Rabu, 12 Januari 2011

ULAMA' DARI BANJAR INI MERUPAKAN ULAMA' YANG BESAR PENGARUHNYA DI BUMI NUSANTARA - DIANTARA KARYANYA ADALAH KITAB " SABILALMUHTADIN "

Biografi: Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

Beliau dilahirkan di desa Lok Gabang pada hari kamis dinihari 15 Shafar 1122 H, bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak pertama dari keluarga muslim yang taat beragama , yaitu Abdullah dan Siti Aminah. Sejak masa kecilnya Allah SWT telah menampakkan kelebihan pada dirinya yang membedakannya dengan kawan sebayanya. Dimana dia sangat patuh dan ta'zim kepada kedua orang tuanya, serta jujur dan santun dalam pergaulan bersama teman-temannya. Allah SWT juga menganugrahkan kepadanya kecerdasan berpikir serta bakat seni, khususnya di bidang lukis dan khat (kaligrafi).
Pada suatu hari, tatkala Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengadakan kunjungan ke kampung-kampung, dan sampailah ke kampung Lok Gabang alangkah terkesimanya Sang Sultan manakala melihat lukisan yang indah dan menawan hatinya. Maka ditanyakanlah siapa pelukisnya, maka dijawab orang bahwa Muhammad Arsyad yang pelukisnya. Mengetahui kecerdasan dan bakat sang pelukis, terbesitlah di hati sultan keinginan untuk mengasuh dan mendidik Muhammad Arsyad kecil di istana yang ketika itu baru berusia ± 7 tahun.
Sultanpun mengutarakan goresan hatinya kepada kedua orang tua Muhammad Arsyad. Pada mulanya Abdullah dan istrinya merasa enggan melepas anaknya yang tercinta. Tapi demi masa depan sang buah hati yang diharapkan menjadi anak yang berbakti kepada agama, negara dan orang tua, maka diterimalah tawaran sultan tersebut. Kepandaian Muhammad Arsyad dalam membawa diri, sifatnya yang rendah hati, kesederhanaan hidup serta keluhuran budi pekertinya menjadikan segenap warga istana sayang dan hormat kepadanya. Bahkan sultanpun memperlakukannya seperti anak kandung sendiri.
Setelah dewasa beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang solehah bernama tuan "BAJUT", seorang perempuan yang ta'at lagi berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup bahagia, seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata. Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu ke tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya Siti Aminah mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya.Deraian air mata dan untaian do'a mengiringi kepergiannya.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Diantara guru beliau adalah Syekh 'Athoillah bin Ahmad al Mishry, al Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi dan al 'Arif Billah Syekh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani al Madani.
Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muh. Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah.
Menurut riwayat, Khalifah al Sayyid Muhammad al Samman di Indonesia pada masa itu, hanya empat orang, yaitu Syekh Muhammad Arsyad al Banjari, Syekh Abd. Shomad al Palembani (Palembang), Syekh Abd. Wahab Bugis dan Syekh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan "Empat Serangkai dari Tanah Jawi" yang sama-sama menuntut ilmu di al Haramain al Syarifain.
Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang diarak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penantiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa itu.

Sultan Tamjidillah (Raja Banjar) menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultanpun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang 'alim lagi wara'.
Dalam menyampaikan ilmunya Syekh Muh. Arsyad mempunyai beberapa metode, di mana antara satu dengan yang lain saling menunjang. Adapun metode-metode tersebut, yaitu:

1. Bil-hal.
Keteladanan yang baik (uswatun hasanah)yang direfleksikan dalam tingkah-laku, gerak-gerik dan tutur-kata sehari-hari dan disaksikan secara langsung oleh murid-murid beliau.
2. Bil-lisan.
Dengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat, sahabat dan handai taulan.
3. Bil-kitabah.
Menggunakan bakat yang beliau miliki di bidang tulis-menulis, sehingga lahirlah lewat ketajaman penanya kitab-kitab yang menjadi pegangan umat. Buah tangannya yang paling monumental adalah kitab Sabilal Muhtadin Littafaqquh Fiddin, yang kemasyhurannya sampai ke Malaysia, Brunei dan Pattani (Thailand selatan).
Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muhammad Arsyad ke hadirat-Nya. Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.

KISAH TELADAN


HARITSAH BIN SUROQOH
( PEMUDA YANG MENDAMBAKAN MATI SYAHID )
Suatu hari, ketika Nabi Muhammad saw. berjalan di kota Madinah, beliau berpapasan dengan seorang yang bernama Haritsah bin Suroqoh. “Haritsah! Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Rasul bertanya. “Ya Rasulallah! Pagi ini aku merasakan telah mencapai hakikat keimanan,” jawab Haritsah. Mendengar jawaban tersebut, Nabi Muhammad bertanya. “Apakah buktinya dan dimanakah bukti akan hakikat keimananmu?” .

