Rabu, 22 Desember 2010

PERANAN AGAMA DALAM MEMBENTUK KELUARGA

PERANAN AGAMA DALAM MEMBENTUK KELUARGA
Drs. H. Khairul Akmal Rangkuti
Keluarga adalah kelompok terkecil dari kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dari kelompok terkecil ini akan berkembang menjadi kumunitas masyarakat yang besar bahkan menjadi kelompok masyarakat yang dapat membentuk suatu Negara. Oleh sebab itu baik atau buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara sangat erat kaitannya dengan pembentukan keluarga yang baik dimana masing-masing anggota dalam keluarga tersebut memiliki kepribadian dan mentalitas yang baik.
Islam sebagai agama yang kita yakini adalah agama yang sempurna, ajarannya mengatur dan menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik dalam kaitan hubungan manusia kepada Allah sang pencipta, hubungan manusia kepada sesama manusia maupun hubungan manusia kepada alam lingkungannya, termasuk dalam hal kehidupan berkeluarga ajaran Islam memberikan tuntunan bagaimana seharusnya menjalankan kehidupan dalam keluarga sehingga keluarga yang dibina menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Untuk itu Islam mengajarkan kepada masing-masing anggota keluarga memiliki hak dan tanggung jawab.
Suami sebagai kepala keluarga memiliki hak dan tanggung jawab, Isteri sebagai pendamping suami juga memiliki hak dan tanggung jawab, demikian pula anak-anak dan anggota keluarga lainnya memiliki hak dan tanggung jawab, apabila masing-masing anggota keluarga dapat menjalankan tanggung jawabnya maka dapat diyakini kehidupan keluarga tersebut akan sampai kepada pelabuhan Sakinah, Mawaddah dan Rahmah yang sasarannya tidak lain adalah memperoleh kebahagiaan.
Berbicara masalah pembinaan keluarga tentu semua kita selalu mendambakan rumah tangga yang bahagia, rumah tangga yang didalamnya terasa ketenangan dan kedamaian. Bila rumah tangga yang seperti ini yang kita dambakan, adakah yang bisa kita jadikan acuan sebagai teladan dalam mengharungi kehidupan berkeluarga…?
Tentu dalam hal ini Rasulullah adalah sosok yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membina keluarga yang sendi-sendinya adalah didasari dengan pengamalan ajaran agama. Suatu hal yang sangat menarik dari ungkapan Rasul dalam kehidupan rumah tangganya adalah “ Rumahku adalah Surga untukku “. Kenapa Rasul sanggup menyatakan demikian..?
Jawabannya tidak lain adalah bahwa Rasul mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dalamnya. Pertanyaannya selanjutnya… Kenapa Rasul memperoleh ketenangan dan kebahagian di dalamnya…? Jawabannya adalah karena di dalam kehidupan keluarga Nabi Muhammad terdapat faktor-faktor untuk itu.
Sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang harus ada dalam membina kehidupan keluarga :
Pertama : Ada cinta dan kasih sayang.
Dalam kehidupan berkeluarga, disana harus ada cinta dan kasih sayang yang tulus. Seorang suami harus mencintai Isteri dan anak-anaknya, demikian juga Isteri harus mencintai suami dan anak-anaknya, anak-anak juga harus mencintai ayah dan ibunya. Apabila masing-masing anggota keluarga saling mencintai maka kedamaian akan selalu terasa dalam keluarga tersebut, sehingga yang akan terjadi adalah, suami selalu rindu kepada Isteri dan anak-anaknya manakala beberapa jam tidak bertemu, demikian pula sebaliknya Isteri juga selalu rindu dengan suami dan anak-anaknya bila beberapa saat tidak bertemu, dan seterusnya anak-anak juga demikian, selalu merasa rindu bila tidak bertemu dengan orang tuanya. Bila hal ini sudah tercipta maka dapat disimpulkan bahwa rumah mereka adalah sebagai muara kasih sayang, tempat pertemuan dan tempat berkumpul keluarga dan tidak akan pernah jenuh pada saat berada di rumah, karena di dalamnya pasti ada canda dan tawa yang selalu menghiasi kehidupan keluarga tersebut, semua itu tentu didasari dengan cinta dan kasih sayang yang terjalin antara sesama keluarga.
