Kamis, 26 Januari 2012

MOTIVASI DALAM BERIBADAH


MOTIVASI DALAM BERIBADAH
Firman Allah dalam suarat Al-Ahqof : 20.
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُم بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنتُمْ تَفْسُقُونَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".
Dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT, dalam kehidupan manusia terdapat beberapa motivasi yang mendasarinya, antara lain:
  1. Seperti Sifat Pedagang: Gambaran manusia seperti ini biasanya dalam melaksanakan ibadah kepada Allah selalu didasari karena adanya harapan agar dia diberi Allah sesuatu. Karena sifat pedagang biasanya punya prinsip, segala sesuatu yang dia lakukan harus ada keuntungan yang dia dapatkan. Hal seperti itu tidaklah merupakan sesuatu yang buruk, tetapi apabila dikaitkan dengan pengabdian diri kepada Allah tentu belumlah sampai kepada tingkat penghambaan diri yang sesungguhnya kepada Allah. 
  2. Seperti Sifat Seorang Budak: Manusia seperti ini biasanya dalam melaksanakan ibadah, hanyalah sebatas karena takut kepada Allah SWT. Sama halnya seperti seorang budak yang mengerjakan tugasnya hanya sekedar takut kepada tuannya, bukan dikarenakan kesadaran yang timbul dari rasa tanggung jawabnya. Biasanya orang yang seperti ini dalam melaksanakan tugasnya akan kelihatan rajin hanya apabila pada saat ada tuannya. Namun, apabila tuannya sudah tidak mengawasinya dia selalu berleha-leha dan bermalas-malasan. Begitu juga seseorang dalam menjalankan kewajibannya kepada Allah, apabila dia tidak merasakan bahwa dirinya sedang diawasi oleh Allah maka dia selalu melalaikan ibadahnya kepada Allah. 
  3. Seperti Robot : Orang seperti ini dalam  melakukan ibadah biasanya tidak ada motivasi apa-apa. Ia melakukan ibadah hanya menurut program yang ditentukan tanpa mengetahui apa tujuan dari perbuatan yang dia laksanakan. Bila yang membuat program tersebut orang yang hanya memikirkan dunia semata, maka ibadahnya tidak akan membawa bekas sama sekali untuknya. Maka jadilah orang yang seperti ini apabila melaksanakan ibadah hanya rutinitas ritual belaka namun hati dan pikirannya selalu cenderung kepada kehidupan dunia. 
  4. Sifat Orang 'Arif : Orang seperti ini biasanya dalam melaksanakan ibadah karena disadarinya bahwa betapa banyak nikmat yang telah ia peroleh dari Allah, untuk itu ia lakukan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah, karena ia merasa pantas untuk melakukannya dengan tanpa ada keterpaksaan, dan bukan pula sebagai balas jasa kepada Allah, sebab karunia yang diberikan Allah tidak akan dapat dibalas dengan sesuatu apapun. Dia merasakan bahwa ibadah yang dilaksanakannya semata-mata sebagai pengabdiannya sebagai seorang hamba kepada Allah dan tanpa ada pamrih dibalik ibadah yang dilaksanakannya. Dengan dasar ibadah yang seperti ini biasanya seseorang dalam melaksanakannya tanfa ada paksaan dari pihak manapun. Karena itu, ibadah yang dilaksanakannya tentu akan dirasakan suatu kenikmatan yang tiada taranya yang pada akhirnya melalui pelaksanaan ibadah tersebut dia akan mendapat ketenangan batin, bahkan hikmah dari ibadah yang dilaksanakannya akan mampu membentuk kepribadian yang baik sehingga prilakunya dalam kehidupan sehari hari selalu dijalan yang baik dan benar, akhirnya dia akan memperoleh keridhaan Allah SWT.
Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa dapat meningkatkan ibadah kepada Allah tanpa ada pamrih apapun dibalik ibadah yang kita kerjakan kecuali hanya berharap akan keridhaan Allah SWT.

