Senin, 23 Juli 2012

HIKMAH RAMADHAN

PUASA,  KEBUTUHAN MANUSIA
( Oleh: Drs. Khairul Akmal Rangkuti )

Puasa Ramadhan yang disyari’atkan Allah tidak hanya sekedar kewajiban bagi manusia, tetapi puasa juga merupakan suatu kebutuhan. Dari ungkapan di atas seharusnya timbul pertanyaan apakah manusia perlu melaksanakan puasa ?. Tulisan sederhana ini akan memberikan jawaban tentang pertanyaan diatas, sehingga kita sampai kepada satu kesimpulan bahwa puasa memang merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Manusia diciptakan Allah memilki tiga potensi dasar yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kehidupannya.
Pertama : “ Quwwatul Fikriyah “ .
Maksudnya, bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berfikir, karena Allah memberikan akal kepadanya. Melalui potensi akal ini manusia dapat menentukan tentang nilai baik dan buruk dalam kehidupannya. Namun harus disadari bahwa kemampuan akal manusia dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sangat terbatas dengan pengalamannya. Maksudnya, sering sekali menurut akal manusia sesuatu itu baik ternyata tidak baik menurut Allah. Misalnya, meminum minuman yang memabukkan, berjudi, melakukan seks bebas, mungkin menurut akal manusia baik, ternyata menurut Allah tidak baik. Disisi lain ada pula yang dinilai manusia tidak baik untuk kehidupannya ternyata menurut Allah baik. Misalnya, bersedekah atau mengeluarkan zakat, mungkin manusia memandangnya sesuatu yang merugikan, ternyata perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dicintai Allah, karena disamping menimbulkan sikap solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, disisi lain dapat menimbulkan rasa keterpautan hati antara yang kaya dan yang miskin, akhirnya akan menimbulkan rasa kasih sayang antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat.
Disebabkan keterbatasan manusia dalam menentukan baik dan buruk tersebut, maka Allah berkenan menurunkan syari’atnya, dengan tujuan agar manusia mempunyai dasar dalam menentukan nilai baik dan buruk, sehingga manusia tidak salah dalam menempuh jalan kehidupannya, karena Allah sebagai sang pencipta tidak ingin manusia hidup tanpa memiliki aturan.
Dengan ungkapan diatas dapat dipahami betapa pentingnya agama dalam kehidupan manusia dan agama yang mengatur kehidupan manusia tersebut haruslah agama yang datang dari Allah SWT, sebab Allah sebagai Sang Pencipta maha mengetahui apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, aturan seperti apa yang dapat memberikan kemaslahatan untuk kehidupan manusia, dengan demikian keberadaan agama dalam kehidupan manusia mutlak diperlukan.
Kedua:Quwwatul Ghadhobiyah “ .
Maksudnya, bahwa manusia memiliki pembawaan dasar untuk menolak segala yang merugikan atau yang membahayakan bagi dirinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini, orang yang samasekali tidak pernah belajar ilmu bela diri, secara reflek dia pasti akan mengelak bila dia tahu ada orang yang akan memukulnya. Dalam posisi ini manusia sama seperti binatang, sebab binatang juga mempunyai pembawaan dasar untuk menghindar dari segala yang akan membahayakan dirinya, maka dalam hal ini manusia tidak lebih mulia dari binatang.
Quwwatul Ghadhabiyah ini apabila berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan manusia,  maka yang akan timbul adalah hal yang positif, yaitu manusia dalam hidupnya akan selalu memiliki sikap waspada dalam kehidupannya, sebab dia tidak ingin mengalami sesuatu yang membahayakan dalam dirinya. Namun apabila Quwwatul Ghadhabiyah ini berkembang dalam kehidupan seseoang secara berlebihan, maka yang akan timbul dalam kehidupan seseorang adalah hal yang negatif, orang tersebut selalu mununjukkan sikap pengecut, manusia yang seperti ini tidak siap menghadapi tantangan dalam kehidupan dan selalu takut dalam mengambil keputusan dalam kehidupannya.
Ketiga:  Quwwatus Syahwiyah “.
Maksudnya, manusia mempnyai pembawaan dasar untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkan terhadap dirinya. Dalam tingkatan Quwwatus Syahwiyah ini posisi manusia dan binatang masih sama, hal ini tergantung bagaimana manusia menguasai dorongan Quwwatus Syahwiyah yang berkembang dalam dirinya. Oleh karenanya apabila Quwwatus yahwiyah ini berkembang dengan baik dan benar dalam kehidupan seseorang maka hal positiflah yang akan berkembang dalam dirinya, orang tersebut akan selalu memiliki sikap dinamis, dia ingin selalu berkembang dan orang yang seperti ini biasanya memiliki ethos kerja yang tinggi, karena dia menginginkan hari ini harus lebih baik dari hari yang lalu.
Disisi lain apabila Quwwatus Syahwiyah ini berkembang secara berlebihan dalam kehidupan seseorang, maka yang akan timbul adalah hal yang negatif, orang tersebut akan selalu memiliki sifat serakah, tidak lagi memikirkan apakah orang lain sengsara dan dirugikan karenanya, yang penting dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa berfikir tentang halal dan haram, benar dan salah. Kehidupan seperti ini adalah pola kehidupan binatang, apabila pola kehidupan seperti ini yang berkembang dalam kehidupan manusia, maka jadilah kehidupan manusia itu sama seperti binatang.
Allah sebagai sang pencipta tidak menginginkan manusia hidup seperti binatang, untuk mengantisipasi agar manusia tidak seperti binatang maka ajaran yang paling ideal untuk menghilangkan perilaku seperti binatang tersebut adalah syari’at puasa, karena puasa membawa hikmah yang banyak dalam membentuk kepribadian manusia, diantaranya adalah, bahwa melalui hikmah puasa diharapkan sifat-sifat buruk yang berkembang dalam kehidupan seseorang dapat dihilangkan, seperti sifat serakah, egois, mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya. Akhirnya lewat penghayatan ibadah puasa akan muncul sifat-sifat yang baik. Bila demikian halnya, puasa bukan hanya sekedar merupakan kewajiban tetapi puasa juga merupakan kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Dari tiga potinsi dasar yang dimiliki manusia dalam kehidupannya dapat diketahui betapa pentingnya ibadah puasa tersebut, karena disatu sisi ibadah puasa merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan, karena puasa itu adalah perintah Allah, disisi lain ibadah puasa juga merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia. Sebab, banyak terdapat hikmah-hikmah yang dapat dirasakan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kolektif dalam kehidupan masyarakat. Diantara hikmah yang dimaksud adalah diharapkan terbentuknya sikap solidaritas sosial dalam kehidpan manusia, dengan demikian akan berbeda pola kehidupan manusia dan binatang.
Semoga puasa yang kita laksanakan mampu menghantarkan kita menjadi manusia yang memiliki watak dan kepribadian yang mulia sehingga sifat-sifat kebinatangan tidak berkembang dalam kehidupan kita. Karena itu, mari kita jadikan puasa tidak hanya sebatas kewajiban tapi harus kita rasakan bahwa puasa juga merupakan suatu kebutuhan.          
***