Selasa, 26 April 2011

Tilawah Al-Qur'an Oleh: Syaikh Musthafa Ismail

Bacaan Al-Qur'an Oleh: Syaikh Musthafa Ismail, Qori' Mesir.

Semut, Laba-Laba dan Lebah


Semut, Laba-Laba dan Lebah
Tiga binatang kecil menjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur’an, yaitu An-Naml (semut), Al-‘Ankabut (laba-laba), dan An-Nahl (lebah).
Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun. Kelobaannya sedemikian besar sehingga dia berusaha dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya, meskipun sesuatu tersebut tidak berguna baginya.
Dalam surah An-Naml antara lain diuraikan sikap Fir’aun, juga Nabi Sulaiman yang memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia baik sebelum dan sesudahnya. Ada juga kisah seorang raja wanita yang berusaha menyogok Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.
Lain lagi uraian Al-Qur’an tetntang laba-laba: Sarangnya adalah tempat yang paling rapuh.
وَإِنَّ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ …………………
Artinya: …………….. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui).
Namun ia bukan tempat yang aman, apapun yang berlindung di sana atau disergapnya akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai berhubungan seks disergapnya untuk dimusnahkan oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian ahli. Sebuah gambaran yang sangat mengerikan dari jenis binatang ini.
Akan halnya lebah, memiliki insting yang dalam bahasa Al-Qur’an “ atas perintah Tuhan ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal”.
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتاً وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Artinya :”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
Sarngnya dibuat berbentuk segi enam bukan lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Yang dimakannya adalah saripati kembang dan tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya. Lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang dan madu menurut Al-Qur’an dapat menjadi obat yang menyembuhkan.
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya :” kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan".(Surah An-Nahl:69).
Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mau mengganggu kecuali dia diganggu, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang. Jelas ada manusia yang hidupnya “berbudaya semut”, yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu tanpa mengolahnya, dan memnumpuk materi atau makanan tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya. Budaya semut adalah budaya menumpuk yang disuburkan oleh budaya mumpung. Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung dari budaya ini yang mengundang hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukum indah untuk dipandang dan bermanfa’at untuk digunakan. Dapat dipastikan  bahwa dalam masyarakat kita, banyak sekali semut-semut yang berkeliaran.
Entah berapa banyak pula jumlah laba-laba yang berkeliaran disekitar kita, yaitu mereka yang tidak lagu butuh berpikir apa, di manan dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah siapa lagi yang mereka jadikan mangsa.
Nabi saw. mengibaratkan kehidupan Mukmin seperti lebah, sesuatu yang tidak merusak dan tidak pula menyakiti bila tidak disakiti, tidak memakan sesuatu kecuali yang baik-baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfa’at dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.
Dapatkah kita menjadi ibarat lebah, bukan semut apalagi laba-laba?.
Sember : Lentera Hati, M.Quraish Shihab.