Rabu, 25 Januari 2012

Pelaksanaan Pelatihan Tahsin Bacaan Al-Qur'an

IPQOH KOTA MEDAN MELAKSANAKAN PELATIHAN
TAHSIN BACAAN  AL-QUR’AN

Sejak tanggal 20 – 22 Januari 2012 Pengurus Daerah “Ikatan Persaudaraan Qori’ Qori’ah” (IPQOH) Kota Medan mengadakan pelatihan untuk pendalaman Tahsin dalam hal membaca Al-Qur’an. Kegiatan ini dihadiri lebih kurang tujuh puluh lima orang, yang terdiri dari Qori’-Qori’ah, Hafizh-Hafizhoh dan pengurus Majlis-Majlis Pembinaan Tilawah Al-Qur’an yang ada di Kota Medan dan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan tersebut Pengurus IPQOH Medan menghadirkan DR. H. Ahmad Fathoni Lc. MA dari Jakarta sebagai Nara sumber.
Banyak hikmah yang dapat dirasakan melalui pembinaan ini, diantaranya: 1). Para Qori-Qori’ah dapat bersilaturrahim antara satu dengan lainnya, sebab hal yang seperti ini jarang terjadi dikarenakan kesibukan yang dialami oleh para Qori-Qori.ah. 2) Melalui pelatihan ini dapat menambah ilmu pengetahuan terutama dalam hal membaca Al-Qur’an yang nantinya dapat diterapkan dan disampaikan kepada anak didik masing-masing. 3). Terjadinya diskusi dan saling bertukar pikiran dan pengalaman dalam melaksanakan tugas mengajarkan ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Kendatipun materi yang disampaikan oleh Nara sumber merupakan materi yang umumnya sudah sering dipelajari oleh para peserta, namun banyak pula yang didapatkan oleh para Qori’-Qori’ah istilah-istilah dalam ilmu Tajwid yang oleh sebahagian peserta mungkin belum mengenal istilah tersebut. Oleh sebab itu Penulis merasa tentu ada tambahan ilmu pengetahun yang didapatkan melalui pembinaan ini.
Disisi lain, dengan mengikuti Pelatihan tersebut tentunya bagi Qori’-Qori’ah dan para tenaga pengajar Al-Qur’an di majlis-majlis Pendidikan Al-Qur’an akan menjadi modal sebagai tambahan ilmu untuk mengajarkan bacaan Al-Qur’an dengan baik dan benar kepada para anak didiknya.
Penulis sebagai pendiri dan penasehat di WADAH SILATURRAHMI QORI’-QORI’AH” (WASIQOH) Sumatera Utara, secara pribadi sangat memberikan respon positif kepada Pengurus IPQOH Kota Medan. Sebab Penulis tidak hanya merasakan hikmah tersebut secara pribadi, tetapi segenap Pengurus (WASIQOH) Sumatera Utara yang ikut dalam pelatihan tersebut tentu merasakan hal yang sama seperti apa yang Penulis rasakan. Demikian pula menurut hemat Penulis bagi pengurus Majlis Al-Qur’an lainnya.
Tentu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut masih terdapat kekurangan-kekurangan, namun Penulis memandang hal itu adalah merupakan sesuatu yang harus dimaklumi dan untuk kedepannya semoga dapat lebih disempurnakan.
Melihat sambutan positif yang muncul dari berbagai pihak tentu kita berharap IPQOH Kota Medan dapat melaksanakan pembinaan seperti ini secara berkala, yang mungkin dapat pula di ikuti oleh majlis-majlis pendidikan Al-Qur’an lainnya.
Untuk itu penulis ucapkan selamat kepada Pengurus IPQOH Kota Medan atas pelaksanaan pembinaan Tahsin Bacaan Al-Qur’an ini, semoga apa yang telah dilakukan menjadi nilai ibadah di sisi Allah SWT.
Kepada Al-Mukarrom DR. H. Ahmad Fathoni Lc. MA juga kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah memberikan ilmunya kepada kami, semoga Al-Ustaz senantiasa diberkahi Allah SWT.

