Kamis, 27 Januari 2011

JALANI HIDUP DENGAN PENUH MAKNA


HIDUP BERMAKNA DI BAWAH NAUNGAN AL-QUR’AN
Hidup di bawah naungan Al Qur ‘an adalah suatu nikmat. Nikmat yang tidak dimengerti kecuali oleh yang merasakannya. Nikmat yang mengangkat harkat usia manusia, menjadikannya diberkahi, dan menyucikannya”. ( Sayyid Quthub ).
Hidup di bawah naungan Al Qur’ an adalah hidup yang disinari ilmu dan iman. Hidup dengan ilmu dan iman akan memiliki dinamika kegiatan yang positif serta sangat indah dan nyaman dinikmati oleh pemiliknya atau pelakunya. Hidup yang dinamis, penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Hidup yang dijalani hamba Allah yang taat, beriman dan bertaqwa dilihat sangat indah dan nyaman oleh keluarga dan masyarakatnya, karena pada kesehariannya memancar dari dirinya akhlaqul karimah, sikap mulia dalam pergaulan serta perkataan dan nasehatnya yang santun, menyejukkan, menyenangkan dan marhamah (kasih sayang). Padahal mungkin hidup yang dilaluinya tidaklah seindah yang terlihat, karena tak seorangpun yang bebas dari ujian dan cobaan dalam hidupnya.

Hidup Selalu Diuji dan Dicoba

Hidup ini terkadang pahit, getir, menyebalkan, menyakitkan, kejam, dan lain sebagainya Hidup seperti itu adalah hidup yang dijalani tanpa keimanan, ketaqwaan dan ilmu pengetahuan. Sudah menjadi ketentuan dari Yang Maha Pencipta, setiap kehidupan manusia akan mendapatkan ujian, cobaan, tantangan dan kesulitan.
Dalam surat Al Baqarah ayat 155 s/d 157 Allah SWT mengingatkan agar cobaan hidup dihadapi dengan sabar dan bertawakkal serta yakin akan datang berita gembira, yaitu mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah SWT, berdasarkan petunjuk-petunjuk-Nya.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ ﴿١٥٦﴾ أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ ﴿١٥٧﴾
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk“.
Jangan tergoda akan godaan syaitan yang berbisik dalam hati, seperti berbuat keji dan mungkar, atau berputus asa, sehingga bertindak atau melakukan perbuatan yang dimurkai Allah SWT. Dengan memohon pertolongan kepada Allah SWT dengan sabar dan shalat, insya Allah petunjuk akan datang dan akan nyata jalan yang harus dilalui atau dilaksanakan. Yakinlah jalan keluar dari kesulitan itu akan datang dari Allah SWT.
Tidak ada manusia yang tidak khilaf dan bersalah. Tidak ada kehidupan manusia yang bersih dari noda dan dosa. Dengan arif marilah datang kepada-Nya melalui sujud dan permohonan ampun. Serahkanlah permasalahan hidup kepada-Nya secara total, dan lakukan dengan sabar dan tekun.

Hidup Dengan Ilmu dan Iman

Peran ilmu yang luas sangat dominan dalam memahami petunjuk Allah SWT. Ilmu akan menyinari hidup sehingga mudah kembali ke jalan Allah. Dengan Ilmu seseorang akan mampu melihat perbuatan yang baik dan buruk, yang merugikan atau yang menguntungkan, yang benar atau yang salah.
Ada perbuatan yang menguntungkan seseorang atau kelompok, tetapi merugikan orang lain dan orang banyak. Hidup yang tidak dilandasi iman, cenderung menggunakan ilmu dan kemampuannya atas dasar nafsunya (mengikuti langkah syaitan), melupakan fitrah hidup, bahwa jin dan manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya.
Mari renungkan sebuah hadits Nabi SAW Artinya : “Sungguh menakjubkan keadaan mukmin itu. Allah tidak menetapkan suatu keputusan baginya, melainkan keputusan itu akan baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, ia akan bersabar, dan yang demikian itu lebih baik baginya. Jika mendapat kesenangan dia akan bersyukur, maka yang demikian itu adalah baik baginya. Dan hal tersebut tidak akan menjadi milik seseorang kecuali orang mukmin ” (HR. Bukhari & Muslim).
Niat yang tulus dan keyakinan yang kuat untuk menghiasi hidup ini dengan langkah perbuatan dan kegiatan-kegiatan yang mengandung makna pengabdian kepada Allah SWT, menjadikan hidup seseorang itu indah dan perbuatannya itu akan menghasilkan manfaat bagi lingkungan sekitamya.
Dari dirinya akan terlihat, bahwa hidup ini adalah anugerah yang tidak ternilai, lebih dari segala yang dimilikinya seperti harta dan kekayaannya. Firman Allah SWT :
لِّلَّهِ ما فِي السَّمَاواتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَإِن تُبْدُواْ مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللّهُ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٢٨٤﴾
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu“ . (QS. Al Baqarah: 284)

