Menjaga Kesucian Jiwa Pasca Ramadhan
Ibadah yang dilakukan pada
bulan Ramadhan dapat mengantarkan seorang muslim kepada kesucian jiwa, agar
dimensi ruhani lebih dominan dan dimensi jasmani dapat dikendalikan. Ramadhan
adalah proses yang ideal untuk meningkatkan kesucian jiwa.
Proses ini tidak boleh
berhenti dengan selesainya Ramadhan. Sebab, jiwa manusia mempunyai potensi
untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Hawa nafsu yang tidak terkendali dapat
menggelincirkan seseorang dari jalan yang lurus. Setan sebagai musuh abadi bagi
manusia tidak pernah berhenti melakukan tipu dayanya. Karena itu, ketika
Ramadhan meninggalkan kita, itu berarti adalah babak baru untuk tetap menjaga
kesucian diri dalam rangka mencapai kesuksesan hidup agar menjadi muslim yang
bersih jiwa dan raga, jauh dari maksiat dan dari segala yang dilarang Allah
SWT.
Kesucian diri adalah tanda
kesuksesan, sedangkan mengotorinya adalah tanda kerugian. Allah menggambarkan
hal ini dalam Al-Qur’an surat As-Syams;7-10:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا ﴿٧﴾ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا ﴿٨﴾
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ﴿٩﴾ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
Jiwa harus kita jaga agar tetap
suci. Untuk menjaga kesucian jiwa, ada beberapa langkah yang harus kita
lakukan.
Pertama: Menata Hati. Hati berpotensi mendorong
seseorang untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Karena itu, ia harus tetap
ditata dengan memohon kepada Allah agar meneguhkan hati kita dalam agama-Nya
dan menjauhkannya dari tipu daya setan yang senantiasa berupaya menjerumuskan
kita, sedangkan hati adalah sasaran utama bagi setan untuk menggoda manusia.
Karena itu, hati hendaklah selalu di isi dengan nilai-nilai Al Qur’an dan sunnah
Rasulullah SAW, banyak berzikir kepada Allah serta menjauhkannya dari
lintasan-lintasan yang melahirkan dosa dan khayalan yang tidak berguna.
Menata hati, maksudnya membersihkannya
dari semua hal yang mengotorinya, sebab hati yang tertata secara baik dan benar
akan mengarahkan kehidupan kita untuk melaksanakan tugas sebagai manusia muslim dalam mengabdikan diri
kepada Allah SWT.
Hati yang bersih akan tercermin
dalam raut wajah yang tenang, mudah melahirkan senyum, sejuk untuk dipandang
dan membawa ketenangan. Menuntun anggota tubuh kepada perbuatan yang diridhai
Allah SWT., berjalan di atas rel yang telah digariskan Rasulullah SAW,
mengikuti teladan yang sudah dicontohkannay.
Kedua: Menahan
Pandangan. Banyak perbuatan dosa yang diawali oleh pandangan
mata. Mata menjadi pintu bagi hati, seperti dalam pepatah, dari mata turun ke
hati. Menahan pandangan mata merupakan langkah awal untuk menghindari dosa.
Setan menjadikan pandangan kita sebagai salah satu panah tipu dayanya. Karena
itu, Allah SWT secara khusus menyuruh orang-orang beriman, baik lakilaki maupun
perempuan untuk menundukkan pandangan. Sebab, pandangan dapat membawa kepada
syahwat. Bahkan jika kita terlanjur melihat sesuatu yang terlarang, Rasulullah
SAW mengajarkan untuk tidak mengikuti pandangan yang pertama. Karena setan
bersama pandangan yang selanjutnya. Ketika kita dapat menahan pandangan dari
hal-hal yang dilarang atau sesuatu yang dapat membawa kepada dosa, maka sebagai
gantinya Allah SWT akan menganugerahkan kesucian dan ketenangan jiwa.
Ketiga: Melakukan perubahan diri.
Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk menjadikan hari ini lebih baik dari
yang kemarin. Sebab, orang yang dapat menata hari-harinya lebih baik dari hari
sebelumnya, dia adalah orang yang beruntung. Semua itu baru akan dapat tercapai
dengan melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik. Faktor perubahan itu
berada dalam diri kita sendiri, yaitu adanya keinginan untuk berubah. Untuk
itu, langkah yang harus dilakukan adalah menyelaraskan perilaku hidup kita
dengan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karenanya,
kita harus berupaya secara maksimal untuk mempelajari kandungan Al-Qur’an dan
Hadits Nabi Muhammad, sebab dengan keduanya kita dapat berubah kearah yang
diinginkan Islam. Disisi lain kita harus
mampu mengatur waktu di celah-celah kesibukan sehari hari untuk menyeimbangkan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Dengan pola hidup seperti itu insya Allah
akan ada perubahan yang kita rasakan. Dan Allah pasti membantu kita bila
memiliki tekad yang kuat untuk berubah, sesuai janji-Nya yang disebutkan dalam
Al Qur’an surat Al-Ankabut;69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik”.
Keempat: Bergaul
kepada komunitas yang baik. Secara fitrah, manusia
adalah makhluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri, tetapi manusia dalam
hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Demikian pula dengan kesucian diri yang
tidak mungkin tercapai bila tidak didukung oleh lingkungan yang baik. Islam
menggambarkan bahwa orang-orang mu’min itu laksana satu tubuh yang saling mendukung
antara satu sama yang lain. Karenanya, berafiliasi kepada komunitas orang-orang
baik merupakan keharusan dalam rangka mendukung kesalehan sosial dan
mengokohkan kesalehan individu. Salah satu contoh adalah anjuran Allah
Ta’ala dalam Al Qur’an untuk berinteraksi bersama orang-orang yang benar. Firman
Allah dalam surat At-Taubah;119:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ
وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar”.
Apabila komunitas itu
terdiri dari orang-orang yang baik dan benar tentu akan tercipta lingkungan
yang kondusif untuk menggapai kesucian diri, saling mengingatkan dan saling
menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Karena itu, hendaknya kita menjauhi
sikap individualistis, hanya memikirkan diri sendiri yang tidak akan membawa
kebaikan bagi diri sendiri maupun kepada sesama.
Dalam pandangan Al Qur’an
berafiliasi kepada kebaikan adalah ikut serta dalam dakwah, melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar. Aktif bersama dalam berdakwah kepada kebaikan dengan tujuan
membumikan Islam dan menjadikannya sebagai sistem hidup bagi pribadi dan
masyarakat.
Kelima: Segera
bertaubat dan banyak beristighfar. Ibarat
rumah, meski setiap hari dibersihkan namun debu akan senantiasa ada. Sebagai
manusia yang tidak terpelihara dari dosa, ketika berinteraksi dengan orang
lain, terlebih dalam kondisi masyarakat kita saat ini, debu-debu dosa sulit
terhindari, baik yang disengaja maupun tidak. Hendaknya setiap kita segera
bertaubat dengan membasahi lisan dengan istighfar untuk meminta ampun kepada
Allah. Dengan begitu, insya Allah kesucian diri akan tetap terjaga.
Saudaraku…………!
Mari kita lakukan Muhasabah/Intropeksi
diri dari waktu ke waktu yang kita lalui untuk melihat sejauh mana perkembangan
jiwa kita, adakah peningkatan yang dialami ataukah penurunan. Terkadang jiwa
kita mengalami kejenuhan. Manakala itu terjadi, yang harus kita perhatikan
adalah jangan sampai meninggalkan kewajiban. Dan sebaliknya, ketika kondisi
jiwa semangat, hendaknya memperbanyak amalan sunnah, sehingga tercipta
keseimbangan.
Muhasabah diri bisa
dilakukan setiap hari, setiap kali hendak tidur lakukanlah perenungan sejenak,
melihat semua perbuatan yang telah dilakukan di siang hari, dari kata yang
terucap dan perbuatan yang terjadi. Kita boleh bersyukur terhadap perbuatan
yang selaras dengan tuntunan Islam. Tapi segeralah bertaubat atas perbuatan
yang menyimpang. Muhasabah atau intropeksi merupakan keharusan sebagai salah
satu instrumen penting guna memelihara kesucian diri.
Dengan melakukan itu semua,
mudah-mudahan Allah SWT senantiasa membimbing kita dan memberikan kekuatan
untuk memiliki jiwa yang suci sebagai tanda kesuksesan kita di dunia dan
akhirat.