Ibadah
Puasa
Membuang
Sifat Kebinatangan Dalam Diri
Sekurang-kurangnya ada tiga sifat binatang yang selalu melekat dalam kehidupan manusia, diantaranya:
1. Sifat monyet. Manusia yang pada dirinya melekat sifat monyet
biasanya banyak intrik-intrik yang mewarnai kehidupannya untuk mengecoh orang
lain. Hal itu dilakukan demi untuk mendapatkan kesenangan pribadinya. Sebab,
bila kita perhatikan kehidupan monyet, banyak intrik yang dia lakukan untuk
mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Apabila manusia memiliki sifat yang
seperti ini tentu kehadirannya ditengah-tengah masyarakat tidak akan membawa
maslahat bagi orang lain, karena itu sifat yang seperti ini harus dibuang
jauh-jauh dari kehidupan manusia. Salah satu upaya untuk menghilangkan sifat tersebut
maka puasa adalah solusinya. Sebab dengan penghayatan pengamalan ibadah puasa akan
terbentuk sikap yang baik dan tidak mengakal-akali orang lain dalam hidupnya.
2. Sifat babi. Kita tahu bahwa babi adalah binatang yang paling
rakus dan jorok, sebab babi memakan sembarang makanan, bahkan kotorannya
sendiripun ia makan. Ummat Islam diajarkan agar menjauhkan diri dari sifat
rakus dan dari hal-hal yang kotor. Untuk menghilangkan sifat rakus tersebut
maka puasa adalah salah satu sarana latihan untuk itu. Sebab melalui ibadah
puasa seseorang menyadari betapa tidak enaknya merasakan lapar sepanjang hari. Maka
dengan merasakan hal tersebut diharapkan akan muncul sikap solidaritas sosial
kepada orang lain untuk berbagi kepada orang lain dikala dia memiliki kelebihan
rezeki. Dengan demikian, melalui penghayatan ibadah puasa sifat serakahnya akan
hilang dan berganti dengan sikap suka memberi dan menolong.
3. Sifat srigala. Srigala adalah satu diantara binatang yang
memiliki kecongkakan dan kepongahan, sebab dia merasa kuat dengan taring dan
kuku yang dia miliki. Manusia juga ada yang memiliki sifat srigala ini, dimana banyak
manusia yang menunjukkan sikap kecongkakan dan kepongahan dihadapan orang lain,
seolah-olah dialah yang paling hebat dan tidak ada orang lain yang melebihinya.
Sikap seperti ini merupakan sikap yang tidak dicintai oleh Allah. Karenaya, puasa
yang dilaksanakan, juga merupakan sarana latihan untuk membuang sifat kecongkakan
dan kepongahan tersebut. Sebab, orang yang melaksanakan puasa akan merasakan perutnya
terasa lapar, akibat dari merasakan lapar tersebut badannya terasa lemah, tidak
ada yang dapat dia banggakan dari dirinya. Dalam suasana yang seperti ini
seharusnya seorang muslim menyadari bahwa tidak selamanya kelebihan yang
dimiliki dapat dibanggakan, apalagi menjadi kecongkakan dan kepongahan dalam
kehidupan. Maka hasil dari didikan puasa ini diharapkan akan muncul sikap
lembut dan kasih sayang terhadap sesama. Apabila sikap seperti ini sudah
merakyat dalam kehidupan ummat maka tentunya tidak ada lagi kerisauan dan
ketakutan dihati ummat, sebab kehidupan masyarakat sudah dibentuk dengan
jalinan kasih sayang terhadap sesama.
Bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan hadir dalam kehidpan kita, dan kita sebagai ummat yang beriman akan melaksanakan ibadah puasa di dalamnya, tentu diharapkan melalui ibadah puasa yang akan kita laksanakan mampu membawa hikmah bagi kehidupan kita. Diantaranya, diharapkan akan mampu menghilangkan sifat-sifat kebinatangan yang mungkin ada dalam kehidupan kita. Karena itu, Hilangkanlah baju kebesaran (kesombongan) yang sering dipergunakan untuk mempertontonkan kepongahan. Tanggalkan lambang-lambang status yang sering dipakai untuk memperoleh perlakuan istimewa. Hilangkan sikap rakus yang akibatnya tidak mempedulikan yang halal dan yang haram. Jauhkan diri dari intrik-intrik yang selalu mengecoh orang lain dan hapus sifat-sifat buruk lainnya yang dalam diri kita.
Seorang yang melaksanakan puasa diharapkan kembali menjadi seperti anak bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, yaitu : Suci dari segala noda yang selanjutnya ia akan melangkah dengan langkah-langkah kesucian, kejujuran, kerendahan hati, dan pengabdian serta sifat-sifat terpuji lainnya. Semoga Puasa Ramadhan kita tahun ini menghantarkan kita kearah yang demikian.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ
الـْعـَالـَمِـيْـنَ