اَلسَّلاَمَ عَـلـَـيْـكـُمْ وَرَحْـمَة ُ الله ُ وَبَـرَ كـَاتـُـهُ.
اَللهُ اَ كـْبَـرُـ اَللهُ اَ
كـْبَـرُـ اَللهُ اَ كـْبَـرُـ
لاَاِلـَهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَللهُ
اَ كـْبَـرُ اَللهُ اَ كـْبَـرُ
وَ ِللهِ الـْحَـمْـدُ .
اَلـْحَـمْـدُ ِللهِ الَّـذِيْ جَعَـلَ هـَذ َا الْـيـَوْمَ مِـنْ
اَعْـظَـِم اْلاَيَّـامِ وَمِـنْ شَعَائِــِر اللهِ . اَشْهَـدُ اَنْ لاَ اِلـَهَ
اِلاَّ اللهُ الـْمَـلِـكُ الْحَقُّ
الْـمُـِبـيْـنُ. وَاَشْهَـدُ اَنَّ سَــِيّـدَنَـا مُحَـمَّـدًا عَـبْـدُهُ
وَرَسُــْولـُهُ اْلاَمِـيْـن‘ اَلـْمَـبْـعُـوْثُ رَحْـمَـة ً
ِلـلْعَالـَمِـيْـنَ. اَلـَّلهُـمَّ صَـلِّ وَسَـلِّـمْ عَـلىَ سَــِّيـدِنـَا
مُـحَـمَّـدٍ وَعَـلىَ اَلِـهِ وَاَصْحَا ِبهِ اَجْـمَـعِـيْـنَ. اَمَّـا بَـعْـدُ فـَيَا عِـبَـادَ اللهِ،
اُوْصِـيْـكُـمْ وَاِيَّـايَ
ِبـتـَـقـْوَى اللهِ فـَقــَـدْ فـَازَ الـْـمُـتـَّـقـُوْنَ. قـَالَ اللهُ تـَـعَالىَ فِى الـْـقـُرْ آ نِ
الـْكَــِريْـمِ : إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ
مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ
آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً وَلِلّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ
فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ.
وَقـَالَ نـَـعَـالىَ : اِنـَّا
اَعْــطَـيْـنـكَ الـْـكـَوْ ثـَرَ،
فـَصَـلّ ِ ِلـرَ ِبّـكَ
وَانْحَـرْ اِ نَّ شَا نِـئـَـكَ هُـوَا
ْلاَبْـتـَرُ
صَـدَقَ اللهُ الـْعَـظِـيْـم.
Kaum Muslimin jam’ah shalat Idul Adha yang
dimuliakan Allah.......!
Tiada ucapan yang pantas untuk kita
ungkapkan kecuali ucapan puji dan sanjung yang setinggi-tingginya kepada Allah
yang maha agung dan mulia, karena pada hari ini kita masih diberiNya kesempatan
untuk ikut merayakan hari Raya ‘Idul Adha 1433 H. Rasa syukur kita itu ditandai
dengan usaha untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah, serta memuji dan
menyanjung kebesaran Allah dengan mengumandangkan alunan takbir, tahmid, taqdis
dan tahlil.
Shalawat berangkaikan salam kita sanjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang tokoh reformis yang
pengaruh ajaran dan kontribusinya terhadap perkembangan peradaban manusia sangat
besar sekali. Semoga kesejahteraan tetap dilimpahkan Allah kepada ruh yang
mulia ini, dan semoga kita sebagai ummatnya mendapat syafaatnya dihari kiamat
kelak, yang pada hari itu pangkat dan jabatan, harta kekayaan tidak ada lagi
artinya.
Hadirin rohimakumullah...............!
Bulan Dzulhijjah adalah
bulan yang di dalamnya terdapat syi’ar-syi’ar agama Allah. Diantaranya adalah,
bahwa pada bulan ini disyari’atkan Allah kepada ummat Islam untuk menunaikan
ibadah haji dan ibadah qurban.
Ibadah haji maupun ibadah qurban, kedua-duanya mempunyai nilai ibadah yang
tinggi di sisi Allah, dan kedua ibadah ini tidak terlepas dari nilai-nilai
sejarah dari ummat terdahulu,
khususnya Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Ibadah haji adalah urutan terakhir dari rukun Islam yang lima.
