Jumat, 01 April 2011

Kisah Teladan Seorang Pemimpin

Said Bin Amir Gubernur yang Zuhud
( Empat Perkara Yang Terjadi Pada Gubernur)

Suatu hari, Umar Ibnu Khattab tiba di Himsa, sebuah kota di Syam. Di sana, Umar mengumpulkan penduduk kota tersebut dan bertanya kepada mereka untuk mendapatkan pandangan penduduk setempat tentang kinerja Gubernurnya dalam menjalankan roda pemerintahan:

Wahai penduduk Himsa, bagaimana pendangan kalian tentang Gubernur kalian ( Said Bin Amir ) dalam menjalankan roda pemerintahan?

Mereka memberi jawaban yang mengejutkan Umar. “Ada empat perkara yang ada pada diri Gubernur ( Said Bin Amir ), hal tersebut menyebabkan kami merasa susah,” jawab mereka.

Apakah empat perkara itu?” tanya Umar.

Pertama, dia hanya keluar dan mau bertemu dengan kami pada waktu siang saja, kata mereka.
Ini adalah merupakan hal yang  tidak baik,” kata Umar.
Lalu apa hal yang kedua ?, tanya Umar kembali.

Kedua, dia tidak berkenan melayani siapa-pun yang datang pada waktu malam.
Ini juga merupakan masalah yang serius. Kata Umar.
Kemudian apa yang ketiga?

Ketiga, ada satu hari dalam satu bulan, dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami.
Ini tidak bisa dianggap mudah. Gumam Umar di dalam hati.
Lantas apa yang keempat, Tanya Umar dengan rasa penasaran

Keempat, Dia selalu pingsan ketika bersama kami.

Mendengar pengaduan dari masyarakat tersebut, Umar tidak dapat berdiam diri, sebab Umar memandang apa yang diadukan oleh masyarakat kepadanya merupakan kinerja yang tidak baik dari seorang pemimpin. Karena itu, Umar merasa perlu untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul antara Gubernur dengan rakyatnya. Itulah ciri-ciri pemimpin yang mulia, bahwa dia bersedia mendengarkan pengaduan dari rakyatnya dan terus memberikan penyelesaian, bukan hanya sekadar janji kosong.

Lalu, Umar membuat pertemuan antara Said Bin Amir selaku Gubernur, dengan rakyatnya yang siap  mengadili Gubernur mereka.

Ya Allah, jangan Engkau kecewakan prasangka baikku selama ini kepada Said Bin Amir, kata Umar dalam do’anya saat membuka pembicaraan pada pertemuan hari itu. Kemudian, Umar memandang kearah perwakilan masyarakat, dan berkata kepada mereka.

Baiklah wahai penduduk Himsa, apa yang menjadi keluhan kalian terhadap kepemimpinan Said selama ini?. Perwakilan penduduk tersebut mengatakan:

Pertama, Said hanya keluar dan mau bertemu dengan kami pada waktu siang saja.
Dengan tenang Said memulai bicara untuk memberi jawaban, lalu dia berkata: “ Demi Allah sesungguhnya aku tidak suka menjawab pertanyaan ini, namun agar kalian dan khalifah Umar tahu terpaksa aku harus menjawabnya. Ketahuilah, bahwa aku tidak mempunyai pembantu, maka aku harus membuat roti sendiri pada malam hari. Kemudian aku perlu menunggu hingga adonan itu mengembang dan kemudian aku panggang hingga menjadi roti. Setelah itu aku berwudhuk dan barulah keluar menemui penduduk.

Lalu, Apa yang kedua?” Tanya Umar kepada wakil mereka.

Kedua, Said tidak berkenan melayani siapa-pun yang datang pada waktu malam.
Apa jawabanmu Said? Tanya Umar.

Sesungguhnya aku juga tidak suka menjawab pertanyaan ini. Tapi baiklah:
Sesungguhnya Aku menyediakan waktuku di siang hari untuk melayani mereka dan pada malam hari untuk Allah semata, jawab Said.

Kemudian apa lagi?” Umar bertanya kembali kepada mereka.

Jawab mereka: ada satu hari dalam satu bulan, dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami. Apa komentarmu dalam masalah ini? Tanya Umar kepada Said.

Jawabnya: Aku tidak mempunyai pembantu untuk mencuci pakaianku, dan aku tidak memiliki pakaian yang lain selain yang aku pakai ini. Inilah satu-satunya pakaian yang ada padaku, dan aku mencucinya sendiri. Setelah itu, aku perlu menunggu pakaian itu sampai kering, dan aku baru dapat menemui mereka apabila baju yang aku cuci itu kering.

Selanjutnya apa lagi?, Tanya Umar kepada mereka.

Dia selalu pingsan ketika bersama kami. Kata perwakilan itu.

Untuk masalah yang keempat ini, Said berbicara dengan panjang lebar. “Aku pernah menyaksikan sendiri bagaimana Khubaib Al-Anshari meninggal di Makkah. Dia disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy dan sangat tragis. Ketika itu aku belum memeluk Islam. Mereka menyayat-nyayat dagingnya, kemudian menyalibnya di pohon kurma. Orang Quraisy itu berkata, “Khubaib, apakah kamu rela jika Muhammad menggantikanmu sekarang untuk disiksa?” Khubaib menjawab, “Demi Allah, kalau saya berada dalam keadaan tenang dengan keluarga sekarang ini dan Muhammad tertusuk duri, aku sungguh tidak rela.
Saat itu aku tidak dapat menolong Khubaib. Setiap kali mengingat peristiwa itu, aku menjadi risau jika Allah tidak mengampuniku untuk selamanya. Jika aku mengingat peristiwa itu, aku pingsan. Itulah jawabanku wahai Khalifah.

Umar Ibnu Khattab merasa lega dengan jawaban Said terhadap empat perkara yang menjadi kerisauan penduduk selama ini. Ternyata, Said seorang Gubernur yang adil dan zuhud.

“Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan prasangka baikku kepadanya,” kata Umar.
Tidak sia-sia Umar memilih Said menjadi wakilnya di Syam.

Subhanallah………………..!
Sorang Gubernur hanya memiliki satu pasang pakain karena zuhudnya terhadap kehidupan dunia, namun tetap menjalankan kepemimpinannya dengan adil dan bijaksana.

Adakah pemimpin seperti Said Bin Amir saat ini? Ah…. Rasanya pembaca masing-masing memiliki jawaban atas pertanyaan ini.

Ya Allah, bukalah pintu hati para pemimpin kami agar dapat menjalankan kepemimpinan yang mereka emban dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syari’atmu. Tanamkanlah di hati mereka rasa cinta kepada rakyatnya, sehingga kepemimpinan mereka benar-benar untuk membela kepentingan rakyatnya, bukan untuk kepentingan kelompok dan golongannya.

امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