Penomena yang banyak terjadi dewasa ini adalah banyak anggota keluarga yang tidak betah tinggal di rumah, yang masing-masing anggota keluarga mencari pola kehidupan sendiri-sendiri dan mencari kesenangan di luar rumah, hal tersebut terjadi dengan berbagai faktor diantaranya mungkin disana tidak didapatkan kasih sayang.
Bila sudah demikian jadilah rumah tangga tersebut kandas diperjalanan sebelum sampai ke tempat tujuan yang dicapai. Untuk itu Islam mengajarkan agar di rumah tersebut terjalin cinta dan kasih sayang, dan hal seperti itulah yang terjadi dalam lingkungan keluarga Rasulullah, dimana Rasul memberikan cinta dan kasih sayang kepada Isteri dan anak-anaknya bahkan kepada cucunya tercinta Hasan dan Husain. Demikian pula sebaliknya mereka juga sangat mencintai Nabi Muhammad saw.
Kedua : Pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama.
            Masing-masing anggota keluarga tidak boleh melupakan tentang kewajibannya menjalankan ajaran agama yang diyakini, dalam hal ini adalah ajaran Islam, sebab orang-orang yang selalu melaksanakan amal ibadah kepada Allah Insya Allah akan mendapat ketenangan batin dan mendapat kemudahan dalam mengatasi  problem-problem kehidupan, karena Allah berjanji melalui firmannya dalam Al-Qur’an surat At-Tholaq ayat 2:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
Artinya : “ Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari kesulitan-kesulitannya) dan memberikan rezki dari sesuatu yang tidak pernah dia duga samasekali “.
Orang yang rajin melakukan ibadah akan terbuka pintu hatinya untuk memahami makna hidup yang sesungguhnya, sehingga dia sadar bahwa hidup ini adalah ujian, sehingga andai dia tergolong orang yang sukses dan bergelimang dengan harta kekayaan, dia sadar bahwa dia sedang diuji Allah dengan kekayaan tersebut. Andai dia tergolong orang yang susah dan miskin, dia juga sadar bahwa dia sedang diuji Allah dengan kesusahan tersebut. Hanya sebagai seorang Muslim bagaimana kita menyikapi ujian tersebut, atau dengan kata lain andai kita diuji Allah dengan berbagai kekayaan dan fasilitas hidup yang cukup, mampukah kita bersyukur seperti syukurnya nabi Sulaiman. Namun di sisi lain andai kita diuji oleh Allah dengan berbagai kesusahan mampukah kita menyikapinya dengan bersabar seperti sabarnya nabi Ayyub. Bila sikap hidup seperti ini sudah dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan rumah tangga maka dapat diyakini anggota keluarga tersebut akan memperoleh ketenangan, sebab itulah peranan agama sangat menentukan dalam pembentukan keluarga.
Ketiga: Saling menghargai.
Anggota keluarga terdiri dari Suami, Isteri dan anak-anak, dalam kehidupan berkeluarga masing-masing memiliki tanggung jawab. Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut tentu kita sebagai manusia memiliki kekurangan, terhadap kekurangan tersebut hendaknya masing-masing anggota keluarga dapat memakluminya dan hendaknya saling menutupi, kelemahan suami hendaknya dimaklumi sang Isteri dan dia berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang sudah dilakukan oleh suami untuk kepentingan keluarga hendaknya selalu dihargai Isteri, demikian pula sebaliknya kelemahan sang Isteri hendaknya dimaklumi oleh suami dan dia juga berusaha untuk menutupinya, jerih payah yang dilakukan oleh si Isteri juga dihargai oleh suami, demikianlah seterusnya, sebab manusia tidak ada yang sempurna. Apabila sikap saling menghargai dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga maka disana akan ada kedamaian, disana akan ada kebahagian dan disana akan ada ketenangan, Insya Allah keluarga yang seperti ini akan sanggup mengatakan “ Rumahku adalah syurga untukku “.
Di atas telah dikemukakan bahwa anggota rumah tangga adalah terdiri dari Suami/Ayah, Isteri/ Ibu dan anak-anak. Anak-anak adalah cikal bakal penerus generasi yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan agama, bangsa dan Negara. Perkembangan kepribadian mereka sangat erat kaitannya dengan pola pendidikan agama yang ditanamkan sejak dini oleh kedua orang tuanya. Oleh sebab itu perhatian kita terhadap pendidikan anak-anak terutama pendidikan agama tidak boleh diabaikan. Rasul menyatakan dalam sabdanya.
