Senin, 10 Januari 2011

KAJIAN ISLAM

Musibah; Rahmat atau Murka Tuhan?
Musibah dalam bahasa Indonesia diartikan “bencana”, “kemalangan”, dan “cobaan”. Dalam Alquran ada 67 kali kata yang seakar dengan kata musibah dan 10 kali kata musibah. Musibah pada mulanya berarti “sesuatu yang menimpa atau mengenai”. Sebenarnya sesuatu yang menimpa itu tidak selalu buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu yang baik. Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk, tetapi karena boleh jadi apa yang kita anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka Alquran menggunakan kata ini untuk sesuatu yang baik dan buruk.(QS. al-Baqarah: 216).
Alquran mengisyaratkan bahwa seseorang tidak disentuh oleh musibah kecuali karena ulahnya sendiri, tetapi disisi lain, ketika Alquran berbicara tentang bala, dikatakannya musibah itu datang dari Allah Swt. Tidak ada musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah ketika kita berbicara tentang bala (yang diartikan juga bencana). Sebenarnya bala pada mulanya berarti “menguji” bisa juga berarti “menampakkan”. Seseorang yang diuji itu dinampakkan kemampuannya.
Itu sebabnya Allah Swt. menyatakan: “Allah yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2). Kita lihat ujian/bala datangnya dari Allah. “Kami pasti akan menguji kamu sampai Kami tahu siapa orang-orang yang berjihad di jalan Allah dan bersabar.” (QS. Muhammad: 31) Allah menurunkan bala tanpa campur tangan manusia. “Kami pasti menurunkan sedikit rasa takut, sedikit rasa lapar… Berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 255)
Hidup ini ujian. Ujian ini bisa berupa sesuatu yang disenangi, bisa juga berbentuk sesuatu yang tidak disenangi. Siapa yang mengira bahwa kekayaan dan kesehatan adalah tanda cinta Allah maka dia telah keliru. Siapa yang menduga bahwa suatu hal yang terasa negatif adalah tanda benci Allah, itupun dia telah keliru. Allah mengecam kepada orang-orang yang apabila diberi nikmat olehNya, lantas berkata, “Saya disenangi Allah,” dan kalau Allah menguji dia sehingga mempersempit hidupnya, dia lantas berkata, “Allah membenci saya, Allah menghina saya.”
Jangan duga, saudara-saudara kita yang meninggal dan ditimpa musibah itu dibenci Allah. Jangan duga yang menderita itu dimurkai Allah. Jangan duga yang berfoya-foya disenangi Allah. Kallâ! Tidak! Di sini Allah menggunakan kata bala yang artinya menguji, karena itu jangan cepat-cepat berkata bahwa bencana itu murka Allah.
Dulu zaman Nabi, banyak sahabat gugur di medan perang, bahkan Nabi pun terluka. Allah Swt. pasti tidak benci pada Nabi, sehingga beliau terluka. Allah pasti merestui sahabat yang gugur itu, walaupun mereka menderita. Ketika itu turun ayat: Artinya“Jangan merasa rendah hati, jangan merasa terhina, jangan larut dalam kesedihan. Kamu adalah orang-orang yang mendapat kedudukan yang tinggi selama kamu beriman.” Di surah Âli ‘Imrân, Allah berfirman, tujuan Allah turunkan cobaan ini adalah supaya Allah mengangkat dari kalangan kamu sebagai syuhada.
Kita bisa berkata bahwa yang gugur mendapatkan bencana ini, disiapkan oleh Allah tempat yang tinggi, karena mereka adalah orang-orang mukmin. Dan tujuan Allah turunkan bencana ini adalah supaya Allah mengetahui siapa orang yang benar-benar beriman dan yang tidak. Karena itu jangan menggerutu, karena Allah memberikan tempat yang sebaik-baiknya. Allah Swt. berfirman bahwa Dia juga akan membersihkan hati kamu dan menghapus dosa-dosa kamu. Agama mengingatkan kita semua bahwa Allah punya tujuan.
Dalam hidup ini, Allah menciptakan manusia untuk tujuan tertentu. Dalam sebuah hadis, Allah menciptakan makhluk yang ditugaskannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya yang lain. Ada orang kaya yang diberi kekayaan, yang sebenarnya dipilih Allah agar orang itu memberi bantuan kepada orang yang butuh. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dipilih Allah itu. Ada lagi orang yang diciptakan Allah untuk menjadi “alat”Nya untuk mengingatkan orang lain. Para syuhada ini adalah alat-alat yang dipilih Allah. Itu sebabnya kita baca di dalam Alquran ada istilah ‘ibâdullâh mukhlashîn atau hamba-hamba Allah yang dipilih.
