melakukan kebaikan
Setelah memiliki iman sebagai perahu maka perahu itupun harus diisi dengan muatan sebagai bekal dan bekal tersebut adalah perilaku takwa dan setelah itu harus memiliki layar yang mampu mengarahkan perahu tersebut mencapai tempat tujuan dan layar tersebut adalah tawakkal kepada Allah swt.
Pola pendidikan yang telah dicontohkan oleh Luqman seperti yang telah diuraikan di atas kiranya dapat menjadi pedoman bagi ummat Islam dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terutama dalam pendidikan agama, sehingga anak-anak yang merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tuanya dapat menjalani kehidupan dengan dasar pengenalan agama yang dilandasi dengan iman dan takwa kepada Allah serta dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian anak tersebut benar-benar menjadi cahaya mata dan belahan jiwa serta menjadi anak-anak yang dapat dibanggakan orang tuanya bahkan berguna bagi agama, bangsa dan negara.

***


MANUSIA YANG HATINYA TELAH MATI

MANUSIA YANG HATINYA TELAH MATI
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti

Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika harta bendanya habis. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.

Mati bukan hanya ketika seseorang telah menghembuskan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati biologis. Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan." (HR At-Thabrani dari Ammar RA).
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (lihat QS al-Baqarah: 154).

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبيلِ اللّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاء وَلَكِن لاَّ تَشْعُرُونَ

Artinya : “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati. Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain. Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain:
1.     Kurang berinteraksi dengan kebaikan.
2.     Kurang kasih sayang kepada orang lain.
3.     Mendahulukan dunia daripada akhirat.
4.     Tidak mengingkari kemungkaran.
5.     Menuruti syahwat.
6.     Lalai dan senang berbuat maksiat.
Ada tiga hal yang bila kita tinggalkan akan menyebabkan kematian hati.
1.     Meninggalkan shalat, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan

Firman Allah dalam Surat Al-Ankabut : 45:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Firman Allah dalam Surat Maryam : 59,
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً
Artinya : Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan,

2.     Meninggalkan sedekah. Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan. Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
3.     Ketiga, meninggalkan zikrullah adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati
Firman Allah dalam surat Ar-Ra'd: 28:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya :  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.



Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
Ya Allah yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami untuk berbuat ta’at kepada perintahMu dan perintah RasulMu. Hidupkanlah kami dalam iman dan Islam dan matikanlah kami tetap dalam iman dan Islam. Amiin………………………………………………!