Apabila rukun Islam yang lima di ibaratkan seperti sebuah bangunan, maka
bangunan itu baru akan kokoh apabila pundasi dan tiang serta
segenap komponen yang berkaitan dengan bangunan tersebut saling menopang antara
satu dengan lainnya. Demikian pula dengan rukun Islam yang lima, tidak boleh
terpisah antara yang satu dengan yang
lain, kecuali ada sebab dan alasan yang dibenarkan oleh hukum syar’i untuk tidak melaksanakan salah satu dari
rukun Islam tersebut.
Rumah yang dibangun harus mempunyai pundasi
yang kuat agar tiang dan segenap komponen yang berkaitan dengan bangunan
tersebut dapat dipancangkan dengan kokoh, sehingga siapapun yang menempati
rumah tersebut akan merasa nyaman. Demikian pula dengan keislaman seseorang, bahwa
dia harus memiliki keyakinan/aqidah yang kuat agar kehidupannya dalam
menjalankan agama menjadi baik. Syahadatain atau duakalimah
syahadah apabila diibaratkan seperti bangunan, adalah ibarat pundamen dari kehidupan beragama seseorang. Apabila aqidah seseorang sudah
kokoh, tentu kehidupan beragama orang tersebut akan kokoh pula. Hikmahnya tidak
lain adalah, bahwa orang tersebut akan selalu siap melaksanakan segenap perintah
Allah dan selalu berupaya untuk meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT.
Kaum Muslimin yang dirahmati
Allah...............!
Selanjutnya, shalat diibaratkan tiangnya. Apabila tiang suatu bangunan sudah kuat, tentu segala komposisi bangunan akan bertambah kuat. Zakat, diibaratkan
jendela, dari sana akan selalu masuk udara segar yang membuat penghuni rumah
tersebut akan merasa nyaman dan menjadi betah untuk tinggal menetap di rumah
tersebut. Sedangkan puasa adalah ibarat pagar. Rumah yang memiliki pagar akan menambah keindahan, sekaligus menjadi benteng pengaman bagi penghuni yang tinggal di
dalamnya. Dalam ajaran Islam puasa juga adalah sebagai benteng bagi orang yang
beriman, dalam hal ini Rasul bersabda “ اَ لصَّـوْمُ جَـنَّـة ٌ “ artinya:
“puasa itu adalah sebagai benteng“. Maksudnya, dengan
ibadah puasa seseorang akan terlatih untuk mengendalikan diri dari segala godaan.
Hikmahnya diharapkan bisa membentuk kepribadian yang baik bagi seseorang dalam
kehidupan sehari-hari, inilah yang dimaksud bahwa puasa dapat menjadi benteng
atau pagar dalam kehidupan seseorang.
Ibadah haji adalah ibarat atap bagi suatu bangunan, karena
apabila bangunan yang tidak memiliki atap tentu keadaan rumah tersebut belum
sempurna atau belum selesai pembangunannya. Begitu juga dengan ibadah haji,
ibadah ini sebagai penutup dari rukun Islam yang lima. Artinya, belum sempurna rukun Islam seseorang apabila belum
melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi Allah maha bijaksana dalam memerintahkan
ibadah haji ini, yang perintah untuk melaksanakan haji ini ditujukan kepada
orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan ke Makkah Al-Mukarromah.
Hal ini tercantum dalam firman Allah pada surat Ali Imran ayat 97:
وَ ِللهِ عَـلىً ا لنـَّا
ِس حِِـجُّ الـْـبَـيْتِ مَـن ِ اسْـتـَطـَاعَ اِلـَـيْـهِ سَــِبـيْلا ً
وَمَـنْ كـَـفـَـَرفـَاِ نَّ اللهَ غـَـنِيٌّ عَـن ِ الـْـعَـا لـَمِـيْـنَ.........
Artinya: “ Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup melakukan
perjalanan ke Baitullah” ( Q. S. Ali Imran: 97 ).
Kaum Muslimin yng saya
muliakan..............!
Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa
ibadah haji tidak terlepas dari nilai-nilai sejarah, yang pelaksanaannya lebih
terarah kepada kegiatan fisik, dan tempat-tempat pelaksanaannya banyak mengandung
nilai-nilai sejarah.