Sekarang ini banyak orang yang lengah dan lupa kepada Allah. Memang rutinitas sering menjadikan kita lupa kepada Allah. Karena itu kita perlu diingatkan. Ada orang-orang yang tidak menyadari adanya Allah karena melihat segala sesuatu berjalan harmonis. Allah ingin mengingatkan orang-orang tersebut, bahwa jangan duga Allah telah lepas tangan. Diingatkannya manusia melalui bencana. Kalau dulu sekian banyak orang yang lupa Allah, sekarang Dia mengingatkan kita melalui rahmat-Nya.
Itu sebabnya di dalam Alquran, disebutkan: Artinya:“Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak mengambil pengajaran?” (QS. at-Taubah: 126). Jadi sekali lagi, saya tidak melihat ini sebagai murka Allah. Ini rahmat-Nya kepada kita yang hidup, supaya kita ingat kepada Allah, supaya lebih dalam lagi solidaritas kita, supaya kita lebih dekat lagi kepada Allah, supaya lebih terasa lagi kehadiran Allah. Dan yang gugur, yang luka, yang menderita itu dijadikan oleh Allah sebagai alat-alat-Nya untuk mengingatkan kita, itulah mereka yang dinamai dengan ‘ibâdullâh mukhlashîn atau hamba-hamba Allah yang terpilih.
Dia pilih orang-orang yang gugur, Dia pilih anak-anak, Dia pilih orang-orang tua, untuk Dia jadikan syuhada; Dia jadikan saksi-saksi, Dia jadikan alat-alat-Nya. Untuk siapa? Untuk kita yang hidup. Allah tidak menyia-nyiakan mereka. Di dalam hadits, Allah katakan, “Seandainya bukan karena anak-anak yang masih menyusu, seandainya bukan karena orang tua yang sedang bungkuk, seandainya bukan karena binatang-binatang, niscaya Allah akan menjatuhkan siksa kepada kamu, siksaan yang luar biasa.” Tapi mengapa yang diambil oleh-Nya disana anak-anak, orang tua, binatang? Itu yang menjadikan kita bersangka baik kepada Allah dan menyatakan bahwa ini bukan murka, ini hanya peringatan. Kita terima itu. Peringatan untuk kita yang hidup. Kita tidak perlu larut dalam kesedihan, tetapi kita perlu mengambil pelajaran.
Salah satu pelajaran adalah kita lihat di televisi, kita lihat badan-badan mereka, rupanya begitulah juga badan kita. Jangan terlalu memberi perhatian kepada badan dengan melupakan ruh. Itu pelajaran yang dapat kita angkat. Jangan menilai orang dari penampilannya. Lihatlah itu semua, dan ingat dalam Alquran, Artinya “Apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan peringatan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?” (QS. al-A’râf: 98). Ini yang kita lihat. Sebenarnya tujuannya adalah untuk kita. Allah merahmati kita dengan memberi peringatan.
Ketika Sayidina Ali bin Abi Thalib ditikam, beliau berteriak: “Demi Tuhan Ka’bah, saya telah memperoleh keberuntungan.” Beruntung karena mati. Allah mengangkat derajat beliau. Allah mendudukkan pada kedudukan yang demikian tinggi karena mati syahid. Nah, kalau kita membaca ayat di surah Âli ‘Imrân: … supaya Dia mengangkat diantara kamu syuhadâ (orang-orang yang menjadi saksi) dan untuk membersihkan hati kamu dari segala macam dosa. Untuk orang-orang yang meninggal, kita antar dengan rasa sedih tetapi dalam saat yang sama beruntunglah mereka. Dan yang tinggal, kita harapkan mendapatkan pelajaran dari ujian ini, dari bencana ini. Mudah-mudahan kita dapat menyusul mereka dalam kematian yang diridai Allah.
Itu sebabnya ada doa yang diajarkan Nabi :
“Ya Allah, kami bermohon kepadamu, hidup yang sebaik-baiknya, dan kematian yang sebaik-baiknya, serta segala yang baik yang berada diantara hidup dan mati. Ya Allah, hidupkanlah kami dalam kehidupan orang-orang yang Engkau senangi agar dia tetap hidup, dan wafatkanlah dalam wafat orang-orang yang Engkau sukai untuk bertemu dengannya.”
Sumber:
Prof. Quraish Shihab MetroTV, 2 Januari 2005, dengan perubahan teks seperlunya.