“Cinta pada dunia telah hilang dari dalam diriku sehingga nilai emas dan batu sama saja di mataku. Seolah-olah dalam mataku dengan jelas aku dapat melihat Arasy Allah, penghuni Syurga mendapatkan nikmat di Syurga manakala penghuni Neraka menerima azab di Neraka. Ya Rasulallah! Pada waktu malam aku bermunajat dan di siang hari aku berpuasa,” kata Haritsah.

“(Engkau adalah) hamba Allah yang telah memperoleh cahaya di hatimu. Haritsah, engkau telah menerimanya, maka jadikanlah ia sebagai amalan,” kata Nabi Muhammad kepadanya. “Wahai Nabi Muhammad! Kau doakanlah aku mati syahid di jalan Allah,” kata Haritsah. Kemudian, Nabi Muhammad pun mendoakan agar Haritsah berpeluang untuk mati syahid.

Pada suatu hari Nabi Muhammad dan para sahabat keluar dari kota Madinah untuk berperang melawan orang-orang kafir Quraisy di Perang Badar. Jumlah tentara orang kafir lebih dari 950 orang sedangkan tentara Muslim hanyalah 313 orang tanpa memiliki senjata yang memadai, diantara pejuang itu adalah seorang pemuda yang bernama Haritsah, ( menurut ahli sejarah saat itu usia Haritsah baru 17 tahun ).

Walau jumlah tentara ummat islam tidak sebanding dengan tentara kaum kafir Quraisy, Allah memberikan kemenangan kepada mereka. 70 orang tentara kafir Quraisy terbunuh,70 orang tertawan. Sebanyak 14 orang sahabat mati syahid dan Haritsah adalah salah seorang diantara mereka.

Ketika Nabi Muhammad dan para sahabat kembali dari medan perang, ibu Haritsah menemui Rasul dan bertanya.

Wahai Nabi, dimanakah anakku Haritsah?
Wahai ibu Haritsah! Bersabarlah, sesunggahnya anakmu terbunuh dijalan Allah,” jawab Nabi Muhammad.

Ibunya mengulangi pertanyaan tersebut sampai tiga kali, dan dijawab Rasul dengan jawaban yang sama.
Selanjutnya ibu Haritsah berucap, “Ya Rasulallah, aku tahu kalau anakku terbunuh di jalan Allah kerana itu merupakan keinginannya. Tetapi dimanakah anakku berada, di Syurga atau Neraka?”

Nabi Muhammad menjawab, “Wahai ibu Haritsah, apakah engkau tidak tahu? Sesungguhnya Syurga itu bukan hanya satu, tetapi banyak sekali tingkatannya. Dan sesungguhnya anakmu telah mencapai Syurga Firdaus, yaitu Syurga yang paling tinggi. Mendengar jawaban Nabi Muhammad tersebut Ibu Haritsah merasa gembira mendengarnya, dan menjadi tenanglah hati dan perasaanya.

KISAH TELADAN





KOLEKSI FOTO MUSIBAH BANJIR TANGGAL 6 JANUARI 2011

SUASANA BANJIR MELANDA MEDAN
DI ABADIKAN DALAM FOTO
Bapak Nasrun ( saat berjuang melawan derasnya arus air sambil menikmati rokok )
Sarwo Edi Hrp ( Sedang mengabadikan peristiwa banjir tgl. 6-1-2011, terlihat Bapak Nasrun dan seorang pemuda yang menyelamatkan adiknya dari hantaman banjir).

Sofyan Rangkuti ( Sibuk membantu menyelamatkan hartabenda penduduk 

)
H. Suryanto Ginting bersama Bapak Nasrun, saat turun ke lapangan meninjau suasana banjir ke rumah-rumah penduduk
H. Suryanto Ginting, sedang mengamati rumah penduduk yang terkena banjir
Bapak Mahyudin, sedang menyelamatkan hartabendanya
Mahyudin (kiri) Ustaz Khairul Akmal R. (tengah) dan Bapak Rusli Ali (kanan), sedang berada Di Pondok Pembinaan Anak-Anak Yatim sambil berjaga-jaga terhadap perkembangan suasana banjir
Rumah Sarwo Edi Harahap yang terandam banjir sekitar satu meter

Kedalaman air setinggi satu meter di halaman rumah Ustaz Khairul Akmal Rangkuti dan USarwo Edi Harahap.