Seperti: Ka’bah, adalah tempat
ibadah yang tertua sepanjang perkembangan sejarah, yang di
sekelilingnya digunakan tempat pelaksanaan thawaf. Hal ini dijelaskan Allah melalui firmanNya dalam Al-Qur’an:
إِنَّ أَوَّلَ بَـيـْتٍ وُضِعَ
لِلنَّاسِ لَلَّذِي بـِبَـكّـَةَ مُـبَـارَ كـًًا وَهُـدًى لِلْعَـالـَمِـيْـنَ
Artinya : “ Sesungguhnya rumah yang
pertama sekali dibangun untuk tempat beribadah bagi manusia ialah
Baitullah di Makkah yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi sekalian alam” ( Q.S. Ali Imran: 96 ).
Begitu pula dengan pelaksanaan Sa’i (Berjalan
antara bukit Shofa dan Marwah sebanyak 7 kali), tidak terlepas dari
kenangan sejarah. Yaitu, sejarah Hajar sebagai isteri Nabi Ibrahim yang
berlari-lari dari bukit Shofa ke bukit Marwah mencari air untuk puteranya
Ismail yang sedang kehausan.
Wukuf di Padang ‘Arafah, mengenang kembali sejarah pertemuan Adam
dan Hawa setelah lama berpisah, dan pelaksanaan melontar jumrah di Mina
mengenang kembali betapa gigihnya Nabi Ibrahim dan Ismail melawan godaan
syaitan yang berusaha menggagalkan pekerjaan Nabi Ibrahim melaksanakan perintah
Allah untuk menyembelih puteranya Ismail, sehingga keduanya melempari syaitan
di tempat jama’ah haji saat ini melempar jumrah.
Dari ungkapan di atas dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan pekerjaan menapaktilas kembali dari
sejarah hidup Nabi-Nabi yang terdahulu, khususnya Nabi Ibrahim dan Ismail, dan sampai saat ini ummat Islam terus berbondong-bondong memenuhi
panggilan Allah untuk menunaikan ibadah haji. Dengan demikian sangat terasa
sekali kebenaran firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 27:
وَاَذِ ّنْ فِى النـَّـا ِس بـِا لـْحَجِّ يَـأ ْ تـُـوْ كَ ِرجَالاً وَّعَـلىَ كـُــلّ ِ ضَا مِـــٍر يَـأ
ْ تِـيْـنَ مِـنْ كـُـل ِّ فـَجّ ٍعَـمِـيْـقٍ
Artinya : “ ( Perintah Allah kepada
nabi Ibrahim ) Dan berserulah kepada manusia untuk melaksanakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengenderai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Apa yang difirmankan Allah telah nyata
kebenarannya. Saat ini kita dapat menyaksikan
betapa besarnya pengaruh panggilan Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah
tersebut, kendati sudah beribu tahun lamanya tetapi semangat ummat Islam untuk
memenuhi panggilan menunaikan
ibadah haji ini tetap membara, hal ini terbukti bahwa setiap tahun jama’ah haji
dari seluruh dunia tetap bertambah.
Hadirin yang dimulikan Allah
..............!
Disamping ibadah haji yang tidak terlepas
dari aspek sejarah, disisi lain rutinitas pelaksanaan ibadah haji ini mengandung
nilai-nilai filosofi. Nilai-nilai filosofi ini bila dihayati akan dapat membentuk
watak dan karekteristik yang baik terhadap kepribadian seseorang.
Makna filosofi yang dimaksud antara lain
adalah, Pakaian Ihram yang dikenakan adalah sebagai lambang hidup
sederhana dan menimbulkan kesadaran bahwa saat menghadapi kematian nanti tiada
harta yang dibawa kecuali kain kapan yang tidak berjahit, semua harta kekayaan
akan ditinggalkan, begitu juga dengan status sosial dan pangkat jabatan tidak
akan dibawa. Dengan kata lain,
dengan mengenakan pakaian ihram, sesungguhnya seseorang sedang latihan
menghadapi kematian.
Thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, dapat
dimaknai sebagai tanda ketaatan seseorang yang dalam kehidupan tujuh hari dalam
satu minggu harus di isi dengan pengabdian dan ketaatan kepada Allah.
Sa’i atau berjalan dari bukit Shofa ke bukit Marwah, memiliki makna perjuangan dalam kehidupan yang penuh tantangan.
Pelaksanaan wukuf di Padang Arafah
merupakan bentuk miniatur kehidupan padang Mahsyar.
