Krisis kepemimpinan saat ini sudah semakin terasa, sebab banyak pemimpin hari ini yang tidak lagi mampu merasakan suara hati rakyat yang dipimpinnya. Hal ini dikarenakan banyak pemimpin yang lebih banyak menuntut bukan memberi, lebih banyak menikmati bukan melayani, lebih banyak mengumbar janji bukan member bukti.
Dalam kajian politik islam seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya hendaklah ber-oreantasi untuk kemaslahatan atau kebaikan ummat, bukan untuk kemaslahatan diri dan kelompoknya semata. Sikap kepemimpinan seperti ini mengacu kepada moral kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang digambarkan Allah melalui firmanNya dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 128:
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “ Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min “.
Dari makna ayat di atas dapat dipahami bahwa ada tiga landasan moral kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Pertama, “عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ “ Bahwa Nabi sebagai pemimpin senantiasa merasakan derita yang dirasakan oleh orang lain. Itu berarti Nabi sebagai pemimpin memiliki kepekaan terhadap kesulitan yang dirasakan oleh rakyatnya, karena itu dalam diri Nabi Muhammad timbul rasa empati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung.
Empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Empati dengan sendirinya akan mendorong sikap simpati, buah dari sikap ini akan menimbulkan rasa ingin mencarikan solusi terhadap persoalan yang sedang dihadapi orang lain, ujungnya akan bermuara kepada bantuan, baik secara moral maupun material.
Kedua, “ حَرِيصٌ عَلَيْكُم “ Nabi Muhammad sangat berkeinginan agar orang lain merasakan aman dan sentosa. Atau dengan ungkapan lain bahwa Nabi Muhammad memiliki semangat yang mengebu-gebu agar masyarakat dan bangsa meraih kemajuan. Buah dari sikap seperti ini adalah, bahwa Nabi Muhammad lebih megutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi dan keluarganya. Memang sebenarnya salah satu tugas pemimpin adalah menumbuhkan harapan dan menjalankan roda kepemimpinan menuju cita-cita dan harapan itu.
Ketiga, “رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ “ Rasul dalam kepemimpinannya menunjukkan sifat pengasih dan penyayang. Sikap seperti ini tidak hanya dirasakan oleh ummat yang beragama islam, tapi mereka-mereka yang di luar islam juga merasakan hal yang sama. Dengan demikian tidak heran kalau masyarakat yang dipimpinnya saat itu menunjukkan sikap yang patuh terhadap kepemimpinannya. Sebab Nabi Muhammad adalah seorang pemimpin yang kharismatik yang memiliki kearifan dan kebijaksanaan dalam memimpin ummat.
Tiga landasan moral ini adalah merupakan hal yang wajib untuk dimiliki oleh setiap pemimpin. Karena, tanpa ketiga moral ini, seorang pemimpin tidak akan bekerja untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya semata.
Semoga Pemimpin kita di Negeri ini menyadari hal ini untuk menuju kearah yang lebih positif dalam menjalankan kepemimpinannya.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