Jumat, 07 September 2012

Khutbah Jum'at

Menjaga Kesucian Jiwa Pasca Ramadhan
Ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan dapat mengantarkan seorang muslim kepada kesucian jiwa, agar dimensi ruhani lebih dominan dan dimensi jasmani dapat dikendalikan. Ramadhan adalah proses yang ideal untuk meningkatkan kesucian jiwa.
Proses ini tidak boleh berhenti dengan selesainya Ramadhan. Sebab, jiwa manusia mempunyai potensi untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Hawa nafsu yang tidak terkendali dapat menggelincirkan seseorang dari jalan yang lurus. Setan sebagai musuh abadi bagi manusia tidak pernah berhenti melakukan tipu dayanya. Karena itu, ketika Ramadhan meninggalkan kita, itu berarti adalah babak baru untuk tetap menjaga kesucian diri dalam rangka mencapai kesuksesan hidup agar menjadi muslim yang bersih jiwa dan raga, jauh dari maksiat dan dari segala yang dilarang Allah SWT.
Kesucian diri adalah tanda kesuksesan, sedangkan mengotorinya adalah tanda kerugian. Allah menggambarkan hal ini dalam Al-Qur’an surat As-Syams;7-10:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا ﴿٧﴾ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا ﴿٨﴾ قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ﴿٩﴾ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
Jiwa harus kita jaga agar tetap suci. Untuk menjaga kesucian jiwa, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan.
Pertama: Menata Hati. Hati berpotensi mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Karena itu, ia harus tetap ditata dengan memohon kepada Allah agar meneguhkan hati kita dalam agama-Nya dan menjauhkannya dari tipu daya setan yang senantiasa berupaya menjerumuskan kita, sedangkan hati adalah sasaran utama bagi setan untuk menggoda manusia. Karena itu, hati hendaklah selalu di isi dengan nilai-nilai Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, banyak berzikir kepada Allah serta menjauhkannya dari lintasan-lintasan yang melahirkan dosa dan khayalan yang tidak berguna.
Menata hati, maksudnya membersihkannya dari semua hal yang mengotorinya, sebab hati yang tertata secara baik dan benar akan mengarahkan kehidupan kita untuk melaksanakan tugas  sebagai manusia muslim dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Hati yang bersih akan tercermin dalam raut wajah yang tenang, mudah melahirkan senyum, sejuk untuk dipandang dan membawa ketenangan. Menuntun anggota tubuh kepada perbuatan yang diridhai Allah SWT., berjalan di atas rel yang telah digariskan Rasulullah SAW, mengikuti teladan yang sudah dicontohkannay.
Kedua: Menahan Pandangan. Banyak perbuatan dosa yang diawali oleh pandangan mata. Mata menjadi pintu bagi hati, seperti dalam pepatah, dari mata turun ke hati. Menahan pandangan mata merupakan langkah awal untuk menghindari dosa. Setan menjadikan pandangan kita sebagai salah satu panah tipu dayanya. Karena itu, Allah SWT secara khusus menyuruh orang-orang beriman, baik lakilaki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan. Sebab, pandangan dapat membawa kepada syahwat. Bahkan jika kita terlanjur melihat sesuatu yang terlarang, Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak mengikuti pandangan yang pertama. Karena setan bersama pandangan yang selanjutnya. Ketika kita dapat menahan pandangan dari hal-hal yang dilarang atau sesuatu yang dapat membawa kepada dosa, maka sebagai gantinya Allah SWT akan menganugerahkan kesucian dan ketenangan jiwa.
