Minggu, 13 Februari 2011

Menyambut Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1432 H

Nabi Muhammad Rahmat Bagi Seluruh Alam
( Menyambut Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1432 H )

Pada Minggu kedua bulan Rabi’ul Awwal Tahun Gajah, di Makkah lahirlah seorang anak manusia dalam keadaan yatim. Nama anak inilah yang hingga kini disebut-sebut oleh ratusan juta manusia disertai dengan decakan kekaguman. Beliau adalah Muhammad SAW.
Dengan budi luhur, ilmu pengetahuan, sikap kesatria, dan ketekunan, beliau menyebarluaskan rahmat dan kasih bagi seluruh alam.
Dengan rahmat tersebut, terpenuhilah hajat batin manusia menuju ketenangan, ketenteraman, dan pengakuan atas wujud, hak, bakat, dan fitrahnya sebagaimana terpenuhi pula hajat keluarga kecil dan besar akan perlindungan, bimbingan, pengawasannya serta saling pengertian dan perdamaian.
Rahmat tersebut bukan hanya dirasakan oleh pengikut-pengikutnya, bahkan bukan hanya manusia. Sebelum masyarakat Eropa mengenal masyarakat “Organisasi Pecinta Binatang”, Muhammad SAW. telah mengajarkan : “ Apabila kalian mengenderai binatang, berikanlah haknya, dan janganlah menjadi setan-setan terhadapnya”. ( makna Hadits ).
Dalam ungkapan lain, beliau bersabda, artinya : “ Seorang wanita dimasukkan Allah ke neraka dikarenakan ia mengurung seekor kucing, tidak diberinya makan, dan juga tidak dilepaskan untuk mencari makan sendiri”.
Sebaliknya pada saat yang lain beliau bersabda, artinya : “ Seorang yang bergelimang dalam dosa diampuni Allah karena memberi minum seekor anjing yang kehausan”.
Sebelum masyarakat dunia mengenal istilah “kelestarian lingkungan” manusia agung ini telah menganjurkan untuk hidup bersahabat dengan alam. Tidak dikenal istilah penundukan alam dalam ajarannya, karena istilah ini dapat mengantarkan manusia kepada sikap sewenang-wenang, dilarangnya melakukan penumpukan harta tanpa batas dan tanpa pertimbangan pada asas kebutuhan yang diperlukan. Istilah yang digunakan oleh beliau adalah “ Allah memudahkan alam untuk dikelola manusia. Firman Allah dalam surah Ibrohim ayat 32 :
اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.

Pengelolaan ini disertai dengan pesan untuk tidak merusaknya, bahkan mengantarkan setiap bagian bagian dari alam ini untuk mencapai tujuan penciptaannya. Karena itu, terlarang dalam ajarannya menjual buah yang mentah atau memetik kembang yang belum mekar. Biarkan semua bunga mekar agar mata menikmati keindahannya dan lebah mengisap sarinya.

Rahmat yang dibawanya bahkan menyentuh benda-benda yang tidak bernyawa. Beliau sampai-sampai memberi nama untuk benda-benda yang dimilikinya. Perisai yang dimilikinya diberi nama Dzat Al-Fudhul, pedangnya dinamai Dzulfiqar, pelananya dinamai Al-Daj, tikarnya dinamai Al-Kuz, cerminnya diberi nama Al-Midallah, gelasnya dinamai Al-Shadir, tongkatnya dinamai Al-Mamsuk, dan lain-lain.  Semuanya dinamai dengan nama-nama yang indah dan penuh arti seakan-akan benda-benda yang tidak bernyawa tersebut mempunyai kepribadian yang juga membutuhkan uluran tangan, pemeliharaan, persahabatan, rahmat, dan kasih sayang.

Jika ada yang bertanya, ” Terasakah rahmat kasih sayang dengan segala aspeknya itu dalam kehidupan bermasyarakat ummat ?“. Entah apa jawaban anda, tetapi kalau kita menoleh ke dunia Islam, rasanya menggeleng lebih tepat daripada mengangguk. Mungkin sebagian sebabnya adalah karena sikap mental ummat yang belum benar-benar terbentuk sesuai dengan pola yang dikehendaki oleh ajaran yang dibawa manusia agung ini. Atau karena ajaran-ajarannya yang kita praktikkan baru terbatas pada segi-segi ritual dan belum menyentuh segi-segi sosial dan ekonomi. Kalaupun tersentuh, belum dilaksanakan secara teratur, terorganisir, dan bersama-sama.
Memang, kita sangat pandai memohon rahmat ( kepada Allah dan sesama manusia ), tetapi kita belum mampu meraihnya apalagi membaginya.

( Sumber Data : “Lentera Hati” Oleh : M. Quraish Shihab ).