Bermalam di Muzdalifah dan
mengambil batu bermakna lambang untuk siaga menghadapi perang
melawan godaan hidup, dan kalimat Allahu Akbar dikumandangkan sebagai pertanda kemenangan telah dicapai.
Kaum Muslimin yang saya
muliakan..............!
Melalui perjuangan yang begitu berat dalam
pelaksanaan ibadah haji dan mengorbankan harta yang tidak sedikit maka sangat
wajar kalau ibadah haji mempunyai nilai yang tinggi di sisi Allah, karena orang
yang melaksanakan ibadah haji adalah sebagai tamu yang sedang memenuhi undangan
Allah. Tamu yang sopan dan dapat menyesuaikan diri dengan kehendak yang punya
rumah dia akan mendapat kemuliaan dari yang punya rumah bahkan dijamu dengan
hidangan makanan yang lezat.
Demikian juga dengan jama’ah haji yang
mematuhi peraturan dari pelaksanaan ibadah haji, maka Allah akan membuka pintu
keampunan dan menyiapkan syurga untuk hamba-hambanya yang ikhlash dalam
melaksanakan ibadah haji tersebut, dan ini adalah merupakan garansi langsung dari
Nabi Muhammad Saw. Melalui sabdanya :
“ اَ لـْحَجُّ الـْـمَـبْـرُوْرُ لـَـيْـسَ لـَهُ
جَـزَاءٌ اِلاَّ الـْجَـنـَّــة َ “
Artinya, “ Haji yang mabrur tiada
balasan yang pantas untuk diberikan Allah kecuali Syurga“.
Sebab itu, sangat wajar bila setiap tahun
kaum muslimin dari seluruh dunia berbondong-bondong pergi ke Baitullah untuk
melaksanakan ibadah haji dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit demi untuk
mencapai keampunan dari Allah SWT.
Kaum Muslimin yang saya muliakan..............!
Di atas telah dikemukakan bahwa pada bulan Dzulhijjah ini penuh dengan
syi’ar- syi’ar agama Allah, yang di
dalamnya ada perintah Allah bagi ummat Islam untuk melaksanakan ibadah haji. Di sisi lain, ibadah yang tidak kalah pentingnya adalah perintah Allah untuk melaksanakan ibadah qurban. Maksudnya
menyembelih binatang, baik kambing atau binatang yang dibenarkan untuk
disembelih sebagai pelaksanaan qurban, yang tujuannya untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir-miskin, kaum kerabat dan
jiran tetangga.
Membicarakan masalah qurban, sekurang-kurangnya ada empat aspek kajian
yang dapat dekemukakan.
Pertama: Aspek sejarah.
Perintah qurban ini sebenarnya dimulai
sejak perkembangan manusia pertama di bumi ini, yaitu masa Nabi Adam A.S.,
dimana dua orang putera beliau diperintahkan Allah untuk melaksanakan qurban.
Kisah ini berawal, karena terjadi sengketa
antara dua orang putera Nabi Adam yang saling berebut untuk mendapatkan seorang
wanita menjadi pasangan hidup masing-masing.
Dikisahkan........ Nabi Adam mempunyai
banyak anak, setiap lahir anaknya kembar, salah satunya adalah Qobil
yang mempunya kembaran bernama Iqlima, dan satu lagi putera beliau
bernama Habil yang mempunyai kembaran Labuda.
Syari’at yang ada pada masa itu, antara
saudara kandung dibolehkan untuk menikah. Hal ini tentu
dapat dimaklumi, karena manusia yang ada pada masa itu baru Nabi Adam beserta
anak-anaknya. Hanya saja pernikahan itu
tidak dibenarkan untuk menikah dengan sesama kembarannya, harus dengan kembaran
saudaranya yang lain.
Nabi Adam menikahkan anak-anaknya dengan
perkawinan silang, Qobil harus menikah dengan Labuda
yang paras dan penampilannya kurang menawan, sementara Habil
dinikahkan kepada Iqlima yang parasnya cantik dan menawan. Qobil
tidak menerima keputusan tersebut karena kembarannya yang cantik dan menawan dinikahkan kepada Habil.