Artinya : “ setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia menjadi Majusi, menjadi Nasrani dan menjadi Yahudi “.
Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan agama kepada anaknya sejak dini agar kelak anak yang dilahirkan menjadi anak-anak yang shaleh dan shalehah, menjadi cahaya mata – belahan jiwa. Dalam melaksanakan tanggung jawab kita untuk memberikan pendidikan agama kepada anak-anak, agaknya pola pendidikan yang diterapkan Luqman dapat dijadikan sebagai acuan.
Pendidikan dasar agama yang harus diterapkan setiap orang tua kepada anak-anaknya dapat mengacu kepada seorang tokoh pendidikan yang namanya diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, beliau adalah Luqman Al-Hakim.
Siapa sebenarnya Lukman Al-Hakim ?. Banyak riwayat yang mengemukakan tentang pribadi Luqman, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Ibnu Ishak, bahwa dia adalah Luqman Bin Ba’ura bin Nahur bin Tariha, yang hidup dimasa Nabi Ibrahim as, tapi ada yang mengatakan dia hidup dimasa Nabi Ayyub as.
Luqman Al-Hakim bukan seorang Nabi dan Rasul tapi dia adalah seorang ahli hikmah yang kata-katanya penuh dengan hikmah dan nasihat terutama nasihat-nasihat yang selalu disampaikan kepada anak-anaknya. Sebagian nasihat Luqman tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan sebagian terdapat di dalam riwayat-riwayat yang ada.
Pola pendidikan yang ditanamkan Luqman kepada anaknya mencakup empat pundamen dasar, yaitu :
Pertama: Menanamkan akidah / Keimanan yang kokoh kepada anaknya, agar tidak berbuat syirik kepada Allah, hal ini tergambar melalui nasihat Luqman yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang   besar ".
Iman adalah merupakan pundamen dasar dalam kehidupan beragama seseorang, bila imannya kepada Allah sudah kokoh maka dapat diyakini agama seseorang akan baik bahkan keimanannya tersebut yang akan memberikan dorongan kepadanya untuk selalu menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt.
Kedua : Menanamkan kesadaran bahwa perbuatannya senantiasa diketahui oleh Allah. Hal ini tergambar melalui firman Allah pada surat Luqman ayat 16 :

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الارْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya : (Luqman berkata): " Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui “.
Kesadaran seperti ini perlu dalam kehidupan seseorang sebab dengan kesadaran tersebut seseorang akan selalu merasakan bahwa Allah selalu dekat dengannya, dengan demikian kehidupannya akan selalu menunjukkan sikap berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena dia selalu merasa diawasi oleh Allah swt.
Ketiga : Menanamkan kepada anaknya agar selalu melakukan ibadah dan melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar. Nasihat Luqman ini juga tercantum pada surat Luqman ayat 17:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الامُورِ
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)   ( Q. S. Luqman :  17 )                                         
Melakukan ibadah adalah merupakan ciri dari seseorang yang menunjukkan sikap patuhnya terhadap ajaran agama yang dia yakini, dalam hal ini adalah ajaran agama Islam. Begitu juga dalam melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar adalah merupakan usaha dalam perjuangan menagakkan agama Allah, sebaliknya dalam melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar  tentu akan banyak mengalami rintangan dan dalam menghadapi rintangan tersebut dituntut  agar kita bersabar.
Ke- empat: Menanamkan Akhlak yang mulia.
Akhlak yang mulia adalah merupakan hiasan hidup bagi manusia, dia akan hidup terpuji apabila memiliki akhlak yang mulia. Setinggi apaun jabatan seseorang, sebanyak apapun kekayaannya dan setinggi apapun ilmu pengetahuannya bila tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia dia tidak akan mendapat kemuliaan yang sesungguhnya. Nasihat Luqman yang berkaitan dengan akhlak ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Luqman ayat 18 – 19 :
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الارْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ  وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الاصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Artinya :
“ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai “.
