Sabtu, 04 Juni 2011

Hati Memiliki Resonansi Seperti Gitar

Hati Memiliki Resonansi Seperti Gitar

Gitar sebagai salah satu alat music memiliki tabung resonansi yang lubangnya menghadap ke arah deretan senarnya. Jika senar tersebut digetarkan dengan cara dipetik, maka udara di dalam ruang resonansinya akan ikut bergetar. Inilah yang menyebabkan suara senar gitar itu terdengar keras dan merdu. Apabila lubang gitar tersebut disumpal dengan kain, maka bisa dipastikan resonansi tidak akan terjadi dalam gitar itu, dan suara gitar pun menjadi terdengar pelan dan tidak merdu.
Demikian pula dengan hati atau jantung manusia, bila dimisalkan seperti gitar hati juga mempunyai tabung resonansi. Setiap kita berpikir atau berbuat selalu terjadi getaran di hati kita. Getaran tersebut bisa kasar bisa juga lembut, bergantung bagaimana getaran itu muncul.  Ketika hati kita sedang bergembira atau sedang bersedih, hati kita selalu bergetar, hanya bentuk getarannya yang berbeda.
Secara umum getaran tersebut berasal dari dua sumber: 

Pertama:  Getaran Hawa nafsu adalah keinginan untuk melampiaskan segala keinginan dan kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar dan bergejolak-gejolak dan tidak beraturan. Yang termasuk dalam getaran hawa nafsu ini antara lain adalah, rasa amarah, rasa benci, dendam, iri hati, dengki, berbohong, menipu, sombong dan lain sebagainya. 

Getaran seperti ini menimbulkan efek negatif terhadap tubuh kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus menerus akan mengalami kekakuan dan kemudian akan mengeras. Demikian pula dengan hati dan jantung kita. Orang yang pemarah akan memiliki resiko sakit jantung, dan pembuluh darahnya akan mengeras dan akibatnya sulit untuk bergetar dalam menerima kebaikan. Ibarat Gitar lubang resonansinya sudah tertutup, maka suaranya pun tidak nyaring dan merdu. Akhirnya suara kebenaran apapun yang disampaikan kepadanya tidak mampu untuk diterimanya sebab hatinya sudah mengeras, membatu, tertutup bahkan terkunci. Nauzubillah min dzalik. 

Kedua:      Getaran ilahiah adalah dorongan untuk mencapai tingkatan kualitas yang lebih tinggi. Biasanya getarannya cenderung lembut dan halus dengan frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Diantara getaran ilahiah ini adalah, membaca Al-Qur’an, berzikir, memiliki sifat sabar, ikhlas, bertawakkal kepada Allah dan lain sebagainya. 

Getaran ilahiah ini bagaikan buluh perindu yang menghasilkan suara merdu ketika di tiup. Kenapa demikian ?. Karena hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi dan bagus. Semakin lembut hati seseorang maka semakin tinggi pula frekuensinya. Pada prekuensi 10 pangkat 8 akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika lebih tinggi lagi, pada prekuensi 10 pangkat 14 akan menghasilkan gelombang cahaya.

Jadi seorang yang hatinya lembut akan bisa menghasilkan cahaya di dalam hatinya, dan jika cahaya ini semakin menguat, maka ia akan membias ke luar menggetarkan seluruh bio-elektron di dalam tubuhnya untuk mengikuti cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya atau aura yang jernih. Dan jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura itu akan membias semakin jauh mempengaruhi lingkungan sekitarnya.

Karena itu, wajarlah kalau kita berdekatan dengan orang-orang yang hatinya ikhlas dan penuh dengan kesabaran, hati kita juga merasa tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi tinggi yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya. 

Sebaliknya kalau kita berdekatan dengan orang yang pemarah, maka hati kita akan ikut merasa panas dan gelisah. Semua itu akibat adanya resonansi gelombang elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang kepada orang yang ada di sekitarnya.

Mari kita benahi hati, untuk memiliki sifat-sifat yang baik, diharapkan dapat memancarkan suara resonansi yang baik dan merdu dalam bentuk sikap yang lembut, tawadhu’, ikhlas, dan sikap-sikap yang baik lainnya.

Sumber:
Pusaran Energi Ka’bah – Agus Mustofa. ( Dengan penambahan dan pengurangan kalimat-kalimat yang tidak mengurangi makna dan pemahaman yang sesungguhnya ).