Peristiwa ini diserahkan kepada Allah, dan
Allah memerintahkan kepada keduanya untuk menyerahkan qurban masing-masing dengan ketentuan, qurban siapa yang diterima
Allah maka dialah yang berhak untuk menjadikan Iqlima sebagai isteri. Ternyata qurban yang diterima Allah adalah qurban Habil,
dengan demikian dialah yang berhak untuk menjadikan Iqlima
sebagai isteri. Namun keputusan ini tidak diterima Qobil,
dengan rasa kecewa dan dibarengi dengan emosi yang tidak terkendali akhirnya Qobil
membunuh Habil dan inilah pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah kehidupan
manusia. Cerita ini diabadikan Allah di dalam Al-Qur’an pada surat Al-Maidah ayat 27.
وَاتـْـلُ
عَـلـَيْهـِـمْ نـَبَـا َبْـنـَيْ اَ دَ
مَ بـِا لـْحَــِقّ اِذ ْ قـَرَّبـَا قـُـرْ بـَانـًا
فـَتـُـقـُـبـِّـلَ مِـنْ اَحَـدِهـِـمَـا وَلـَمْ يـُـتـَـقـَـبــَّـلْ مِـنَ ا
ْْلاَخـَـرَ قـَا لَ َلاَ
قـْـتـُـلـَـنـَّـكَ قـَا لَ اِ نـَّـمَـا
يَـتـَـقـَـبـَّـلُ اللهَ مِـنَ الـْمُـتـَّـقـِـيْـنَ
Artinya : “ Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam ( Habil dan Qobil ) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua ( yaitu qurban milik Habil ) dan
tidak diterima dari yang lain ( yaitu qurban milik Qobil ). Ia berkata (
maksudnya Qobil ), aku pasti membunuhmu. “ Habil berkata “. Sesungguhnya Allah
hanya menerima ( Qurban ) orang-orang yang bertaqwa” ( Q.S. Al-Maidah: 27 ).
Inilah sejarah qurban yang pertama terjadi di bumi ini. Adapun qurban yang di syari’atkan Allah
kepada kita sebagai ummat Nabi Muhammad adalah merupakan warisan langsung dari
qurban yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim, baik ditinjau dari jenis binatang
yang dijadikan qurban maupun dari waktu pelaksanaannya yaitu pada bulan
Zulhijjah.
Kedua: Aspek Hukum.
Ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum
menyembelih qurban, ada yang berpendapat hukumnya wajib, ada yang berpendapat
sunnat muakkad, artinya sunnat yang sangat dianjurkan kepada orang-orang yang
mempunyai kemampuan.
Ketiga: Aspek Ubudiyah.
Kata qurban berasal dari akar kata “ qoroba
“ artinya mendekat. Dengan demikian berqurban artinya berusaha untuk mendekatkan
diri kepada Allah dengan menyembelih binatang qurban. Oleh karenanya orang yang
melaksanakan qurban harus didasari dengan keikhlasan, semata-mata karena menjunjung tinggi perintah Allah SWT.
Seperti yang telah dikemukakan, bahwa pelaksanaan qurban yang kita laksanakan adalah merupakan warisan
langsung dari pelaksanaan qurban yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim A.S.
Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelih puteranya Ismail. Kisah
ini terangkum dalam firman Allah surat As-shofat ayat 102-107.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا
إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاء الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ
بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾
Artinya: “ Maka tatkala anak itu telah
sampai ( pada umur sanggup ) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “
Anakku sayang, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu” Ia menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.Tetkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya di atas pelipisnya ( nyatalah kesabaran keduanya ). Dan
kami panggillah dia : Hai Ibrahim : Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu, sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhya ini benar-benar suatu ujuan yang nyata. Dan kami
tebus anak itu dengan seekor binatang sembilahan yang besar.
Dari kisah ini ada hal yang sangat menarik
untuk dapat kita jadikan pelajaran dalam kehidupan kita, baik untuk kehidupan individu
maupun untuk kehidupan dalam keluarga.