KAJIAN ISLAM


TIADA TEMPAT BERSEMBUNYI DARI PENGAWASAN ALLAH

Ketika Rasul ditanya oleh malaikat Jibril tentang apa yang dimaksud dengan “ ihsan “, Rasul menjawab: Ihsan adalah hendaknya engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika Engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia melihat-Mu." (HR Bukhari).

Sahabat agung, sebaik-baik penafsir Alquran, Abdullah bin Abbas r.a., bercerita kepada para muridnya. "Ada seorang laki-laki pada zaman sebelum kalian, dia beribadah kepada Allah selama 80 tahun, kemudian dia tergelincir kepada suatu dosa, lalu dia pun takut atas dirinya karena dosa tersebut. Kemudian dia mendatangi hutan dan berkata: 'Wahai hutan yang banyak bebatuannya, yang lebat pepohonannya, yang banyak hewan-hewannya, adakah engkau memiliki tempat bersembunyi bagiku dari Rabku?' Dengan ijin Allah hutan menjawab: 'Wahai manusia, demi Allah, tiada satu pun rumput maupun pohon dalam wilayahku, melainkan ada seorang malaikat yang diutus di sana, maka bagaimana aku hendak menyembunyikanmu dari Allah?' Laki-laki itu pun mendatangi laut dan berkata: 'Wahai laut yang melimpah airnya, yang banyak ikan-ikannya, adakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari Rabku?' Maka laut pun menjawab: 'Wahai manusia, demi Allah tiada satu butir pasir pun atau binatang air pun kecuali disertai malaikat yang diutus, maka bagaimana aku hendak menyembunyikan dirimu dari Allah?' Laki-laki itu pun mendatangi gunung dan berkata: 'Wahai gunung yang tinggi menjulang langit, yang banyak gua-guanya, adakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari Rabku Tabaraka wa Taala?' Gunung menjawab: 'Demi Allah, tiada satu batu atau gua pun yang ada di wiliayahku kecuali ada malaikat yang diutus, bagaimana mungkin aku menyembunyikanmu'?"
Perisai Dosa
Isu tentang perselingkuhan berjejal begitu banyaknya. Para pelakunya merasa enjoy sepanjang tidak ketahuan istri atau suaminya. Korupsi dan kolusi merajalela di setiap lini dan tempat kerja, koruptor pun santai saja selagi petugas audit tidak mencium bau busuknya. Jumlah uang yang dilalap tak kepalang tanggung banyaknya. ICW menyebutkan, angka korupsi di tingkat DPRD masing-masing bernilai milyaran, tidak ada yang 'hanya jutaan'. Kumpul kebo dan perzinaan terjadi di mana-mana, terus menjadi rutinitas, selagi keluarga, orang tua, dan masyarakat tidak mendeteksi tindakan kotornya. Padahal, bisa saja mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak akan mampu bersembunyi dari Allah.
Firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 108.
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطاً
Artinya : Meereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.

Maksiat terjadi karena adanya kemauan atau terbukanya peluang untuk melakukannya. Namun, keduanya dapat dicegah dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah( muroqobah ilallah ), merasa diawasi oleh Allah. Mengapa demikian? Karena, muraqabah ilallah menjadikan seseorang sadar bahwa setiap gerak-gerik dan kerlingan matanya selalu diawasi oleh Zat yang akan memberikan sangsi kepadanya ketika berdosa. Tak ada tempat dan kesempatan yang memungkinkan baginya berbuat dosa tanpa sepengetahuan-Nya. Otomatis kendurlah kemauannya untuk berbuat dosa, meskipun tidak ada orang lain bersamanya, sebab Allah mengawasinya.

Tidak akan terlintas di benak pencuri untuk mengambil mobil patroli yang diparkir di depan kantor polisi. Karena, ia sadar bahwa aksinya akan dengan mudah diketahui dan jeruji besi siap menantinya.
Jika demikian, sudah selayaknya hamba yang cerdas tidak coba-coba mendekati wilayah dosa yang dilarang sang Pencipta. Karena, Allah takkan sedikit pun terlena dalam mengawasinya, sedangkan hukuman-Nya tidak hanya berupa jeruji besi, tetapi siksa yang tiada tara beratnya. Maka, merasakan pengawasan Allah adalah perisai utama yang menghalangi seseorang untuk berbuat dosa.
Tidak Ada Tempat untuk Bersembunyi
Muroqobah ilallah juga menumbuhkan rasa malu untuk berbuat dosa kepada Allah. Manusia yang bermuraqabah menyadari bahwa Allah yang memberikan segala nikmat kepadanya, juga memantau setiap gerak-geriknya. Tidak ada tempat bersembunyi dari-Nya agar dia bebas berbuat dosa. Malaikat yang menjaga di setiap bumi yang dia pijak akan menjadi saksi atas segala yang dilakukannya. Maka, bagaimana dia akan durhaka kepada-Nya di hadapan pengawasan-Nya. Yang dia lakukan bahkan sebaliknya, dia ingin agar Zat yang memberikan nikmat kepadanya melihat dirinya selalu dalam ketaatan kepada-Nya, sehingga Dia akan merasa ridho. Untuk itulah Ibnu Atha’ berkata: "Sebaik-baik ketaatan adalah muroqobah ilallah, merasa diawasi oleh Allah di setiap waktu."  
Kesempurnaan muroqobah ilallah diraih manakala seseorang juga menyadari bahwa setiap gerak, napas dan detik perbuatannya direkam dalam catatan malaikat. Kelak catatan itu akan diperlihatkan kepadanya. Terbuktilah bahwa tidak ada yang terlewat dari perbuatannya, semua tercatat secara detail di dalamnya. Tidakkah kita malu jika catatan perbuatan kita dibuka pada hari Kiamat, sementara di sana terdapat rekaman dosa yang kita kerjakan pada saat bersembunyi?

