Rabu, 09 Februari 2011

Nabi Muhammad SAW. Teladan Ummat

Nabi Muhammad Pemimpin Kharismatik
Jiwa Kepemimpinannya Terlihat sejak Beliau Masih Remaja
( Menyambut Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1432 H )

Manusia adalah satu diantara makhluk yang diciptakan Allah di muka bumi ini. Dalam kehidupannya manusia di sebut juga makhluk sosial dimana seorang manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya tanpa adanya orang lain. Oleh sebab itu seseorang dalam kehidupannya harus mampu berinteraksi dengan baik kepada sesamanya agar kehidupan yang dia jalani penuh dengan rasa aman, tentram, damai, tenang dan bahagia.

Dalam kehidupan sosial baik bermasyarakat maupun bernegara, keteladanan menjadi penting dan mutlak adanya. Harus ada orang-orang yang tampil ke depan menjadi cermin sebagai tempat rujukan dan tempat bertanya. Kejujuran, kemandirian, kerendahan hati, ketegasan, dan keberanian, paling tidak menjadi parameter penting yang harus dimiliki bagi orang yang diteladani.

Keteladanan demikian yang kelak menghantarkannya menjadi pemimpin.Pemimpin yang memang layak diteladani dan dan pantas untuk dijadikan panutan. Tanpa parameter itu, kredibilitas pemimpin pantas untuk diragukan kepemimpinannya.

Keteladanan bisa datang dari siapa saja. Pemimpin politik, tokoh agama, tokoh adat, pejabat, dan lain-lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah tiada. Selama memiliki catatan kehidupan yang baik, layak untuk dijadikan ikutan.  Nabi Muhammad adalah satu dari sekian deretan nabi dan rasul yang wajib diteladani. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab : 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Artinya :“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu“.

Nabi Muhammad adalah manusia pilihan yang sudah barang tentu hampir-hampir tidak ada kesalahan dalam dirinya, baik kata, sikap maupun perbuatan. Bagi yang mengaku pengikutnya, keharusan meneladani  Nabi Muhammad tidak bisa ditawar-tawar. Beliau adalah sosok manusia yang terbukti mampu merubah sejarah peradaban manusia dari kebutaan menuju pencerahan yang terang benderang. 

Nabi Muhammad Orang Yang Mandiri.
Di sudut kota Makkah sekitar akhir abad ke-4 masehi, lahir seorang anak laki-laki yang kelak dicatat sebagai manusia istimewa di sisi Allah, Bayi itu diberi nama Muhammad. Menurut sebahagian ahli sejarah Nabi Muhammad. Lahir di tahun Gajah pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal (atau 20 April 571 Masehi). Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, dan ibunya Aminah binti Wahab. Keduanya sama-sama berasal dari suku Quraisy. Sayang, selama hidupnya, Muhammad tidak sempat melihat wajah ayahnya. Status yatim disandang Muhammad saat ia lahir ke muka bumi. Kepergian sang ayah saat Muhammad masih dalam kandungan.

Enam tahun kemudian, ibu tercintanya pun pergi meninggalkannya ( meninggal dunia ). Diusianya yang baru 6 tahun itulah Muhammad menyandang sebagai yatim piatu. Ibunya meninggal karena sakit di sebuah desa ( desa Abwa’ ) yang berada diantara Mekkah dan Madinah.

Dari usia 6 tahun hingga 8 tahun, Muhammad hidup dalam didikan kakeknya, Abdul Muthalib. Tidak lama berselang, setelah ibunya wafat, kira-kira 3 tahun kemudian, kakek Muhammad juga meninggal dunia. Setelah kakeknya meninggal, pengayoman terhadap Muhammad berpindah ke pamannya Abu Thalib.

Dalam asuhan pamannya, Muhammad tumbuh menjadi orang dewasa dan mandiri. Profesinya adalah pedagang biasa. Muhammad kerap diajak berdagang oleh Pamannya. Oleh sebab itu tidak heran kalau Pamannya sedikit banyak telah mempengaruhi pola pikir dan masa depannya.