Nabi Ibrahim adalah merupakan sosok figur seorang ayah yang penuh dengan kebijaksanaan. Maksudnya, kendatipun Ibrahim mendapat perintah dari Allah,
yang perintah tersebut tidak dapat ditawar-tawar lagi dan wajib dilaksanakan,
namun Ibrahim tetap bermusyawarah dan bertanya akan pendapat anaknya, Nabi Ibrahim
tidak menggunakan hak otoritasnya sebagai seorang ayah dan sebagai pemimpin
dalam sebuah keluarga. Di sisi lain Ismail adalah sosok seorang anak yang patuh
kepada orang tua, walaupun nyawa akan diserahkan tapi dia tidak goyah, hal ini
tentunya disebabkan di lubuk hati Ismail sudah tertanam iman yang kuat, yang
mendorong dirinya untuk selalu patuh kepada perintah Allah dan mengabdi kepada
orang tua. Kemudian di sisi lain, Hajar adalah sosok seorang ibu yang tabah dan
sabar dalam menghadapi segala bentuk cobaan hidup, walaupun dia telah bersusah
payah untuk mengasuh puteranya Ismail namun dia tetap ikhlas menyerahkan Ismail
untuk di sembelih oleh Ibrahim, karena Hajar menyadari bahwa melaksanakan
perintah Allah adalah di atas segala-galanya, untuk itu keikhlasannya berbuah
kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya dan kepada keluarganya.
Gejala kehidupan dewasa ini menunjukkan,
banyaknya dijumpai kehidupan keluarga dalam rumah tangga kurang mendapat
keharmonisan, dikarenakan antara ayah dan anak atau anggota keluarga lainnya
tidak terjalin keakraban, sehingga cinta dan kasih sayang tidak dirasakan di
dalamnya.
Negara ini sangat memerlukan keluarga yang
harmonis. Yaitu; ayah yang bertanggung jawab terhadap keluarganya, yang
memiliki wibawa dihadapan anggota keluarganya sehingga menjadi idola untuk
anak-anaknya.
Negara ini juga membutuhkan seorang ibu yang lembut dan penuh kasih sayang kepada
anak-anaknya, yang dengan sentuhan tangannya yang lembut dibarengi dengan
belaian kasih sayang yang tulus sehingga menjadikan anak-anak yang taat kepada
Allah dan berbakti kepada ibu dan Bapa. Disisi lain, dihati anak anaknya akan
timbul rasa cinta serta hormat kepada ayah dan ibunya.
Negara ini juga mengharapkan anak-anak
bangsanya, generasi mudanya yang penuh pengabdian kepada agama, kepada orang tua
serta kepada bangsa dan negaranya. Inilah keluarga yang saling merasa rindu
bila beberapa saat tidak bertemu dengan sesama anggota keluarganya.
Apabila suatu negara memiliki
keluarga-keluarga seperti ini, tentu akan tercipta suasana yang kondusif
walau dimanapun kita berada, kedamaian dan ketenteraman akan selalu dirasakan.
Bila demikian halnya, insya Allah ridha Allah yang akan meliputi
negara ini, bukan murkaNya.
Sayangnya, tidak demikian kenyataannya,
banyak rumah tangga yang tidak terbina dengan baik, hubungan orang tua dengan
anak-anaknya terkadang tidak harmonis, orang tua tidak lagi menjadi kebaggaan
anak-anaknya, disisi lain anak-anak kurang mendapat perhatian dari orang tuanya
dikarenakan orang tuanya selalu sibuk dengan berbagai urusan, akhirnya timbul
gejala sosial yang buruk, berbuah hal-hal yang tidak baik yang puncaknya adalah
kemaksiatan dan kemungkaran terjadi dimana-mana, yang pada akhirnya mendatangkan
kemurkaan Allah.
Pelajaran berharga telah banyak kita
rasakan, cambuk kemurkaan Allah sudah banyak menimpa kita, gempa bumi selalu melanda, banjir dimana-mana, angin
puting beliung selalu mengancam, kebakaran selalu terjadi, pemanasan global
menjadi pembicaraan publik, tauran pelajar menjadi PR ummat. Semua itu harus menjadi evaluasi bagi kita semua, apakah kejadian-kejadian tersebut mutlak semata-mata penomena alam atau
ada faktor-faktor Humanisme (kesalahan manusia).
Apakah Tuhan mulai bosan melihat tingkah
kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam tidak mau lagi
bersahabat dengan kita, coba tanya kepada rumput yang bergoyang, demikian ungkapan EBIET G. ADE dalam lagunya.