Ketiga: Melakukan perubahan diri. Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk menjadikan hari ini lebih baik dari yang kemarin. Sebab, orang yang dapat menata hari-harinya lebih baik dari hari sebelumnya, dia adalah orang yang beruntung. Semua itu baru akan dapat tercapai dengan melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik. Faktor perubahan itu berada dalam diri kita sendiri, yaitu adanya keinginan untuk berubah. Untuk itu, langkah yang harus dilakukan adalah menyelaraskan perilaku hidup kita dengan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.  Karenanya, kita harus berupaya secara maksimal untuk mempelajari kandungan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad, sebab dengan keduanya kita dapat berubah kearah yang diinginkan Islam. Disisi lain  kita harus mampu mengatur waktu di celah-celah kesibukan sehari hari untuk menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Dengan pola hidup seperti itu insya Allah akan ada perubahan yang kita rasakan. Dan Allah pasti membantu kita bila memiliki tekad yang kuat untuk berubah, sesuai janji-Nya yang disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Ankabut;69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.
Keempat: Bergaul kepada komunitas yang baik. Secara fitrah, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri, tetapi manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Demikian pula dengan kesucian diri yang tidak mungkin tercapai bila tidak didukung oleh lingkungan yang baik. Islam menggambarkan bahwa orang-orang mu’min itu laksana satu tubuh yang saling mendukung antara satu sama yang lain. Karenanya, berafiliasi kepada komunitas orang-orang baik merupakan keharusan dalam rangka mendukung kesalehan sosial dan mengokohkan kesalehan individu. Salah satu contoh adalah anjuran Allah Ta’ala dalam Al Qur’an untuk berinteraksi bersama orang-orang yang benar. Firman Allah dalam surat At-Taubah;119:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.
Apabila komunitas itu terdiri dari orang-orang yang baik dan benar tentu akan tercipta lingkungan yang kondusif untuk menggapai kesucian diri, saling mengingatkan dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Karena itu, hendaknya kita menjauhi sikap individualistis, hanya memikirkan diri sendiri yang tidak akan membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun kepada sesama.
Dalam pandangan Al Qur’an berafiliasi kepada kebaikan adalah ikut serta dalam dakwah, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Aktif bersama dalam berdakwah kepada kebaikan dengan tujuan membumikan Islam dan menjadikannya sebagai sistem hidup bagi pribadi dan masyarakat.
Kelima: Segera bertaubat dan banyak beristighfar. Ibarat rumah, meski setiap hari dibersihkan namun debu akan senantiasa ada. Sebagai manusia yang tidak terpelihara dari dosa, ketika berinteraksi dengan orang lain, terlebih dalam kondisi masyarakat kita saat ini, debu-debu dosa sulit terhindari, baik yang disengaja maupun tidak. Hendaknya setiap kita segera bertaubat dengan membasahi lisan dengan istighfar untuk meminta ampun kepada Allah. Dengan begitu, insya Allah kesucian diri akan tetap terjaga.
Saudaraku…………!
Mari kita lakukan Muhasabah/Intropeksi diri dari waktu ke waktu yang kita lalui untuk melihat sejauh mana perkembangan jiwa kita, adakah peningkatan yang dialami ataukah penurunan. Terkadang jiwa kita mengalami kejenuhan. Manakala itu terjadi, yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai meninggalkan kewajiban. Dan sebaliknya, ketika kondisi jiwa semangat, hendaknya memperbanyak amalan sunnah, sehingga tercipta keseimbangan.
Muhasabah diri bisa dilakukan setiap hari, setiap kali hendak tidur lakukanlah perenungan sejenak, melihat semua perbuatan yang telah dilakukan di siang hari, dari kata yang terucap dan perbuatan yang terjadi. Kita boleh bersyukur terhadap perbuatan yang selaras dengan tuntunan Islam. Tapi segeralah bertaubat atas perbuatan yang menyimpang. Muhasabah atau intropeksi merupakan keharusan sebagai salah satu instrumen penting guna memelihara kesucian diri.
Dengan melakukan itu semua, mudah-mudahan Allah SWT senantiasa membimbing kita dan memberikan kekuatan untuk memiliki jiwa yang suci sebagai tanda kesuksesan kita di dunia dan akhirat.