Jumat, 20 Januari 2012

Mimbar Jum'at Hari ini

Amanah Dan Profesionalisme Akan Melahirkan Kesejahteraan
Banyak orang yang menduga apabila disatu negeri tanahnya subur masyarakatnya akan sejahtera. Semakin subur suatu negeri, maka akan semakin makmur dan sejahtera masyarakatnya. Pendapat seperti ini tentu tidak semuanya salah, tetapi tidak semuanya benar.
Dalam realitas kehidupan, ada negeri dan daerah yang subur kemudian masyarakatnya makmur dan sejahtera, tetapi ada pula negeri dan daerah yang tidak subur namun rakyatnya makmur dan sejahtera. Sebaliknya, adapula negeri dan daerah yang subur tetapi rakyatnya miskin dan menderita.
Bila kita memperhatikan Al-Qur’an, maka faktor utama kesejahteraan dan kemakmuran adalah perilaku yang baik, yang sesuai dengan syari’at Allah SWT. Walaupun negerinya subur, tetapi pemimpin dan rakyat­nya durhaka, maka yang terjadi adalah kehancuran dan keterpurukan.
Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 112, Allah SWT berfirman:
وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللّهِ فَأَذَاقَهَا اللّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ
Artinya : “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
Dalam sebuah hadits, riwayat Imam Thabrani dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda : yang maksudnya:
“Ada lima perbuatan yang akan mengakibatkan lima malapetaka :1. Apabila suatu bangsa mudah mengingkari janji, mereka akan dikendalikan oleh musuh-musuh mereka, 2. Apabila mereka berhukum dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah, maka akan tersebar kefakiran,3. Apabila perzinahan sudah menjadi konsumsi publik, maka akan mewabah pula penyakit yang membawa kematian, 4. Apabila mereka tidak jujur dalam timbangan atau kwalitas suatu barang, maka tanam-tanaman akan terhambat kesuburannya, dan mereka akan disiksa dengan kemarau panjang. 5. Apabila mereka enggan mengeluarkan zakat, maka akan dihambat untuk mereka turunnya hujan yang membawa keberkahan” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
Sebaliknya, dengan keimanan dan ketaqwaan yang tercermin dalam perilaku keseharian, akan menyebabkan turunnya keberkahan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96 :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” .
Nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan ini yang harus dimiliki oleh masyarakat dan bangsa, terutama para pemimpinnya, yang kepada mereka sangat dituntut untuk memiliki sikap amanah, jujur dan terpercaya, disamping memiliki keahlian dan propesionalisme dalam bidangnya masing-masing. Orang yang amanah tentu akan mendapatkan rezki dan kesejahteraan dalam hidupnya. Sebaliknya, khianat, culas dan korup akan melahirkan kefakiran.
Dalam sebuah hadits, riwayat Imam ad-Dailamiy, Rasulullah SAW bersabda:
اَْلأَمَانَةُ تَجْلِبُ الرِّزْقَ وَالْخِيَانَةُ تَجْلِبُ الْفَقْرَ , artinya : “Sifat amanah itu akan mendatangkan rezki, dan sifat khianat itu akan melahirkan kefakiran” (HR. Ad-Dailamiy).
Agaknya kisah Nabi Yusuf yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an harus kita jadikan teladan dalam membenahi kehidupan ini, terutama dalam kehidupan bernegara dan yang lebih utama bagi para pemimpin bangsa.
Nabi Yusuf adalah seorang pejabat Negara di Mesir yang sangat arif, jujur, amanah dan propesional dalam tugasnya. Dengan kearifan, kejujuran serta sifat amanah yang dimilikinya Nabi Yusuf mampu membawa kesejahteraan untuk masyarakatnya, dan masyarakat di sekitar negeri Mesir, karena beliau dan pejabat di negeri Mesir ketika itu memiliki sifat amanah, terpecaya dan ahli atau profesional dalam bidangnya.
Dalam sejarah Islam pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, ternyata tidak ada orang yang menjadi mustahiq zakat dengan sebab kejujuran dan keadilan dalam segala bidang yang dilakukan oleh beliau dalam pemerintahannya.
Amanah dan profesionalisme akan menumbuhkan etos kerja yang tinggi, akan menumbuhkan etika kerja yang kuat, akan menyebabkan orang berlomba-lomba dalam mempersembahkan yang terbaik dan akan menyebabkan tumbuhnya ta’awun (saling tolong menolong dan saling bekerjasama dalam kebaikan), dan akan memunculkan rasa solidaritas sosial yang tinggi antara sesama anggota masyarakat. Kalau sudah demikian, maka akan lahirlah masyarakat yang adil, masyarakat yang makmur, dan masyarakat yang sejahtera di bawah naungan ridha Ilahi.
Sikap hidup seperti inilah yang sangat dibutuhkan di Negara kita ini, terutama oleh para pemimpinnya. Mungkin tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia pantas mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya, tapi dikarenakan Negara ini salah urus maka yang terjadi dalam kenyataan adalah masih banyak masyarakat di Indonesia ini yang mengalami kesusahan hidup.
Banyak faktor yang seharusnya masyarakat Indonesia ini bisa menjadi sejahtera, sebab sumberdaya alam yang ada di bumi pertiwi ini sangat luar biasa, demikian pula dengan sumberdaya manusianya sangat banyak sekali. Andaipun sumberdaya manusianya banyak yang belum mampu untuk dihandalkan mengelola sumberdaya alamnya, tentu dalam hal ini bisa dalakukan pembinaan secara serius. Kunci dari itu semua adalah, dibutuhkan pemimpin yang benar-benar memiliki sikap arif, amanah, dan mampu bekerja secara propesional. Dan sumbernya adalah nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang terhunjam direlung hati yang paling dalam.
Apabila sikap-sikap seperti yang telah dikemukakan di atas mampu diterapkan oleh masyarakat terutama para pemimpinnya maka insya Allah kita akan mendapatkan keberkahan dan keridhaan dari Allah SWT. Sehingga hujan yang turun akan membawa berkah, tanah yang di olah oleh petani akan mendatangkan nikmat.
Semoga kita bangsa Indonesia bisa merubah sikap hidup dari yang tidak baik menjadi yang lebih baik.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