Jumat, 25 Maret 2011

Bersyukur Akan Karunia Allah


Hakikat Bersyukur
Firman Allah dalam surat Ibrahim:34.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Artinya : " Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).
Banyak karunia yang diberikan Allah kepada manusia, siapapun dia, bagaimanapun kondisinya dan apapun status sosialnya. Bahkan, musibah yang menimpa seorang mukmin yang apabila ia hadapi dengan lapang dada dan mengembalikan musibah itu kepada Allah dengan ucapan:
 إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ “ (sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami kembali ). Itupun menjadi nikmat tersendiri baginya. Karena Nabi Muhammad menyatakan dalam sabdanya, artinya : “ Keadaan seorang mukmin itu sangat menakjubkan, karena semua keadaannya menjadi kebaikan bagi dirinya, jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka itu mejadi kebaikan baginya, dan jika ditimpa musibah ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya ". (HR. Muslim).
Banyak karunia dan nikmat yang diberikan Allah kepada manusia, yang kadang manusia itu lalai, tidak tahu diri dan tidak mengenal kebaikan dan karunia Allah kepadanya, karena itu Allah mengingatkan manusia dengan firman:
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Artinya : " Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah). ( Q.S Ibrahim:34 ).
Pernyataan Allah melalui firmanNya di atas bertujuan agar manusia bersyukur kepadaNya dan memanfa’atkan karunia dan nikmat tersebut kepada jalan yang di ridhaiNya, dan agar manusia tidak menjadi orang yang zalim serta kufur nikmat dan menyadari betapa banyaknya karunia dan nikmat Allah yang telah Dia anugerahkan kepadanya.
Banyak manusia berkeluh kesah dalam hidupnya dan menunjukkan sikap memberontak sembari berucap "Allah sangat tidak adil! Saya yang sudah melakukan kabaikan dan mematuhi perintahNya, namun hidupku selalu sengsara dan do’a-do’a-ku tidak pernah dikabulkan. Sementara orang yang tidak taat kepada Allah dan selalu melakukan kemaksiatan justeru diberi rezki yang berlimpah. Sungguh Allah sangat tidak adil. Begitu banyak ungkapan manusia seperti ini……!
Sebenarnya ungkapan seperti itu bagi orang yang beriman bukanlah merupakan sesuatu yang mengherankan, sebab jauh sebelumnya Allah telah menggambarkan sikap orang yang seperti ini dengan firmanNya dalam surat Al-Fajr : 15 -16 :
فَأَمَّا الانسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾
Artinya :“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku".
Biasanya orang yang seperti itu tidak menyadari bahwa karunia yang telah diberikan Allah kepadanya banyak sekali dan tidak terhitung, bahkan dia tidak mensyukurinya. Andaipun ia mensyukurinya tentu syukurnya itu tidak akan dapat mengimbangi kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya.
Seyogianyalah kita manusia menyadari bahwa Allah telah memberi kepada kita mata yang dengannya kita dapat melihat, tentu nilainya tidak dapat dibandingkan dengan kekayaan matrial, lalu sepadankah kesyukuran kita dengan nikmat penglihatan ini? Bukankah Allah telah menganugerahkan kepadanya akal yang dengannya ia dapat melakukan banyak hal? Relakah akalnya ditukar dengan uang sebanyak kebutuhannya? Lalu bagaimana dengan nikmat sehat, nikmat bisa bernafas, nikmat oksigen, nikmat Islam, nikmat iman, nikmat dapat beribadah dengan baik dan khusyu', nikmat ilmu dan lain-lainnya? Allah berfirman dalam surat Al-Mulk:23.
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالابْصَارَ وَالافْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ
Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.
Jika nikmat yang ada pada dirinya saja belum mampu untuk dia syukuri, lalu pantaskah ia mengucapkan ungkapan “ Allah itu tidak adil ? “. Tidak tertutup kemungkinan, andaikan Allah memberinya nikmat yang lain malah membuatnya makin tidak bersyukur, sebab yang ada saja belum mampu untuk disyukuri.
Betapa malangnya manusia yang tidak merasakan betapa banyak dan besarnya karunia dan nikmat Allah kepadanya, atau hanya bisa merasakan karunia dan nikmat-Nya pada makanan dan minumannya saja, lalu ia merasa telah bersyukur kepada Allah, karena bisa mengucapkan Alhamdu lillâh sesudahnya.
Abû Dardâ ra pernah mengatakan, " Barang siapa yang tidak melihat (merasakan) nikmat yang Allah berikan kepadanya kecuali hanya pada makanan dan minumannya, maka sesungguhnya ilmu (ma`rifat)nya sangat dangkal dan azab pun telah menantinya".
Karunia dan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita (manusia) sungguh tidak dapat kita hitung jumlahnya dan sebanyak apapun kesyukuran manusia kepada Allah atas karunia-Nya tetap tidak akan sebanding, bahkan bisa bersyukur itu sendiri merupakan karunia dan nikmat. Oleh karena itu, hendaknya manusia menyadari, apapun kedudukannya di dunia ini harus selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Allah SWT.
Ibnu Qayyim (ulama terkemuka) mengatakan bahwa hakikat syukur itu adalah, membekasnya nikmat Allah pada lisan sang hamba dalam bentuk pujian dan pengakuan. Membekasnya nikmat Allah pada hatinya dalam bentuk kesaksian dan rasa cintanya kepada Allah, dan membekasnya nikmat Allah pada anggota tubuhnya dalam bentuk patuh dan taat.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa syukur itupun harus memenuhi lima pilar utama dan apabila salah satunya tidak terpenuhi maka syukur itupun dianggap belum terpenuhi. Adapun lima pilar yang dimaksud adalah :
  1. Kepatuhan orang yang bersukur kepada Pemberi nikmat ( yaitu Allah SWT ).
  2. Mencintai-Nya.
  3. Mengakui bahwa nikmat itu adalah dari-Nya ( dari Allah SWT )
  4. Memuji atas nikmat yang telah diberi-Nya kepada kita
  5. Tidak menggunakan nikmat yang diberikan untuk sesuatu yang tidak disukai Allah.
Ucapan Alhamdulillah saja belum cukup dianggap telah mencerminkan kesyukuran, sebelum adanya pengakuan lisan, sikap tunduk dan taat, rasa cinta serta memanfaatkan kenikmatan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Memang, syukur itu sangat mudah untuk diungkapkan dengan lidah, namun sulit ditunjukkan dengan tindakan. Sebab itu jangan heran kalau Allah menyatakan dalam firmannya:
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُDan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih “. ( Q.S. Saba’ : 13).
إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah) (Q.S. Ibrahim:34).
Untuk menyadarkan kita betapa banyaknya karunia Allah kepada kita coba kita camkan firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an pada surat Al-Kahfi ayat 109 : 
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Artinya : “Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) “.
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur akan segala nikmat yang dikaruniakanNya kepada kita. Dan semoga kita senantiasa mendapat keridhaan Allah SWT.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