Senin, 24 Januari 2011

PENOMENA ALAM YANG TERJADI DI SLEMAN YOGYAKARTA

PERISTIWA MENGHEBOHKAN WARGA DI DESA REJOSARI SLEMAN YOGYAKARTA 
Karena ukurannya cukup besar, pola aneh di areal persawahan Desa Rejosari, Jogotirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, baru bisa disaksikan dengan utuh dari puncak bukit di dekatnya yang disebut warga Gunung Suru. Bukit ini terletak di utara areal persawahan tempat ditemukannya pola teratur yang biasa disebut crop circle.
Belum diukur pasti ukuran pola berbentuk lingkaran dan garis-garis memanjang itu. Namun, dilihat sekilas bisa mencapai puluhan meter. Sejak Minggu (23/1/2011) pagi, puluhan warga menaiki bukit itu untuk melihatnya. Meski hujan turun dan jalan ke puncak bukit sangat licin, tidak membuat antusiasme warga untuk melihat fenomena ini menurun.
"Apakah ada UFO mendarat di sini? Saya tidak tahu pasti. Yang jelas ini adalah kebesaran Allah. Mungkin Allah memperingatkan manusia untuk menjaga alamnya," kata Syamsul Bahri (37). Lelaki itu adalah warga Beloran, Madurejo, Prambanan, Sleman, dan datang hanya untuk melihat fenomena itu dari puncak Gunung Suru.
Pola geometris yang tiba-tiba muncul di areal persawahan Desa Rejosari, Jogotirto, Berbah, Sleman, memang mengundang berbagai tafsiran. Jauhari (34), warga Kebondalem, Madurejo, Prambanan, Sleman, mengaitkannya dengan fenomena unidentified flying object (UFO).
UFO memang kerap dihubungkan dengan munculnya pola geometris di sejumlah negara. Entah benar atau tidak, Jauhari mengaku takjub menyaksikan peristiwa langka di persawahan yang terletak tak jauh dari Bandara Internasional Adisucipto ini. 

 Sumber Data : http://sains.kompas.com/read/2011/01/23/23204876/Ukuran..quot.Jejak.UFO.quot..di.Yogya.Cukup.Besar

MENJADI MANUSIA PARIPURNA

TIGA KRITERIA MENJADI MANUSIA TERBAIK
Makhluk yang diciptakan Allah dimuka bumi ini manusia adalah merupakan makhluk yang paling mulia, demikian pernyataan Allah SWT dalam Al-Qur’an pada surat  Al-Israa ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً ﴿٧٠﴾
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Kemuliaan yang Allah berikan disertai dengan segala potensi manusia, baik akal, alat indera, fisik, hati, dan sebagainya. Potensi-potensi tersebut harus diaktualisasikan selain sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya juga sebagai bentuk ekspresi syukur kepada sang Khaliq. Diantara sekian banyak umat manusia, mereka ada yang bersyukur (orang beriman) dan ada yang kufur (musyrik). Orang yang bersyukur inilah yang sesuai dengan harapan Allah untuk senantiasa beribadah kepada-Nya sebagaimana Allah nyatakan dalam Al-Qur’an pada surat .Al-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaku.”
Menjadi seorang mu’min tentulah harus menjadi seorang yang terbaik di antara mu’min yang lainnya. Predikat inilah yang Rasulullah SAW harapkan agar menjadi mu’min yang berkualitas. Dalam beberapa haditsnya, Rasul SAW telah memberikan kriteria mu’min yang terbaik. Diantaranya adalah :
Pertama, man-yuridillaahu khairan yufaqqihhu fid diin (siapa orang yang Allah kehendaki menjadi orang terbaik, Dia akan menjadikan orang tersebut faham dalam urusan agama). Menjadi orang yang faham dalam urusan agama merupakan suatu keharusan bagi umat Islam karena pemahaman terhadap agama akan sangat berpengaruh pada pengamalan ajaran agamanya. Rasulullah SAW sendiri sempat memberikan isyarat betapa urgennya memahami ajaran agama dan Allah SWT pun menegaskan dalam Al-Qur’an pada surat  At-Taubah ayat122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ﴿١٢٢﴾

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya “.
Mendalami ajaran agama bersifat abadi, tidak mengenal waktu, usia dan tempat. Selama hayat masih dikandung badan, selama napas masih berhembus, selama kita masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah SWT. Hadits Rasul SAW mengatakan, artinya: Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat “. Kefahaman seseorang dalam agama akan memberikan cahaya penerang bagi umat yang lainnya. Memberikan bimbingan bagi yang sesat, memberikan peringatan bagi yang lalai.
Selain alasan di atas, kelangkaan orang yang faqih dalam agama bisa menjadi kekhawatiran bagi umat Islam. Hilangnya seorang pemimpin di pemerintahan atau perusahaan tidak perlu dikhawatirkan karena sudah banyak orang yang siap menggantikannya. Berbeda halnya jika seorang ulama meninggal, maka akan sangat sulit mencari siapa penggantinya.
Sebuah ungkapan kata menyatakan,” Jadilah engkau orang yang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu. Tapi jangan menjadi orang yang kelima, maka engkau akan hancur/rusak.”
Kedua, khairukum man ta’allamal Qur’aan wa ‘Allamahu (orang yang terbaik dii antara kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya (pada orang lain). Mempelajari Alquran adalah kewajiban individu (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim karena merupakan sumber utama petunjuk hidup manusia bahkan lebih khususnya lagi orang Islam. Keselamatan hidup di dunia ini tentu akan dirasakan jika manusia itu sendiri berpegang teguh pada petunjuk tersebut sebagaimana telah dijaminkan oleh Rasul SAW.
Seorang ulama bernama Abdullah Darraz mengatakan, “Alquran bagaikan mutiara yang indah berkilau. Dari sudut manapun orang melihat mutiara tersebut, pasti akan mendapatkan pancaran keindahan.” Begitu pula Alquran, siapapun orang yang membacanya, ia akan mendapatkan hidayah darinya, dari mulai orang awam sekalipun sampai tingkat ulama atau intelektual.
Ketiga, khairunnaas anfa’uhum linnaas (sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia yang lainnya). Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Hal ini menjadi indikator berfungsinya nilai kemanusiaan yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi tidak berguna bagi yang lainnya. Contoh umum yang selalu diungkapkan adalah “hiduplah seperti lebah, jangan seperti lalat.”
Lebah hidup selalu dari yang indah/bersih, dia hinggap di tangkai bunga tanpa mematahkannya, dia mengeluarkan sesuatu zat yang sangat berguna atau menyehatkan, yaitu madu. Sedangkan lalat, dia hidup selalu di lingkungan yang kotor, memberikan atau menyebarkan penyakit ke mana-mana.

Kalau kita coba menginstrospeksi diri, maka lihatlah keluarga kita, tetangga kita, saudara, kerabat, dan umat secara keseluruhan. Apakah mereka semua merasa senang ketika kita ada atau malah sebaliknya ? Secara filosofis keberadaan kita itu harus berimbas kemaslahatan buat yang lain bukan hanya sekedar berguna untuk diri kita semata.
Dari uraian di atas, kita harus bertekad untuk menjadi manusia yang terbaik (khairunnaas) menurut versi Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal itu akan mendatangkan  kebahagian dunia dan akhirat, tidak hanya bahagia dunia semata seperti halnya penghargaan antar manusia (award-award) yang sifatnya hanya untuk dunia.
Untuk itu, jadilah kita, orang yang faham akan ajaran agama, orang yang mengajar atau belajar Al-Qur’an dan menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain.