Jumat, 27 April 2012

Empat Jenis Manusia

Empat Jenis Manusia
Ada empat jenis manusia:
Pertama: Manusia yang tahu, tetapi dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia tahu. Itulah orang yang lalai. Oleh sebab itu berilah dia peringatan. Sebab, orang yang seperti ini mudah dimanfaatkan orang lain.
Kedua: Manusia yang tidak tahu, dan tidak tahu pula bahawa dia tidak tahu. Itulah orang yang bodoh dan degil. Inilah orang yang disebut sok pintar, bicaranya selalu meninggi walaupun sebenarnya ilmunya tidak ada. Jauhilah orang yang seperti ini sebab bibit kesombongan ada pada dirinya.
Ketiga: Manusia yang tidak tahu dan dia mengerti bahawa dia tidak tahu. Itulah orang yang awam. Oleh karena itu, ajarilah mereka sebab mereka perlu arahan dan bimbingan.
Keempat: Manusia yang tahu dan dia tahu pula bahawa dia memang tahu. Itulah orang yang berilmu. Oleh sebab itu, bergaullah dengan mereka, raihlah ilmu daripadanya, sebab engkau akan beruntung bila bergaul dengan mereka.
Ketahuilah …… Bahwa Imam Syafi’i pernah berkata:

Kalau aku berdebat dengan orang yang pintar pasti aku selalu menang. Tetapi kalau aku berdebat dengan orang yang bodoh, aku akan selalu kalah.

Apa maksudnya…………….?.
Maksud adalah: Kalau Imam Syafi’i berdebat dengan orang yang pintar, kendatipun Dia kalah dalam berdebat, Dia tetap merasa menang, sebab dengan argumentasi yang dikemukakan oleh lawan bicaranya, Imam Syafi’i merasa bahwa dia mendapatkan ilmu dari orang tersebut, dan itu adalah suatu keberuntungan dan kemenangan. Tapi apabila dia berdebat dengan orang yang bodoh, walaupun Imam Syafi’i  menang dalam perdebatan tersebut, tetap saja dia merasa kalah. Sebab, Imam Syafi’i merasa bahwa dia tidak mendapatkan ilmu dari lawan bicaranya.

Sayangnya……….! Dewasa ini banyak orang yang tidak tahu, tapi selalu merasa tahu, sehingga tidak heran, yang tidak meguasai ekonomi-pun di sebut Pakar Ekonomi, yang tidak menguasai Hukum Tata Negara disebut Pakar Hukum Tata Negara, yang tidak menguasai undang-undang disebut Pakar hukum dan lain sebagainya. Yang lebih celaka lagi adalah yang tidak menguasai agama disebut pakar agama dan ulama’. Maka tidak heran kalau fatwanya menyimpang dari ajaran yang sebenarnya, sebab dia tidak mengerti tentang wajah istidlal dalam mengambil ketetapan hukum dari Al-Qur’an dan Hadits.
Kalau begitu benar kata Rasul: “Apabila suatu persoalan/urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”.

Saudaraku…………………..!
Bagaimana dengan kondisi kita di Indonesia?. Apakah penomena seperti paparan di atas terjadi di bumi pertiwi ini?.

Tentu jawabannya ada di benak Anda……………………………………!

Mari kita bekerja sesuai dengan disiplin ilmu yang kita miliki. Dan ingatlah, manusia itu masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun yang perlu kita sadari adalah……….. Kelebihan yang ada pada diri kita bukan untuk di sombongkan, dan kekurangan yang ada jangan merasa diri menjadi rendah dan hina.