Pada abad pertengahan ada seorang hukama’ yang bernama Ahnaf bin Qais. Suatu kesempatan ia pernah ditanya oleh orang-orang yang gelisah melihat perilaku masyarakat yang sedang mengalami berbagai kebobrokan dalam kehidupan, yang sudah tidak lagi mementingkan nilai-nilai kemuliaan.
Wahai tuan guru, dengan kondisi masyarakat seperti sekarang ini, apakah ada yang tersisa pada kita yang masih dapat kita banggakan?.
Hukama’ tadi menjawab: ‘Aqlun Ghoriziyyun (Akal yang jernih). Orang-orang berkata: Tuan, sekarang sangat sulit mendapatkan orang yang akalnya masih jernih, kalau akal jernih tidak punya lalu adakah hal lain yang dapat dibanggakan?, tanya mereka.
Hukama kembali menjawab: Adabun shalihun (sopan santun yang terjaga). Saat ini masyarakat juga sudah tidak lagi menjaga sopan santun Tuan…..! Apakah ada selain dua hal itu yang dapat kita banggakan?.
Jawab Hukama’: Shohibun muwafiqun (sahabat sejati ). Orang-orang pun berkata: waduh…..! sahabat sejati juga susah didapat, karena orang tidak lagi membela yang benar tetapi membela yang bayar. Masih adakah selain yang tiga itu wahai tuan guru?
Jawab Hukama’: Qalbun murabbithun (hati yang peka ), Wah, lagi-lagi yang itu juga saat ini jarang didapat, kata orang-orang. Sekarang kebanyakan orang hatinya gelap, tidak peka, nuraninya mati. Apakah masih ada yang dapat kita banggakan wahai tuan guru?.
Sang Hukama’ kembali menjawab: Thul as shumti (banyak diam). Benar, benar, benar, sebab diam itu emas, kata mereka. Namun sejenak kemudian diantara mereka ada yang berkata, tapi tuan guru, sekarang ini, semuanya mau bicara meski asal bicara, walaupun yang dibicarakan bukan bidang ilmu yang dikuasainya, sekarang ini sulit mencari orang yang mau diam merenung. Kalau lima hal itu juga tidak punya, masih adakah yang dapat kita banggakan tuan guru?.
Sang guru menjawab, Ada, dan ini adalah yang terakhir, yaitu; Mautun hadirun (hadirnya kematian). Mendengar jawaban dari Hukama tersebut semua yang hadir terdiam dan tertunduk, sejenak kemudian terdengar suara serempak mendesah mengucapkan kalimat “Subhanallaaah”.
Jadikan kisah di atas untuk menjadi renungan bagi kita semua……………….!