Keteladanan Abu Bakar Ash Shidiq.

Ada sebuah kisah yang menarik: Suatu ketika Nabi sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya. Beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar ra menjawab: “Aku”. Kemudian beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Abu Bakar menjawab: “Aku”. Tanya beliau kembali: “Siapakah yang hari ini memberi makan orang miskin?”. Jawab Abu Bakar: “Aku”. Tanya beliau kembali, “Siapakah di antara kalian yang hari ini membesuk orang sakit?” Jawab Abu Bakar, “Aku”. Lalu Nabi SAW bersabda: “Tidaklah amal-amal tersebut menyatu pada diri seseorang melainkan dia akan masuk surga”.
Semoga kita mampu mengisi hidup ini sebagaimana kisah Abu Bakar tersebut, dan terutama yang terpilih menjadi pemimpin, agar hidup semakin bermakna.

NABI MUHAMMAD PEMIMPIN YANG PENUH DENGAN KESEDERHANAAN

Aku Tidak Mau Menjadi Beban Orang Lain
Ketika Nabi Muhammad mengimami shalat pada suatu hari, beliau kelihatan seperti sulit melakukan pergerakan. Ini menimbulkan tanda tanya dan kerisauan di kalangan sahabat yang menjadi makmum. Mereka tidak dapat shalat dengan khusyuk dan merasa terganggu. Setiap kali Nabi bergerak, kedengaran bunyi menggerutup seperti sendi-sendinya bergesek antara satu sama lain.

Umar yang risau melihat keadaan itu terus bertanya setelah mereka selesai shalat. “Wahai Muhammad, kami perhatikan seolah-olah tuan sedang menanggung penderitaan yang amat berat sekali. Apakah Tuan sakit?” “Tidak, Umar” jawab Nabi. “Alhamdulillah, aku sehat dan segar.” Namun Umar tidak puas dengan jawaban itu. “Kalau tuan sehat, mengapa setiap kali tuan menggerakkan badan, kami dengar seolah-olah sendi tuan bergesek. Kami yakin bahwa tuan sedang sakit.

Tetapi Nabi Muhammad tetap mengatakan tidak apa-apa dan tidak ada yang perlu dirisaukan. Namun setelah didesak berkali-kali, akhirnya Nabi Muhammad mengangkat jubahnya. Para sahabat terkejut kerana perutnya begitu kempis dan di liliti sehelai kain berisi batu kerikil untuk menahan rasa lapar. Batu-batu itulah yang mengeluarkan bunyi setiap kali Nabi Muhammad menggerakkan tubuhnya.

“Wahi Muhammad, bukankah apabila tuan lapar dan tidak punya makanan, kami dapat menyediakannya?” Umar bertanya lagi dengan suara penuh belas kasihan kerana khawatir mereka tidak dapat menyempurnakan permintaan Nabi.

“Tidak sahabatku” jawab Nabi Muhammad.  “Aku tau kamu sanggup melakukan apa saja untukku. Tetapi apakah yang akan aku jawab di hadapan Allah nanti apabila aku sebagai pemimpin menjadi beban kepada umatNya?”

Kemudian Nabi menyambung kata-katanya, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah daripada Allah buatku agar umatku tidak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih lagi di akhirat kelak.”

Subhanallah……… ! Adakah pemimpin saat ini yang berupaya seperti apa yang dilakukan Rasul………..?