Sabtu, 05 November 2011

Ibadah Qurban

Mendalami Nilai-Nilai Ibada Qurban
Bulan Zulhijjah adalah bulan yang di dalamnya terdapat syi’ar-syi’ar agama Allah, diantaranya adalah perintah Allah untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah Al-Mukarromah dan melaksanakan ibadah qurban.
Berkenaan dengan ibadah qurban ini, sekurang-kurangnya ada empat aspek kajian yang dapat dikemukakan:
Pertama : Aspek sejarah.
Ditinjau dari aspek sejarah, perintah berqurban ini sebanarnya telah ada sejak perkembangan manusia pertama di bumi ini, yaitu masa nabi Adam a.s, dimana dua orang putera beliau diperintahkan Allah untuk melaksanakan qurban.
Kisah ini berawal karena terjadi sengketa antara dua orang putera nabi Adam yang saling berebut untuk mendapatkan seorang wanita menjadi pasangan hidup masing-masing.
Dikisahkan, bahwa nabi Adam mempnyai anak yang banyak, diantarany adalah Qobil dan Habil. Qobil mempunya saudara kembar yang bernama Iqlima, sedangkan Habil mempunyai saudara kembar yang bernama Labuda.
Syari’at perkawinan pada masa nabi Adam dibenarkan menikah antara saudara se-ayah se-ibu, namun tidak dibenarkan untuk menikah dengan sesama kembaran, harus dengan kembaran saudaranya yang lain. Hal ini tentu dapat dimaklumi, sebab pada masa itu manusia masih sangat sedikit. Karena itu nabi Adam menikahkan anak-anaknya dengan perkawinan silang. Qobil dijodohkan dengan Labuda yang paras dan penampilannya kurang menawan, sementara Habil dijodohkan kepada Iqlima yang parasnya cantik dan menawan. Qobil tidak menerima keputusan tersebut karena kembarannya yang cantik menawan dijodohkan kepada Habil.
Peristiwa ini diserahkan kepada keputusan Allah, maka Allah memerintahkan kepada kedua putera nabi Adam tersebut untuk menyerahkan qurban, dengan ketentuan, kurban siapa yang diterima Allah maka dialah yang berhak untuk menjadikan Iqlima sebagai isteri.
Ternyata qurban yang diterima Allah adalah qurban Habil, dengan demikian dialah yang berhak untuk menjadikan Iqlima sebagai isteri. Namun keputusan ini tidak diterima Qobil, dengan rasa kecewa dan dibarengi dengan emosi yang tidak terkendali akhirnya Qobil membunuh Habil.
Kisah ini diabadikan Allah dalam Al-Qur’an pada surat Al-Maidah :27.
وَاتـْـلُ عَـلـَيْهـِـمْ  نـَبَـا َبْـنـَيْ اَ دَ مَ  بـِا لـْحَــِقّ  اِذ ْ قـَرَّبـَا قـُـرْ بـَانـًا فـَتـُـقـُـبـِّـلَ مِـنْ اَحَـدِهـِـمَـا وَلـَمْ يـُـتـَـقـَـبــَّـلْ مِـنَ ا ْْلاَخـَـرَ قـَا لَ  َلاَ قـْـتـُـلـَـنـَّـكَ  قـَا لَ اِ نـَّـمَـا يَـتـَـقـَـبـَّـلُ اللهَ مِـنَ الـْمُـتـَّـقـِـيْـنَ
Artinya : “ Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam ( Habil dan Qobil ) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua ( yaitu qurban milik Habil ) dan tidak diterima dari yang lain ( yaitu qurban milik Qobil ). Ia berkata ( maksudnya Qobil ), aku pasti membunuhmu. “ Habil berkata “. Sesungguhnya Allah hanya menerima ( Qurban ) orang-orang yang bertaqwa” ( Q.S. Al-Maidah: 27 ).
Inilah sejarah qurban yang pertama di bumi ini. Adapun qurban yang di syari’atkan Allah kepada kita sebagai ummat nabi Muhammad adalah merupakan warisan langsung dari qurban yang dilaksanakan oleh nabi Ibrahim, baik ditinjau dari jenis binatang yang dijadikan qurban maupun dari waktu pelaksanaannya yaitu pada bulan Zulhijjah.
Kedua : Aspek Hukum.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum menyembelih qurban, ada yang berpendapat wajib, ada yang berpendapat sunnat muakkad, artinya sunnat yang sangat dianjurkan kepada orang-orang yang mempunyai kemampuan.

