Kamis, 15 Agustus 2013

Melestarikan Nilai-Nilai IbadahRamadhan

Melestarikan Nilai-Nilai IbadahRamadhan
Ramadhan sudah semakin jauh meninggalkan kita, setelah Ramadhan berakhir bukan berarti berakhir suasana ketaqwaan kita kepada Allah, justeru tugas kita adalah membuktikan apakah ibadah Ramadhan berhasil menempa kita menjadi manusia yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya atau tidak. Pembuktian itu dapat terlihat dari prilaku hidup seseorang setelah Ramadhan, disinilah letak pentingnya melestarikan nilai-nilai Ibadah Ramadhan.
Sekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan, paling tidak sampai Ramadhan tahun yang akan datang.
Pertama: Menjaga diri dari perbuatan dosa. Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan diharapkan dapat memperoleh ampunan Allah, semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita harus menjaga diri dari perbuatan yang mendatangkan dosa. Ibarat pakaian yang sudah di dibersihkan hendaknya jangan lagi dikotori. Demikian juga diri kita yang sudah mendapat ampunan Allah, jangan lagi tercebur ke dalam perbuatan dosa agar kesucian itu dapat dipertahankan.
Secara harfiyah, Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa. Kalau dosa kita ibaratkan seperti pohon, maka apabila pohon itu sudah dibakar, tentu pohon tersebut tidak mudah tumbuh kembali, bahkan bisa jadi mati. Demikian pula dengan dosa-dosa kita, manakala sudah dibakar dengan ibadah Ramadhan seyogianya kita tidak melakukannya lagi. Dengan demikian, jangan sampai perbuatan dosa yang kita hindarkan melakukannya pada bulan Ramadhan hanya sekadar ditahan-tahan, kemudian setelah Ramadhan  dilakukan kembali. Kalau demikian adanya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang cabang-cabangnya sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi cabang-cabang yang lain. Sebagai seorang muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi dihadapan Allah swt, sebagaimana firman-Nya:
ِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS Al A’ra]:40).
Kedua: Berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Selama puasa Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan sesuatu, sebab kita tidak ingin ibadah puasa yang dilakukan menjadi sia-sia. Ramadhan dapat juga diartikan mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dapat membelah atau membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku. Sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat penting sehingga dalam hidupnya seorang muslim tidak asal melakukan sesuatu, apalagi sekadar mendapat nikmat secara duniawi.
Kehati-hatian dalam hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT, karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekadar ikut-ikutan dalam melakukannya, Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS Al Isra :36)
Ketiga: Melestarikan sikap jujur. Ketika berpuasa di bulan Ramadhan manusia cenderung menjaga sikap jujur, karena ia takut puasanya menjadi tidak bermilai dihadapan Allah, karena itu orang yang berpuasa selalu menjaga nilai-nilai kejujuran ini. Dia  jujur dalam berperilku dan berucap. Sikap jujur ini perlu dilestarikan selepas Ramadhan, sebab dengan kejujuran yang dimiliki oleh seseorang dapat menciptakan tatanan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang lain, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya. Bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan ke depan, maka tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan yang kita lakukan berarti menemukan kegagalan, meskipun secara hukum, ibadah puasanya tetap sah.
Ke-empat: Melestarikan semangat berjama’ah. Selama pelaksanaan ibadah yang kita lakukan pada bulan Ramadhan semangat berjama’ah begitu nampak terlihat. Hal ini dapat dibuktikan ramainya masjid-masjid atau tempat-tempat ibadah lainnya dipenuhi oleh ummat Islam untuk melaksanakan ibadah secara berjama’ah, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnat, sehingga kebersamaan sepanjang bulan Ramadhan benar-benar dapat dirasakan. Kondisi seperti ini perlu dilestarikan selepas Ramadhan agar ummat Islam menjadi kokoh dalam persatuan.
Disamping itu, ibadah Ramadhan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas sosial kepada mereka yang menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan, itupun sudah kita tunjukkan dengan zakat yang kita tunaikan. Karena itu, semangat berjamaah kita sesudah Ramadhan semestinya menjadi lebih baik lagi, apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian, sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap memerlukan  pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah SWT mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah, yang saling kuat menguatkan antara satu dengan yang lain, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS Ash Shaf :4)
Ke-lima:Melestarikan pengendalian diri.  Puasa Ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang bukan pokok. Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang penting, bila tidak,  kehidupan ini akan berjalan seperti tanpa aturan, tidak ada lagi halal dan haram, tidak ada lagi haq dan bathil, bahkan tidak ada lagi yang pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak sopan. Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal oleh Allah. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ
لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya  untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang  ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al A’raf :179).

Dengan demikian, perlu kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan hanya pada bulan Ramadhan semata, tapi penting untuk disadari adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu melestarikan nilai-nilai kebaikan yang telah dilakukan selama bulan Ramadhan.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