Sebutan apakah yang pantas kita katakan
terhadap berbagai musibah ini ?. Peringatan Allah-kah?. Cobaan Allah-kah? atau
mungkin azab Allah?, atau hanya sebatas penomena alam semata ?. terserah kita
semua untuk menilainya. Namun menurut hemat saya, baik peringatan, cobaan,
azab, atau penomena alam, itu tidaklah terlalu penting, sebab jawaban untuk itu
akan selalu berbeda sesuai dari sudut mana seseorang memandangnya, dan dari
sudut disiplin ilmu apa dia mengkajinya. Yang terpenting dari
itu semua, sejatinya ummat ini harus mengadakan intropeksi
diri. Sebab, boleh jadi perbuatan kita selama ini banyak yang
mendatangkan kemurkaan Allah. Di sisi lain harus pula disadari, manakala manusia sudah melampaui batas dalam berbuat kemaksiatan terkadang
Allah perlu turun tangan untuk memberi pelajaran agar manusia tidak larut dalam
melakukan kemungkaran-kemungkaran. Untuk itu mari kita kembali ke jalan Allah dengan
bertaubat dan memperbanyak ibadah kepada Allah, semoga dengan
demikian Allah akan memberikan ridhoNya kepada kita.
Keempat: Aspek Sosial.
Dalam pelaksanaan ibadah qurban terdapat
aspek sosial. Artinya, daging binatang qurban yang di sembelih dibagikan kepada
fakir dan miskin, kaum kerabat maupun jiran tetangga, hal ini adalah merupakan
tatanan sosial yang perlu dikembangkan sehingga kesenjangan sosial yang ada
ditengah-tengah masyarakat dapat diantisipasi lewat santunan pembagian daging
qurban. Bahkan sebenarnya dalam Islam terdapat tatanan yang indah dalam
membentuk kehidupan masyarakat, dimana antara orang kaya dengan orang miskin tidak boleh
dipisahkan. Usaha untuk itu, Islam mengajarkan, agar harta yang demiliki oleh
orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, menyisihkan sebagian rezeki
tersebut untuk orang lain, terutama fakir dan miskin, baik dalam bentuk zakat
maupun dalam bentuk sedekah sunnat. Dengan demikian santunan untuk fakir - miskin tidak hanya dalam bentuk pembagian daging qurban yang terjadi pada
bulan Dzulhijjah ini, tetapi pada bulan-bulan yang lain nasib fakir-miskin
harus menjadi perhatian bersama dari ummat ini. Namun di sisi lain Islam juga mengajarkan,
agar manusia harus selalu berusaha dengan sesungguh-sungguh, tidak boleh
berpangku tangan hanya mengharap bantuan atau santunan dari orang lain, karena
prinsip dalam Islam adalah bahwa tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang
di bawah.
Kaum Muslimin yang saya
muliakan..............!
Dari paparan yang telah dikemukakan dapat
di ambil beberapa kesimpulan antara lain:
- Bulan Dzulhijjah
adalah satu diantara bulan yang di dalamnya terdapat syi’ar agama, yang
ditandai adanya perintah Allah untuk melaksanakan ibadah haji dan ibadah qurban bagi ummat Islam yang memiliki kemampuan.
- Ibadah haji dan
ibadah qurban merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah, bagi Ummat Islam yang
melaksanakannya akan diberikan Allah ganjaran pahala yang besar.
- Nilai-nilai
pelaksanaan ibadah haji apabila diresapi secara mendalam akan mampu membentuk
kepribadian seseorang untuk lebih baik lagi dalam prilaku kehidupan
sehari-hari.
-
Nilai-nilai
ibadah qurban akan mengantarkan seseorang untuk lebih dekat kepada Allah dan
akan menciptaka kepedulian sosial lewat pembagian daging qurban kepada fakir
dan miskin.
- Semangat
pengamalan dari nilai-nilai pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban
diharapkan mampu membentuk rasa kebersamaan dikalangan ummat Islam, baik dalam
skala nasional maupun internasional.
- Perilaku
seorang Muslim hendaknya tetap selalu menjunjung tinggi perintah Allah agar keridhaan
Allah senantiasa dicurahkan kepada Ummat Islam.
- Mendalami
sejarah kehidupan para Nabi-Nabi mutlak diperlukan, agar kehidupan mereka yang
penuh dengan uswatun hasanah dapat menjadi teladan untuk menata kehidupan kita
di hari-hari yang akan kita lalui, sehingga jalan kehidupan yang kita tempuh
selalu berada dalam panji-panji kebenaran.