Ketiga : Aspek Ubudiyah.
Qurban berasal dari akar kata “ qoroba “ artinya mendekat. Dengan demikian berqurban artinya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih binatang qurban sesuai dengan ketentuan Syari’at. Oleh karenanya orang yang melaksanakan qurban harus didasari dengan keikhlasan semata-mata karena menjunjung tinggi perintah Allah SWT.
Dalam hal ikhlas ber-qurban, nabi Ibrahim beserta isteri dan anaknya Ismail telah mampu membuktikannya. Pengorbanan yang mereka lakukan tidak tanggung-tanggung, Ibrahim siap melaksanakan qurban kendatipun yang akan di sembelih adalah anaknya sendiri. Hajar sebagai isteri dengan hati yang tabah dan ikhlas, menyerahkan putera yang dia sayangi untuk disembelih oleh suaminya. Sementara Ismail ikhlas pula menyerahkan dirinya untuk disembelih demi menjunjung tinggi perintah Allah SWT, walaupun pada akhirnya diketahui  bahwa perintah Allah untuk menyembelih Ismail hanyalah ujian semata, dan pada akhirnya posisi Ismail diganti oleh Allah dengan binatang sembelihan yang besar, dan buah dari keikhlasan mereka adalah pujian dan sanjungan serta kemuliaan dari Allah SWT.
Adapun kisah yang berkenaan dengan hal tersebut tercantum dalam firman Allah surat As-shofat ayat 102-107.
فَـلـَمَّـا بَـلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْمَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ  وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ  قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ  إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلا َ ءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ         
Artinya: “ Maka tatkala anak itu telah sampai ( pada umur sanggup ) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “ Anakku sayang, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu” Ia menjawab:Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.Tetkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya ( nyatalah kesabaran keduanya ). Dan kami panggillah dia : Hai Ibrahim : Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhya ini benar-benar suatu ujuan yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor binatang sembilahan yang besar. ( Q. S. As- shoffat ayat 102-107. 
Dengan demikian, ber-qurban adalah salah satu upaya untuk berubudiyah atau beribadah kepada Allah SWT. Sebab itu, bukanlah daging dan darah hewan qurban itu yang sampai kepada Allah, tetapi adalah nilai ketakwaannya. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37 :
..................... لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ
 Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.......................”.
Keempat : Aspek Sosial.
Aspek keempat dari ibadah qurban ini adalah aspek sosial, artinya bahwa daging binatang qurban yang di sembelih dibagikan kepada fakir dan miskin, kaum kerabat maupun jiran tetangga, hal ini adalah merupakan tatanan sosial yang perlu dikembangkan sehingga kesenjangan sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat dapat diantisipasi lewat santunan pembagian daging qurban.
Tatanan kehidupan sosial dalam islam adalah, bahwa antara orang  kaya dengan orang miskin tidak boleh dipisahkan. Untuk itu Islam mengajarkan agar sebahagian harta yang demiliki oleh orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki agar menyisihkannya untuk orang lain terutama fakir dan miskin, baik dalam bentuk zakat yang sifatnya wajib, maupun dalam bentuk sedekah sunnat. Untuk tercapainya hal tersebut, ibadah qurban adalah salah satu sarana untuk latihan agar muncul sikap solidaritas kepada sesama.
Dari urain yang telah dikemukakan dapat di ambil beberapa kesimpulan antara lain adalah :
  1. Ibadah qurban adalah ibadah yang tinggi nilainya disisi Allah.
  2. Tujuan melaksanakan ibadah qurban adalah salah satu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena nilainya adalah ibadah.
  3. Nilai-nilai ibadah qurban akan menghantarkan seseorang untuk lebih dekat kepada Allah dan akan menciptaka kepedulian sosial lewat pembagian daging qurban terutama kepada fakir dan miskin.
  4. Semangat pengamalan dari nilai-nilai pelaksanaan ibadah qurban diharapkan mampu membentuk rasa kebersamaan dikalangan ummat islam, baik dalam skala nasional maupun internasional.
  5. Perilaku seorang Muslim hendaknya tetap selalu menjunjung tinggi perintah Allah agar keridhaan Allah senantiasa tercurah kepadanya.