Senin, 15 Oktober 2012

Adil Memimpin Arif Bertindak


Menilik Kepemimpinan Abu Bakar
( Refleksi; terkait pelantikan Gubernur DKI-Jokowi-Ahok)

Pasca wafatnya Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq dipilih dan disepakati oleh kaum Muslimin melalui musyawarah mupakat untuk menjadi pemimpin menggantikan Rasulullah SAW.
Banyak kesulitan yang dihadapi Abu Bakar dalam kepemempinannya. Di satu sisi beliau menggantikan posisi Rasulullah yang begitu berwibawa dan dipatuhi oleh ummat. Di sisi lain Abu Bakar menghadapi gejolak yang timbul dikalangan ummat setelah wafatnya Rasul. Gejolak yang dimaksud diantaranya; Banyaknya diantara ummat Islam yang murtad setelah wafatnya Rasulullah. Dilain pihak adanya orang yang mengaku menjadi Nabi (Musailama Al-Kazzab) dan memiliki pengikut yang tidak sedikit. Dan adanya dikalangan ummat Islam yang tidak mau membayar zakat.
Terhadap kelompok-kelompok ini Abu bakar memprioritaskan untuk menumpasnya, karena beliau memandang kelompok-kelompok ini akan menjadi batu sandungan dalam kepemimpinannya, yang lambat laun apabila mereka tidak di tumpas habis tentu akan mempengaruhi terhadap persatuan ummat.
Abu Bakar menyadari betapa beratnya mentranspormasi konsep "Jama’ah Islamiyah" menjadi "Daulah Islamiyah". Abu Bakar menyadari pula bahwa untuk mencapai utuhnya suatu bangsa sangat tergantung kepada kebijaksanaan pemimpinnya. Karena itu, Abu Bakar juga melakukan langkah-langkah untuk menjalin kesatuan hati dan pemahaman yang sama tentang konsep kekuasaan, kendatipun tentu perbedaan pandangan dalam memahami suatu persoalan sangat dimungkinkan untuk terjadi, tetapi perbedaan pandangan itu harus tetap bermuara kepada sikap patuh kepada pemimpin. Untuk mencapai hal tersebut Abu Bakar telah menerapkan konsep kepemimpinan yang benar, yaitu pemimpin yang di taati oleh masyarakatnya.
Program pertama yang digagas Abu Bakar adalah memerangi orang-orang murtad (keluar dari agama Islam) pasca wafatnya Rasulullah SAW. Memerangi orang yang mengaku menjadi Nabi dan segenap pengikutnya. Juga menindak mereka-mereka yang tidak mau membayar zakat. Untuk menyukseskan gagasan tersebut, Abu Bakar melakukan berbagai rangkaian pendekatan dan konsultasi kepada para sahabat. Sebagian sahabat setuju, namun ada juga yang menentang. Namun, walaupun mereka berbeda pandangan, tidak satu pun diantara mereka yang tidak mematuhi kepemimpinan beliau. Sebab mereka sadar perselisihan yang mengabaikan persatuan tentu tidak menguntungkan dan Islam tidak akan jaya. Oleh karenanya, ketaatan kepada pemimpin menjadi perkara yang wajib bagi para sahabat karena di dalamnya terkandung kekuatan, kebaikan, kemuliaan dan keagungan.
Salah-satu contoh tentang sikap taat yang ditunjukkan ummat Islam kepada Abu Bakar yaitu, ketika Abu Bakar menunjuk Usamah bin Zaid menjadi pimpinan pasukan perang ummat Islam, banyak diantara sahabat yang tidak setuju. Alasan mereka bahwa Usamah masih relatif muda untuk memimpin peperangan di Medan tempur, sementara banyak lagi sahabat-sahabat lain yang lebih mumpuni dan berpengalaman. Akan tetapi, Abu Bakar meyakinkan mereka bahwa Usamah mampu untuk melaksanakan tugas berat itu. Setelah Abu Bakar meyakinkan mereka dan bertekad melaksanakan gagasannya, semua sahabat tanpa kecuali taat dan menjalankan perintahnya. Para sahabat tetap mengambil sikap untuk taat kepada pemimpin karena ketaatan kepada pemimpin memiliki rahasia untuk memperoleh kekuatan, kebaikan, kemuliaan dan keagungan.
Hasilnya Nampak jelas, dalam waktu yang relatif singkat, kaum Muslimin berhasil menjalin persatuan yang kuat, disamping mengangkat martabat, kemuliaan dan keagungan umat Islam. Orang-orang murtad berhasil ditumpas. Musailamah Al-Kazzab yang mengaku Nabi dengan segenap pengikutnya berhasil dilumpuhkan, kendatipun dengan pengorbanan banyaknya yang gugur menjadi syuhada, termasuk mereka-mereka yang hafal Al-Qur’an.
Demikianlah etika mulia dari para sahabat dalam kisah kepemimpinan yang memprioritaskan kepentingan ummat dibanding kepentingan diri sendiri maupun kelompok.
Dengan tonggak-tonggak kepemimpinan yang sudah dipancangkan oleh Rasulullah, diikuti oleh Abu Bakar dan khalifah-khalifah berikutnya, ummat Islam mengalami kemajuan dan kejayaan.
Selayaknya kita saat ini kembali mengacu kepada sistem masyarakat Islam yang sudah di ukir dengan tinta emas oleh sahabat-sahabat Nabi. Baik sebagai seorang pemimpin maupun sebagai rakyat biasa.
Beberapa wilayah di Indonesia saat ini disibukkan dengan PILKADA. Khususnya Daerah Ibu Kota Jakarta yang hari ini (15 Oktober 2012) Gubernur dan wakil Gubernur terpilih (JOKOWI Dan AHOK) siap dilantik.
Mampukah mereka memimpin DKI Jakarta yang terdapat segudang persoalan yang harus diselesaikan?. Hal ini tentu kembali kepada komitmen mereka saat-saat kempanye ketika menarik simpati masyarakat DKI. Yang jelas, masyarakat DKI banyak menaruh harapan kepada mereka.
Yang tidak kalah pentingnya, sosok pemimpin hari ini selayaknya meneladani pola kepemimpinan yang sudah dicontohkan Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya.
Kuncinya tidak lain adalah; Jabatan tidak boleh dipandang sebagai anugerah. Tetapi….. Jabatan harus dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan, baik di dunia terlebih-lebih di akhirat.