Sabtu, 20 Oktober 2012

Hikmah Berqurban

Berkah Berqurban
Ibu Karimah Mendapat Sebidang Tanah
Seorang ibu bernama Karimah hidup dalam kemiskinan. Dia adalah salah seorang penerima subsidi Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang benar-benar berhak untuk menerimanya.
Rumahnya berlantai tanah, anyaman bambu menjadi dinding rumahnya. Bahkan status tanah yang ditempatinya bukan milik sendiri.
Ibu Karimah hidup sebatangkara, umurnya sudah mencapai 60 tahun. Pekerjaannya hanya membantu orang-orang yang memerlukan tenaganya, Dari jasanya membantu orang, dia selalu diberi imbalan yang jumlahlah tidak menentu, tapi terlihat hidupnya damai dan tenang, pancaran dari wajahnya memberikan kesan Ibu Karimah ini orang yang tekun beribadah, masyarakat banyak yang suka kepadanya. Bahkan rumah yang dia tempati adalah hasil gotong royong masyarakat yang simpati kepadanya.
Pada tahun 1432 H yang lalu, menjelang Hari Raya Idul Adha tiba, Ibu Karimah mendatangi Bapak Hariadi pemilik tanah yang dia tempati. Sesampainya di rumah Pak Hariadi, Ibu Karimah menyampaikan keinginannya untuk mengambil uang yang dia simpankan kepada Pak Hariadi.
Rupanya Ibu Karimah ada menyimpankan uang kepada Pak Hariadi dari sisa-sisa keperluannya sehari-hari, ditambah dengan uang yang ia dapatkan dari subsidi pemerintah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sudah lama ia menyimpankan uang kepada Pak Hariadi, sedikit demi sedikit akhirnya tabungannya mencapai Rp.700.000.-.
Ibu mau ambil berapa uangnya? Tanya Pak Hariadi.
Enam ratus ribu Pak, jawabnya.
Wah, kali ini kok tumben Ibu mengambilnya dengan jumlah yang lebih besar dari biasanya. Ma’af  Bu, kalau boleh saya tau, uangnya untuk apa? Tanya Pak Hariadi.
Saya mau beli kambing Pak, untuk berqurban, kekurangannya akan saya tambahi dengan uang yang masih ada sama saya dari pemberian orang beberapa hari yang lalu.
Seeeer darah Pak Hariadi berdesir sambil matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Ibu tersebut. Lama dia terdiam.
Ibu Karimah bertanya pada Pak Hariadi, Apa uangnya tidak bisa saya ambil Pak?
Pak Hariadi tersentak dari diamnya dan berkata; bisa….. bisa…… Bu. Jawabnya.
Pak Hariadi adalah orang yang sangat amanah dan jujur serta baik hati. Buktinya, tanah tempat tinggal Ibu Karimah adalah tanah miliknya dan Ibu Karimah dia izinkan tinggal di situ tanpa membayar uang sewa. Jadi, tidak mungkin Pak Hariadi menyalahgunakan uang Ibu Karimah yang disimpankan kepadanya. Pak Hariadi dan keluarganya juga setiap tahun menjadi peserta yang ikut melaksanakan ibadah qurban.
Sebelum menyerahkan uang tersebut, Pak Hariadi berkata; Ma’af Bu kalau saya salah bicara; Sebenarnya Ibu tidak berqurban juga tidak apa-apa, karena ibulah yang sepantasnya berhak menerima pembagian daging qurban dari orang-orang yang berqurban.
Benar Pak, saya memahami maksud Bapak. Selama ini saya selalu menerima pemberian daging qurban, tapi kali ini saya ingin agar saya pula yang memberikan daging qurban kepada orang lain. Saya ingin agar di akhirat kelak Allah memberikan kenderaan untuk saya menuju Surganya.
Mendengar ucapan Ibu Karimah, Pak Hariadi tak mampu menahan haru di hatinya. Ia menangis sejadi-jadinya karena merasa betapa seorang ibu yang hidup dalam kemiskinan tapi masih mempunyai semangat untuk berqurban di Hari Raya Idul Adha. Dia sanggup berqurban dengan menyisakan hanya sedikit dari tabungannya.
Setelah tangisnya mereda, Pak Hariadi memanggil isteri dan anak-anaknya. Dihadapan isteri dan anak-anaknya dia sampaikan bahwa tanah pertapakan rumah yang selama ini ditempati ibu Karimah dia hibahkan/diberikan kepada Ibu Karimah. Isteri dan anak-anak Pak Hariadi semua setuju karena selama ini Ibu Karimah sudah mereka anggap seperti saudara mereka sendiri.
Saat menghibahkan tanah tersebut kepada Ibu Karimah, Pak Hariadi berucap: Ya Allah, saksikanlah bahwa aku menghibahkan tanahku yang ditempati Ibu Karimah selama ini menjadi milikya. Aku berharap kepadaMu; andai Engkau berikan kenderaan untuknya menuju SurgaMu, akupun berharap Engkau siapkan untukku dan keluargaku tempat tinggal di SurgaMu.
Istri dan anak-anaknya beserta Ibu Karimah mengaminkan do'a pak Hariadi
Saudaraku…………!
Seringkali kita merasa bahwa kita tidak sanggup berqurban, padahal boleh jadi kita jauh lebih mampu dari Ibu Karimah seperti kisah di atas.
Kita harus meyakini firman Allah yang menyatakan setiap orang yang melakukan kebaikan pasti Allah akan membalasnya dengan yang lebih baik.
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. ( Q.S. An-Nahl:97).
Tinggalkan komentar Anda setelah membaca kisah ini...............!




