Kamis, 07 April 2011

Kisah Teladan

Keteladanan Ali Dan Fatimah
Untuk Kehidupan Keluarga

مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللّهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافاً كَثِيرَةً وَاللّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan“. ( Q. S. Al-Baqoroh: 245 ).
Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang waktu Ashar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari penuh mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah semakin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sedikitpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." Begitu lembut dan menyejukkan hati ucapan Fatimah ini.
Terima kasih, jawab Ali.
Berlinang air mata Ali menahan rasa haru karena istrinya begitu sabar dan tawakal. Padahal persediaan makanan di dapur sudah tidak ada sama sekali, namun Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau bersedih. Ali lalu berangkat ke Masjid untuk menjalankan shalat berjama'ah. Sepulang dari melaksanakan shalat, di perjalanan menuju pulang ia dihentikan oleh seseorang yang sudah tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?'
Orang tua itu merogoh sakunya seraya menjawab, Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, keburu ayahmu meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya. Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar. Sesampainya di rumah Ali menceritakan peristiwa yang dia alami di jalan menuju pulang dari Masjid tadi. Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka itu. Dan Fatimah meminta agar Ali membelanjakan uang tersebut untuk keperluan keluarga.  Ali pun bergegas berangkat ke pasar.
Sebelum masuk ke dalam pasar, ia bertemu dengan seorang fakir menadahkan tangan meminta sedekah, dengan ungkapat kata, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, saya adalah seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.
Melihat orang fakir itu, timbul rasa prihatin dihati Ali,Tanpa berpikir panjang, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu. Kemudian Ali-pun pulang. Adapun Fatimah merasa heran melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya di pasar.
Fatimah tersenyum dan berkata, Keputusan kanda adalah yang terbaik, seandainya saya mengalami hal yang seperti itu, saya juga akan melakukan seperti apa yang telah kanda lakukan. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita. Aku ridho dengan apa yang kanda lakukan.
Ali pun merasa semakin terharu atas sikap istrinya yang begitu ikhlas dan bersabar dalam derita serta sangat bertawakkal kepada Allah. Ali bersyukur sembari memuji Allah atas karuniaNya yang telah memberi istri yang shalihah kapadanya.
Hikmah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Di Atas:
  1. Seorang suami harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan harus berusaha secara maksimal. Setelah berupaya secara maksimak barulah bertawakkal kepada Allah. Dalam hal ini Ali sudah memberi contoh dengan berupaya seharian mencari rezki untuk kehidupan keluarganya.
  2. Seorang istri harus mampu menerima keadaan sepahit apapun kehidupan yang sedang dihadapi, terlebih lagi apabila suami sudah merupaya dengan maksimal untuk mencari rezeki demi kehidupan keluara. Hal ini sudah dicontohkan oleh Fatimah, dia masih dapat tersenyum menyambut kepulangan suaminya kendatipun kepulangan suaminya dari mencari nafkah tidak membawa hasil apa-apa, bahkan dihiburnya hati suaminya agar tidak berputus asa.
  3. Jangan cerca suami dengan menyudutkan dan meremehkannya, tapi hiburlah hatinya dengan menunjukkan sikap bahwa kesusahan yang dihadapi akan di hadapi secara bersama. Dengan sikap seperti itu insya Allah suami merasa ada teman dalam derita dan mungkin di hari esok dia akan lebih bersemangat untuk berusaha. Ingatlah………….! Kebahagiaan dalam berumah tangga tidak hanya dapat diukur pada saat segala pasilitas kehidupan dapat terpenuhi, namun tidak jarang dalam kesulitan ekonomi keluarga, justru banyak pasangan suami istri tetap hidup dalam kebahagiaan. Semua itu tergantung kepada kemampuan dalam memahami arti kehidupan. Disisi lain banyak pula terdapat pasangan suami istri yang hidup mereka dilengkapi dengan segala pasilitas yang mendukung segala kebutuhan dan keinginan, namun keluarga mereka jauh dari memperoleh kebahagiaan. Memang harus diakui bahwa harta kekayaan merupakan salah satu faktor untuk memperoleh kebahagiaan, namun harus pula disadari bahwa harta kekayaan bukan satu-satunya faktor untuk menjadikan seseorang bahagia.
  4. Bersedekah adalah perbuatan yang disenangi Allah, uang yang kita sedekahkan itu adalah sesuatu yang kita pinjamkan kepada Allah dan kelak di akhirat Allah akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.