Suatu ketika saat perjalanan ke Syam untuk berdagang, Muhammad dan pamannya bertemu Buhaira, salah satu tokoh agama Nasrani (Pendeta). Menurut perkiraan Buhaira, sebagaimana didapatnya dari kitab Taurat dan Injil, ada ciri-ciri khusus dan istimewa dalam diri Muhammad. Buhaira memandang bahwa Muhammad kelak akan jadi manusia pilihan Allah sebagai Rasul dan menjadi pemimpin dunia. Pendeta Buhaira pun mengingatkan kepada Abu Thalib agar menjaga keamanan Muhammad. Jangan sampai orang Yahudi mengetahui kalau Muhammad adalah calon Rasul yang dinantikan kedatangannya, karena  beresiko akan kematian Muhammad. Sebab mereka berharap Nabi yang ditunggu-tunggu kedatangannya itu adalah dari kalangan mereka ( Orang Yahudi ), sedangkan Nabi Muhammad bukan dari kalangan mereka, ini yang menjadi kekhawatiran dari Pendeta Buhaira.

Saat menginjak usianya ke 25 tahun, Paman tercinta Muhammad melihat sudah ada kemandirian dan kedewasaan dalam diri Muhammad. Muhammad diminta untuk mencari pekerjaan sendiri. Disarankan oleh pamannya, agar Muhammad menjumpai Khodijah, salah seorang perempuan kaya yang berprofesi sebagai pedagnag. Khodijah termasuk pedagang sukses yang ada di Makkah. Muhammad akhirnya melaksanakan anjuran pamannya. Respon Khodijah sangat positif. Sangat logis alasannya mengapa Khodijah tanggap terhadap ajakan kerjasama Muhammad. Dia mengetahui bahwa disamping Muhammad sudah berpengalaman dalam berdagang ( tentunya ini lewat pengkaderan yang dilakukan pamannya Abu Thalib ), Muhammad juga dikenal cerdas,, baik, jujur, berakhlak mulia dan banyak lagi kesan positif lainnya.

Banyak keuntungan yang didapat dari kerjasama itu. Hubungan Muhammad dan Khodijah tidak hanya sebatas relasi bisnis tetapi lebih jauh dari itu, Muhammad dan Khodijah menjadi pasangan suami isteri. Walau Khodijah saat itu usianya menginjak 40 tahun dan Muhammad baru 25 tahun, tidaklah mengurangi kecintaan dan kasih sayang antara mereka. Keduanya dikaruniai enam orang anak. Yakni Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, Fatimah, Qasim, dan Abdullah. Sayang, dua anak laki-laki meninggal dunia.

Nabi Muhammad Menjadi Juru Damai
Kecerdasan dan kebaikan Muhammad sangat dirasakan masyarakat Makkah. Pada saat terjadi  konflik antar pemimpin suku Quraisy menyangkut persoalan peletakan Hajar Aswad (Batu Hitam) pasca renovasi bangunan Ka’bah, semua suku merasa kelompok merekalah yang merasa paling berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula.. Hampir saja terjadi pertumpahan darah antar suku Quraisy saat itu. Dalam suasana seperti itu timbullah inisiatif dari seorang yang bernama Muhammad, ia menawarkan solusi yang menunjukkan kecerdasannya dan bisa diterima oleh semua kalangan. Ia bentangkan surbannya di atas tanah dan meletakkan Hajar Aswad diatasnya. Dengan bijak Muhammad mengajak para ketua suku untuk bersama-sama mengangkat surban itu dengan cara memegang tiap-tiap ujung kain surban. hasilnya, solusi yang ditawarkan Muhammad diterima dan berakhirlah persengketaan yang hampir-hampir terjadi pertumpahan darah.

Sekelumit kisah Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu di atas patut digali pelajaran dan hikmahnya. Kesabaran, keteguhan dan kemandirian merupakan prinsip yang dipegang teguh oleh Muhammad. Terlebih kasus peletakan Hajar Aswad, peran Muhammad adalah simbol pengadilan kultural yang menyejukkan dan mendamaikan. Yakni sebuah pengadilan yang memberi putusan bijak, adil dan tidak berpihak.

Kepekaan dan kepedulian Muhammad sangat tinggi terhadap persoalan yang ada disekitarnya yang dirasa bertentangan dengan nurani dan akal sehat. Hanya seorang diri saja Muhammad dengan percaya diri berdiri tampil di hadapan tokoh-tokoh Makkah yang disegani menjadi penengah dan pengetok palu keadilan. Karakter seperti itulah yang kita rindukan. Kendati belum didaulat sebagai pemimpin, gaya kepemimpinannya sudah terlihat. Pemimpin yang berani, tegas dan adil.

Siapa-pun kita, apa-pun propesi kita, marilah kita jadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dalam kehidupan kita, sikaf ini adalah sebagai tanda bahwa kita adalah ummatnya yang baik dan mencintainya.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang