Rabu, 10 Oktober 2012

Kisah Perjalanan Nabi Ke Madinah


Susu Kambing Yang Kurus
(Kisah Perjalanan Nabi Ke Madinah)

Selama tiga hari Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah, persediaan makan Rasul dan Abu Bakar selama berada di Gua Tsur diantar oleh anak Abu Bakar, yaitu Asma’ bersama saudaranya Abdullah. Setelah tiga hari berada di Gua itu Nabi Muhammad dan Abu Bakar meneruskan perjalanan menuju Madinah (dulunya disebut Yatsrib).

Bersama Rasul dan Abu Bakar ikut dua orang sahabat lain, yaitu Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqith. Mereka berjalan menelusuri gurun pasir dan gunung-ganung untuk meneruskan usaha menyebarkan Islam kepada penduduk Madinah.

Dalam menelusuri gurun pasir tersebut, Nabi Muhammad melihat ada sebuah kemah di tengah padang pasir. Mereka mendekatinya dengan niat ingin meminta bantuan atau membeli makanan.

Kedatangan mereka di sambut oleh seorang pengembala kambing yang pemurah, bernama Ummi Ma’bad. Ummi Ma’bad bersama suaminya; Abu Ma’bad memang sengaja memasang kemah di tengah-tengah padang pasir untuk membantu para kafilah yang lewat di daerah itu. Pasangan suami isteri ini selalu mendapat pemberian uang dari orang-orang yang telah mereka bantu atas jasa-jasa meraka. 

Rasul dan Abu Bakar beserta  Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin Uraiqith sampai ditempat itu dalam keadaan letih, lapar dan dahaga. Mereka bermaksud membeli daging dan kurma dari wanita itu. Tetapi ketika itu suami Ummi Ma’bad sudah keluar menggembala kambing di samping mencari pelanggan dari kalangan kafilah yang lewat. Jadi, tidak ada apa-apa yang dapat dujual Ummi Ma’bad kepada tamunya  yang sedang kelaparan itu.

Ummi Ma’bad tidak tahu bahwa laki-laki yang ada dihadapannya adalah seorang Nabi, laki-laki  mulia yang namanya menjadi pembicaraan orang-orang di tanah Arab ketika itu. Sangkanya lelaki itu sama seperti laki-laki dari kafilah lain yang singgah meminta bantuan.

Saat itu, Nabi Muhammad melihat seekor kambing kurus yang tertambat di tepi kemah. Rasul bertanya; “Apakah kambing itu mempunyai susu untuk diperah?” “Kambing itu terlalu lemah dan kurus, tuan. Tidak mungkin ada susunya,” jawab Ummi Ma’bad. Dia merasa kecewa kerana gagal membantu tamunya yang dalam kesusahan.

Sebaliknya Nabi membalas, “Tidak mengapa. Tetapi, bolehkah saya memerahnya?”

“Jika Tuan merasa ia mempunyai susu, silakan perah.” Ummi Ma’bad memberi izin.

Nabi Muhammad mendekati kambing itu dan mengusapnya perlahan. Nabi Muhammad berdoa dan menyebut asma’ Allah dan mulai memerah. Dengan izin Allah, susu kambing keluar dengan banyak. Lalu susu itu dimasukkan ke dalam mangkuk. Selanjutnya, susu itu diberikan kepada Ummi Ma’bad dan tiga orang sahabat Nabi.

Setelah tiga orang sahabat Nabi kenyang, barulah giliran Nabi meminumnya. Kemudian Nabi kembali memerah semangkuk lagi dan menyerahkannya kepada Ummi Ma’bad sebagai persediaan untuknya. Setelah itu, Nabi dan rombongan mengucapkan terima kasih lalu meneruskan perjalanan ke kota Madinah.

Tidak lama kemudian, suaminya, Abu Ma’bad pulang membawa kambing-kambingnya yang kurus kerana tidak cukup makanan. Selepas melangkah masuk ke dalam kemah, dia merasa heran melihat ada semangkuk susu segar. Dia keheranan kerana sepengetahuannya, semua kambingnya kurus kering dan kekurangan makanan. Tidak mungkin kambingnya bisa mngeluarkan susu sesegar itu.

Ummi Ma’bad menceritakan mengenai kedatangan empat orang lelaki Quraisy ke kemah mereka tadi. Dia menyatakan kagumnya pada lelaki itu. Katanya, lelaki itu punya sepasang tangan yang cukup berkah kerana berhasil memerah susu dari kambing yang kurus itu.

“Ceritakan bagaimana paras orang itu, pinta Abu Ma’bad pada isterinya.

“Dia seorang yang pembersih, mempunyai wajah yang bercahaya dan prilaku yang sangat baik,” kata Ummi Ma’bad.

Kemudian dia melanjutkan ceritanya, “wajahnya sangat sejuk untuk dipandang, matanya hitam berkilau dan bercelak, alis matanya lebat, suaranya bagus, tengkuknya panjang. Dia mempunyai janggut yang lebat dan betis yang panjang. Kulitnya kemerah-merahan.” Dia berhenti berbicara, sementara Abu Ma’bad diam dan tekun mendengarnya.

Kemudian dia lanjutkan menceritakan ciri-ciri Nabi; “Dia sangat tenang jika berdiam diri. Apabila bicara dia kelihatan hebat. Jika dilihat dari jauh dia seorang yang amat ganteng dan kelihatan cerah, manis dan bagus. Dia seorang yang terlalu sempurna, serta mempunyai teman-teman yang sayang kepadanya. Jika dia bicara temannya mendengarkan dan patuh akan perintahnya.” Demikianlah Ummi Ma’bad menjelaskan sifat lelaki yang singgah dirumahnya tadi.

Abu Ma’bad kagum mendengarnya. Dan berkata; “Demi Allah, itulah laki-laki Quraisy yang disebut-sebut di Makkah. Aku memang bercita-cita hendak mengikutnya. Jika aku ada peluang, aku akan lakukan!”

Mendengar kata-kata suaminya, Ummi Ma’bad tidak membuang-buang waktu lagi. Dia menyiapkan barang-barang keperluan, lalu berangkat ke Madinah menyusul tamunya tadi. Di Madinah, mereka menyatakan keislaman dan menjadi pengikut Islam yang setia.

Sejak saat itu, nama Ummi Ma’bad atau nama asalnya Atikah binti Khalid al-Khuzaiyah tercatat dalam sejarah Islam kerana bijak dan fasih dalam menerangkan sifat-sifat Nabi. Ungkapan yang digunakannya begitu halus, lembut, terperinci dan penuh penjiwaan sekaligus membuktikan ketajaman akalnya.