(Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim".
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)".
Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua",
Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" (Al-A'raf: 19 - 22).
Adam dan Hawa tinggal di surga. Iblis iri dibuatnya. Ia menyimpan dendam kesumat terhadap keduanya. Iblis pun berjanji akan mengeluarkan mereka dari surga. Tidak hanya itu, Iblis juga berjanji menggelincirkan anak cucu Adam dari jalan Allah sampai hari kiamat. Demi ambisinya, Iblis bahkan meminta dispensasi kepada Allah untuk bisa hidup sampai akhir zaman. Ia pun mencari celah untuk menggoda Adam dan Hawa. Celah itu akhirnya ia temukan. Iblis membujuk keduanya agar mendekati pohon yang dilarang Allah memakan buahnya. Keduanya tertipu, mereka mendekati dan memakan buahnya. Iblis tertawa. Akhirnya, mereka dikeluarkan dari surga.
Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya. Setan tahu jika keduanya mendekati pohon larangan, aurat mereka akan tampak, karena mendekatinya adalah larangan dan melanggar larangan adalah berbuat maksiat kepada Allah. Bisikan setan kepada Adam dan Hawa adalah bisikan ke dalam hati yang sangat halus dengan suara yang pelan dan kadang tidak terdeteksi. Bisikan tersebut menyuarakan :
وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَـذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ ﴿٢٠﴾
" dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)".
Pintu tipu daya terbesar adalah ketika Iblis berhasil mempengaruhi keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Demikian dikatakan oleh Ibnu Qoyyim. Keinginan…, itulah yang banyak menjadi pintu tipu daya setan. Seperti dimaklumi, setan menggoda Anak Adam melalui aliran darah. Ia mencapai nafsu manusia dengan merasuk dan menanyainya, termasuk menanyai apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, apa yang diingini dan apa yang tidak diingini. Anak Adam banyak terperdaya melalui pintu ini.
Setelah iblis berhasil mempengaruhi keinginan moyang manusia, ia menerapkan politik berikutnya. Apa itu? ia berkedok menjadi penasihat bagi keduanya. Tidak tanggung-tanggung, untuk meyakinkan Adam dan Hawa, ia harus bersumpah dengan nama Allah. Untaian kalimatnya pun dibuat simpatik, وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ “ Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kalian berdua....').
Sebuah ungkapan yang membuai, Ada penegasan dengan sumpah (وَقَاسَمَهُمَا) , ada penegasan dengan kata sesungguhnya (إِنِّي), unsur objek dikedepankan dari subjek (kalimat لَكُمَا sebelum النَّاصِحِينَ) yang mengandung makna pengkhususan, sehingga ayat tersebut bisa bermakna, "Nasihatku ini kuberikan khusus untuk kalian berdua, dan manfaatnya kembali kepada kalian berdua, bukan kepadaku."
Pekerjaan menasihati juga diungkapkan dengan menunjukkan sifat, bukan menunjukkan kejadian yang baru terjadi, sehingga ia dapat dimaknai, memberikan nasihat adalah sifat, watak, dan profesiku, bukan hal yang bersifat insiden.
Iblis juga menggambarkan dirinya sebagai salah satu dari banyak penasihat (لَمِنَ النَّاصِحِينَ ), dengan begitu seolah dia berkata, "Banyak orang menasihatimu dalam hal ini, sedangkan aku hanya salah seorang dari mereka." Ini serupa dengan ungkapan, "Semua orang sependapat denganku dalam masalah ini, dan aku hanyalah salah seorang yang menyuruhmu berbuat begitu."
Singkatnya, iblis menggunakan politik meyakinkan, membesarkan hati, dan memberikan solusi untuk sebuah tindakan membohongi, menipu, dan memperdaya. Untuk meyakinkan, ia tampil sebagai pemberi nasihat atau konsultan profesional, yang pendapatnya diklaim mewakili pendapat kebanyakan. Bahkan, untuk menipu Adam dan Hawa, Iblis perlu menjuluki pohon larangan dengan pohon kekekalan, seperti dalam firman Allah:
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لا يَبْلَى
" Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (Thaha: 120).
Politik Iblis banyak ditiru oleh pengikut-pengikutnya. Termasuk pengikutnya dari golongan manusia. Ada politik "penghalusan" seperti di atas. Kemungkaran banyak dijuluki dengan nama yang menarik. Judi dinamakan adu ketangkasan. Dahulu, judi bahkan dinamakan sumbangan dana sosial, pelacur dijuluki wanita idaman, riba disebut uang jasa, pengingkaran terhadap ayat dinamakan kontekstualisasi, penyelewengan Al-Qur’an diklaim sebagai upaya memahaminya dengan kondisi kekinian, pembantaian penduduk sipil disebut penegakan demokrasi, memerangi Islam disebut memberantas teroris, dan seterusnya.
Mendompleng keinginan orang juga biasa digunakan para pengikut setan. Jika mereka bermaksud mempengaruhi orang, agar maksud jahatnya terwujud, mereka memulai menyinggung keinginan, kemauan, dan kebutuhan orang yang dipengaruhi, seperti keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Kadang "sentuhan" itu berupa rangsangan untuk menuju keinginan, kadang keinginan itu sendiri yang dipenuhi sebagai semacam "suapan". Betapa banyak upaya yang dilakukan untuk membujuk umat Islam dengan kedok bantuan-bantuan kemanusiaan, terutama saat mereka tertimpa musibah atau terdesak akan kebutuhan. Juga betapa sering suatu bangsa memperalat pemerintahan negeri-negeri Islam untuk memerangi orang Islam dengan iming-iming yang menggiurkan.
Sebagaimana Iblis berkedok menjadi penasihat profesional, para pengikutnya di era moderen juga demikian. Penasihat yang memberikan arahan dan solusi. Jika iblis melegalisasi profesionalismenya dengan sumpah atas nama Allah, dan dengan argumen-argumen yang lain, para penasihat moderen juga tampil dengan performa yang meyakinkah, kredibel, bonafid, dan yang sejenisnya karena sebelumnya memang telah diopinikan demikian. Maka, ketika sebuah negara sakit, mereka tampil menjadi dokter. Orang sakit tentu susah dan kurang etis jika membantah sang dokter, tak peduli diagnosanya keliru, juga tak peduli obat yang diberikan racun sekalipun. Betapa banyak negeri yang “sami'na waata'na” didikte oleh lembaga-lembaga Internasional dengan dalih penyelamatan, meskipun sesungguhnya penjerumusan.
Jika setan suka mengatasnamakan orang banyak dengan ungkapan (إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua"), setan moderen demikian juga. Untuk menjustifikasi kemauannya, ia perlu menyatakan bahwa ia didukung oleh banyak pihak. Meski kadang dukungan tersebut lebih bersifat klaim, misalanya penganugerahan nobel perdamaian dan sejenisnya. Bukankah pada era moderen opini media massa yang membentuk fakta dan bukan fakta yang membentuk opini? Contoh menarik dewasa ini adalah daftar kelompok teroris versi PBB yang diklaim atas masukan banyak negara, seolah daftar tersebut mewakili aspirasi mayoritas penduduk dunia.
Akhirnya, marilah kita berlindung kepada Allah dari tipu daya setan, seperti diajarkan Allah dalam Alquran:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ ﴿٦﴾
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
6. dari (golongan) jin dan manusia. " (An-Naas: 1 - 6).