Milik Orang Disangka Miliknya

Jangan Berburuk Sangka
( Kisah Seorang Wanita Di Bandar Udara )
Seorang wanita berumur lebih kurang 40 tahun akan berangkat menuju Jakarta melalui Bandar Udara Polonia Medan. Wanita tersebut sudah berada di Bandar Udara pada pukul 13.00 WIB., sementara Jadwal penerbangan pukul 14.00 WIB. Berarti dia dan penumpang lainnya harus menunggu satu Jam ke depan.
Sambil menunggu untuk berangkat, wanita tadi membeli makanan ringan (kentang goreng), kemudian masuk ke ruang tunggu dan mengambil posisi duduk di pojokan.  Disebelahnya ada pria yang sudah lebih awal duduk disana. Pria itu tersenyum padanya, tapi si wanita tidak mengacuhkannya.
Untuk menghilangkan rasa jenuh, wanita tadi membaca majalah yang dia bawa.  Sambil asik membaca, ia mengambil kentang goreng yang ada disebelahnya. Pria yang ada disebelahnya melihat kepadanya sambil tersenyum dan dia juga mengambil kentang goreng yang ada diantara mereka.
Dalam hati si wanita berkata, kok se-enaknya orang ini mengambil makanan saya tanpa permisi dan tidak merasa bersalah? Nekat betul orang ini, pikirnya. Tapi karena tidak ingin ribut, wanita tadi coba menahan diri.
Anehnya, setiap kali dia mengambil kentang goreng yang ada diantara mereka, pria tadi juga kembali mengambil kentang sambil tersenyum, yang dari raut wajahnya tidak ada rasa canggung dan rasa malu sedikitpun. Kembali hati si wanita berkata; aneh betul orang ini, benar-benar tak tau malu, pikirnya.
Akhirnya kentang goreng yang ada diantara mereka tinggal satu. Wanita tadi menunggu apa tindakan pria ini, apakah dia berani mengambil kentang yang tersisa?. Gumamnya di dalam hati.
Sejenak kemudian si wanita semakin terheran-heran, dia lihat pria tadi dengan santainya melihat kepadanya dengan tersenyum dan mengambil kentang goreng yang tersisa. Tapi untuk kali ini, pria itu membagi duanya, separuh dia berikan kepada wanita tadi dan yang seperuhnya dia makan. Wanita tadi bertambah gondok melihat tingkah pria tersebut, dan kembali dalam hatinya berkata; kok orang ini tidak merasa malu sedikitpun.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara pengumuman dari petugas Bandara agar penumpang pesawat dengan tujuan Jakarta dipersilakan masuk ke pesawat. Sambil mengambil tas dan koper kecilnya, diapun mergegas menuju pesawat sambil melihat kepada pria tadi dengan pandangan sinis penuh kebencian, sementara si pria tadi tetap tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai isyarat mengucapkan selamat jalan.
Setelah berada di dalam pesawat, wanita tadi ingin melanjutkan bacaan yang tadi belum tuntas dia baca, lalu dia membuka tas-nya untuk mengambil majalah yang akan dibaca.  
Tapi………….. alangkah terkejutnya dia, melihat kentang yang tadi dia beli ada di dalam  tas-nya. Astaghfirullaaaaaaaaaaaaah, hatinya bergumam, berarti kentang yang aku makan tadi milik pria itu? Pantas setiap kali aku mengambil kentang dia tersenyum padaku. Berarti aku yang mengambil miliknya. Oooh….. alangkah berdosanya aku, bahkan aku menunjukkan sikap benci kepadanya. Berarti dia yang telah berbaik hati padaku dengan berbagi miliknya?, Aku sudah salah menduga, hati wanita itu berkecamuk tidak menentu.
Ia tersandar di tempat duduknya menyesali kesalahannya yang telah menunjukkan sikap tidak bersahabat kepada pria itu. Namun untuk meminta ma’af sudah terlambat karena pesawat sudah bergerak untuk terbang.
Saudaraku……………..!
Terkadang kita sering melihat orang lain dari sudut pandang kita sendiri, bahkan tak jarang kita berprasangka buruk pada orang lain yang telah berbuat baik kepada kita.