Kamis, 26 Mei 2011

Hidayah Allah Kepada Manusia


Hidayah Allah Kepada Manusia
Firman Allah dalam Surat Al-Fatihah ayat 6 :
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
“ Tunjukilah kami jalan yang lurus ”

Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam kitab tafsirnya yang dikenal dengan tafsir Al-Maraghi menjelaskan, ada beberapa macam hidayah/petunjuk yang diberikan Allah kepada manusia.
Pertama: Hidayah Ilhamiyah ( Naluri atau pembawaan dasar manusia dari sejak lahir). Hidayah ilhamiyah ini terbagi dua:
  1. Hidayah Jasmaniyah. Bahwa manusia selalu merasakan sesuatu dalam tubuhnya, seperti merasakan lapar, haus, sakit dan sebagainya. Kalau seseorang dipukul oleh orang lain dan dia merasakan sakit, maka rasa sakit itu-pun sesungguhnya merupakan hidayah dari Allah. Tetapi manakala seseorang tidak lagi merasakan sesuatu dari sentuhan yang terjadi pada dirinya, berarti itu merupakan pertanda bahwa hidayah jasmaniyah sudah mulai hilang dari kehidupan seseorang.
  2. Hidayah Rohaniyah. Secara rohani seseorang juga merasakan suatu perasaan dalam hidupnya, misalnya: Kalau ada seseorang melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku ditengah masyarakat, baik peraturan adat yang ada dalam masyarakat, terlebih lagi peraturan agama, dia merasa malu dengan pelanggaran yang telah ia lakukan, itu berarti dalam hidupnya masih ada hidayah rohaniyah. Namun apabila ada seseorang yang melakukan perbuatan yang menyimpang dalam hidupnya, dia tidak merasakan malu sama sekali, berarti orang yang seperti ini sudah hilang hidayah rohaniyah dari kehidupannya.
Kedua: Hidayah Hawasiyah: ( Hidayah panca indra ). Mata yang dapat melihat keindahan panorama alam yang ada. Telinga yang dapat menangkap gelombang-gelombang suara yang ada disekitarnya. Hidung yang mempu merasakan aroma dari sesuatu yang ada didekatnya. Lidah yang mampu berbicara dan merasakan lezatnya citarasa dari makanan, itu semua merupakan hidayah yang diberikan Allah kepada manusia.
Ketiga: Hidayah Dhamirul Qolbi ( kata hati ). Manusia dalam melakukan sesuatu selalu di dorong oleh kata hatinya. Oleh sebab itu, dorongan kata hati yang menjelma kepada perbuatan manusia, sangat menentukan akan nilai dari perbuatan seseorang, apakah perbuatannya baik atau buruk. Karenanya, hati perlu di rawat agar selalu mendorong kita kepada perbuatan yang bernilai positif. Disinilah maksud dari sabda Rasul, “ Ketahuilah bahwa dalam dirimu ada segumpal daging, apabila dia baik kamu akan termotipasi untuk melakukan kebaikan, namun apabila dia tidak baik, kamu akan terangsang melakukan perbuatan yang tidak baik. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”.
Keempat: Hidayah ‘Aqliyah ( hidayah akal ). Manusia dikaruniakan Allah akal yang mampu untuk berpikir. Dengan akal pula manusia dapat menentukan hal yang baik dan yang buruk. Oleh sebab itu, akal juga merupakan hal penentu dalam kehidupan manusia dalam melakukan kabaikan maupun keburukan. Namun perlu disadari bahwa kemampuan akal dalam menentukan baik dan buruk sangat terbatas sekali, karenanya perlu hidayah yang lain dalam kehidupan manusia yaitu hidayah agama.
Kelima: Hidayah Diniyah ( Hidayah agama ). Di atas telah dikemukakan bahwa kemampuan akal manusia untuk menentukan baik dan buruk sangat terbatas sekali, karena keterbatasan manusia dalam hal tersebut maka Allah berkenan memberikan hidayah yang lain, yaitu hidayah agama. Agama yang dimaksud disini adalah agama yang diturunkan Allah, yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yang menjadi utusan Allah. Sebab itu, sesuatu yang menjadi ketetapan agama harus diyakini mutlak kebenarannya. Seorang mukmin wajib mengimani dan mengamalkannya.
Dari uraian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan seperti demikian: Manusia diciptakan Allah memiliki pembawaan dasar untuk dapat merasakan sesuatu dalam dirinya, baik secara jasmani maupun rohani. Kemudian Allah memberikan perangkat yang lain kepada manusia untuk penopang kehidupannya, yaitu panca indra. Tugas panca indra adalah untuk mengopservasi yang ada dilingkungan hidupnya. Setelah itu, sesuatu yang dilihat dan dirasakan oleh manusia dalam kehidupannya secara reflek dilaporkan kepada hati, kemudian hati mendorong manusia untuk melakukan sesuatu, namun keinginan yang datang dari hati, belum tentu bisa dijamin kebenaran dan kebaikannya, karena itu perlu Badan Pertimbangan untuk memutuskannya, apakah dorongan yang timbul dari hati tadi boleh dilaksanakan atau tidak. Badan pertimbangan itu adalah akal. Rupanya keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan akal-pun selalu mengalami kebuntuan bahkan kesalahan, untuk itu dibutuhkan pula badan pertimbangan yang lebih tinggi dan mutlak kebenarannya, yaitu syari’at Islam yang diturunkan Allah SWT. Sebab sesuatu yang sudah menjadi ketetapan Allah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sikap seorang mukmin harus “sami’na - wa atha’na” ( kami dengar dan kami patuhi ).
Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh, 147 :
الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ ”.
Artinya : “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu “.
Apabila manusia menyadari tentang beragam hidayah yang diberikan Allah kepadanya, dan dia mampu mengaplikasikannya dalam kehidupannya, maka manusia yang seperti inilah yang akan menempuh jalan yang sesuai dengan kehendak Allah. Apabila jalan kehidupan yang ditempuh sudah sesuai dengan kehendak Allah, insya Allah, keridhaan Allah-pun akan di dapatkan.
Semoga kita termasuk diantara orang-orang yang diridhai Allah .....…………………!
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