Empat pundamen sebagai pola pendidikan dasar yang ditanamkan Luqman Al-Hakim kepada anaknya adalah merupakan hal yang sangat mendasar dan akan membawa pengaruh dalam perilaku hidup bagi seorang anak terhadap perkembangan kehidupannya dimasa yang akan datang.
Nasihat Luqman terhadap anaknya seperti yang telah dikemukakan di atas adalah merupakan nasihat-nasihat Luqman yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, sementara nasihatnya yang lain banyak ditemukan dalam berbagai kitab, diantaranya nasihat-nasihat Luqman yang termuat dalam kitab “ Luqman Al-Hakim dan hikmat-hikmatnya “.
Diantara nasihat yang sangat menarik dalam kitab tersebut antara lain adalah:
يَا بُـنـَيَّ اِنَّ الـدُّنـْيـَا بـَحْـرٌ عَـمِـيْـقٌ غَـرِقَ فِـيْـهِ خَـلْـقٌ كـَثِـيْـرٌ فَـلْـتـَكُـنْ سَـفـِيْـنـَتـَكَ فـِيْـهِ اْلإيْـمَـانُ وَلْـيـَكـُنْ حَـشْـوُهَـا الـتـَّقْـوَى وَلْـيـَكـُنْ شِـرَاعُـهَـا الـتـَّـوَكـُّـلُ فـَعَـسَى اَنْ تـَنـْجُـوْا ومَـا اَظُـنـُّكَ بـِنـَاجٍ.
Artinya :   Hai anakku, sesungguhnya dunia ini tidak obahnya seperti lautan dalam yang banyak orang tenggelam di sana, maka gunakanlah iman sebagai bahtera untuk mengharunginya, berisikan takwa dan berlayarkan tawakkal. Semoga kamu selamat, tapi aku sendiri sangsi ( pesimis ) akan keselamatanmu ”.
Kata-kata Luqman yang berisikan mutiara hikmah dan nasihat tersebut sungguh sangat mendasar sekali sebagai bekal dalam kehidupan, yaitu hidup di dunia diibaratkan seperti orang yang sedang mengharungi lautan yang sangat dalam, yang tidak pernah luput dari terpaan ombak dan badai, tentunya perlu perahu yang kokoh dan sanggup menahan hantaman ombak dan badai, punya muatan dan bekal yang cukup agar sampai keseberang dan harus punya layar terkembang yang akan memudahkan untuk mengarahkan perahu agar bisa selamat ke tempat tujuan.
Bila hidup ini diibaratkan seperti mengharungi lautan yang sangat dalam maka seseoramg yang hidup di dunia ini tentu memerlukan perahu yang akan menyelamatkannya, dan perahu yang dimaksud adalah iman. Sebab seseorang yang sudah beriman kepada Allah, jalan kehidupan yang ditempuhnya akan selalu menuju kepada nilai-nilai kebaikan karena imannya yang selalu mendorongnya untuk melakukan kebaikan. Setelah memiliki iman sebagai perahu maka perahu itupun harus diisi dengan muatan sebagai bekal, dan bekal tersebut adalah perilaku takwa dan setelah itu harus memiliki layar yang mampu mengarahkan perahu tersebut mencapai tempat tujuan dan layar tersebut adalah tawakkal kepada Allah swt.
Pola pendidikan yang telah dicontohkan oleh Luqman seperti yang telah diuraikan di atas kiranya dapat menjadi pedoman bagi ummat Islam dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terutama dalam pendidikan agama, sehingga anak-anak yang merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tuanya dapat menjalani kehidupan dengan dasar pengenalan agama yang dilandasi dengan iman dan takwa kepada Allah serta dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian anak tersebut benar-benar menjadi cahaya mata dan belahan jiwa serta menjadi anak-anak yang dapat dibanggakan orang tuanya bahkan berguna bagi agama, bangsa dan negara. Anak-anak yang seperti ini juga dapat menjadi faktor mendapatkan kebahagian dalam kehidupan berumah tangga.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas kita dapat menyimpulkan, betapa pungsi  agama sangat menentukan dalam mencapai kesuksesan hidup berumah tangga. Untuk itu mari kita hidupkan gairah pengamalan ajaran agama dalam rumah tangga kita, Insya Allah rumah tangga yang sedang kita kayuh menuju pulau bahagia senantiasa mendapatkan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan dibawah naungan ridho ilahi.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ
***