Ketika Ramai dan Sendirian
Muroqobah ilallah berdampak sangat baik terhadap amal seorang hamba. Ia membuat orang tidak hanya semangat berbuat baik pada saat ramai, namun loyo pada saat sendiri, atau jauh dari maksiat pada saat ramai, namun akrab pada saat sendiri. Sebab, dalam hati seseorang telah tumbuh kesadaran bahwa Zat yang mengawasinya selalu memantau dirinya pada saat ia berada di tengah banyak orang maupun sendirian:
Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh : 77.
أَوَلاَ يَعْلَمُونَ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Artinya: "Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka lakukan dengan terang-terangan?".
Dia juga sadar bahwa malaikat yang mencatatnya tidak akan pernah pula bosan untuk menyertai dan mencatat perbuatannya:
Firman Allah:
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
Artinya: "(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri." (Qaaf: 17).
Catatan yang terdapat dalam kitab itu pun detail, tidak ada sedikit pun yang tercecer, hingga orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka akan berkata:
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِراً وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً
Artinya : Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". (Al-Kahfi: 49).  
Muroqobah ilallah menyebabkan seseorang beramal ketika sendirian sama bagusnya dengan apa yang dia lakukan ketika bersama banyak orang. Alangkah bagusnya seorang muslim tatkala menyendiri, lalu dia merasakan bahwa malaikat tidak akan berpisah darinya, diutus untuk menulis kebaikannya. Maka, dia berkata kepada malaikat, "Tulislah (kebaikanku wahai malaikat), semoga Allah merahmati Anda," sehingga dia memenuhi lembaran kitabnya dengan kebaikan dan apa-apa yang bisa memperberat timbangannya.
Firman Allah dalam surat Ali Imron:30.
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُّحْضَراً وَمَا عَمِلَتْ مِن سُوَءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَاللّهُ رَؤُوفُ بِالْعِبَادِ
Artinya: Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Untuk itu, para salaf ( pendahulu dari kalangan ummat islam ) tidak membedakan amal antara yang zahir dan yang batin. Amalan tersembunyi mereka tidak berbeda dengan apa yang mereka kerjakan secara terang-terangan, seperti Hasan al-Bashri yang disifatkan seorang tetangga sekaligus muridnya ‘amalan beliau pada saat sendiri sama dengan amal beliau ketika di tengah orang banyak.’ Sebagian ada yang mendekatkan diri mereka kepada Allah tatkala sendirian lebih banyak porsinya dari pada ketika terang-terangan karena khawatir timbul riya. Seperti Ali bin Husain bin Ali, setiap kali kegelapan telah merayap, beliau mengusung sekarung gandum di punggungnya untuk diberikan kepada fakir miskin di Madinah, beliau mengetuk pintu, meletakkan gandum tersebut lalu pergi tanpa diketahui oleh orang yang beruntung mendapatkan bantuannya.
Yang Berdosa Sambil Tertawa
Sebagian orang yang hatinya sakit, bahkan mati, mengira bahwa Allah tidak melihat mereka tatkala bermaksiat atau lengah dari apa yang mereka kerjakan, sehingga mereka berdosa dengan tertawa. Apalagi jika hukuman atas dosanya tidak segera nampak di depan mata. Para pezina yang ‘aman’ dari penyakit kelamin, para pembunuh kaum muslimin, para penjahat dan pendosa, jangan disangka Allah membiarkan mereka. Allah tidak membiarkan para pendurhaka pendahulu mereka seperti kaum Luth, kaum Tsamud, kaum ‘Ad, maupun Fir’aun.
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ ﴿١٣﴾ إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ ﴿١٤﴾
Artinya: "Karena itu, Rabmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Rabmu benar-benar mengawasi." (Al-Fajr: 14).
Ar-Risalah.com
Diposkan oleh Drs. Khairul Akmal Rangkuti. ( http://muballigh-muballigh.blogspot.com  ).