Sabtu, 18 Juni 2011

Isra’ Mi’raj Dan Kadar Keimanan

Isra’ Mi’raj Dan Kadar Keimanan
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat ”.( Q.S. Al-Isra’:1).
Saat ini kita sudah berada di bulan Rajab tahun 1432 H. Apabila bulan Rajab tiba, kenangan ummat islam biasanya tertuju kepada suatu peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah islam, yaitu Isra’ dan Mi’raj. Sebab, menurut catatan ahli sejarah pada bulan Rajab inilah Nabi Muhammad di perjalankan Allah melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dan menurut pendapat yang masyhur peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun kesebelas dari diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul.
Isra’ artinya, Allah memperjalankan Nabi Muhammad pada suatu malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Mi’raj artinya, Allah menaikkan Nabi Muhammad ke luar angkasa sampai kepada batas yang sampai hari ini tidak terukur jaraknya.
Dalam menyikapi peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut, masyarakat Makkah pada waktu itu terbagi kepada tiga kelompok.
Pertama: Kelompok orang-orang yang tidak percaya sama-sekali terhadap peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad.
Kedua: Kelompok orang-orang yang ragu-ragu akan kebenaran peristiwa tersebut.
Ketiga: Kelompok orang yang benar-benar percaya dan tidak meragukan sama-sekali tentang peristiwa tersebut.
Adapun kelompok orang-orang yang tidak percaya sama-sekali, adalah orang-orang yang kafir terhadap ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mereka adalah Abu Lahab dan kelompoknya. Tidak percayanya mereka akan cerita tentang Isra’ dan Mi’raj tersebut, disebabkan landasan penilaian mereka adalah logika semata, dengan membandingkan pengalaman mereka bahwa untuk menempuh perjalanan Makkah ke Baitul Maqdis/Palistina saat itu memakan waktu berbulan-bulan. Maka menurut mereka, sangat tidak masuk akal kalau Nabi Muhammad menempuhnya hanya dalam waktu tidak sampai satu malam, apalagi mereka mendengar cerita Nabi Muhammad, bahwa beliau sampai naik ke langit, semakin tidak masuk akal bagi mereka. Dengan mendengar cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut, mereka semakin mengejek Nabi Muhammad, bahkan mereka mengatakan Muhammad memang sudah gila.
Adapun kelompok orang yang ragu-ragu akan kebenaran peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu adalah mereka-mereka yang sudah memeluk islam, namun masih tipis kadar keimanannya kepada Allah, sehingga timbul keragu-raguan di hati mereka, bahkan ada diantara mereka menjadi murtad.
Adapun kelompok orang yang benar-benar percaya adalah Abu Bakar dan mereka-mereka yang sudah kuat imannya kepada Allah. Abu Bakar contohnya, pada saat disampaikan berita kepadanya bahwa temannya yang bernama Muhammad tadi malam mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dan ditanyakan tentang pendapatnya, Abu Bakar bertanya kepada pembawa berita; apa benar Muhammad yang mengatakannya?. Benar dia yang mengatakannya, jawab yang membawa berita. Setelah mendengar jawaban tersebut Abu Bakar berkata; Kalau memang Muhammad yang mengatakannya sungguh aku mempercayainya.  
Dari tiga kelompok masyarakat yang menyikapi peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, nampak jelas perbedaan landasan dari masing-masing kelompok tersebut. Abu Lahab dan teman-temannya hanya melandasi penilaiannya dengan logika semata, sebab itu tentu tidak ada sedikitpun celah yang terbuka bagi mereka untuk percaya kepada cerita Nabi Muhammad tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut, ditambah lagi dengan bibit-bibit kebencian yang memang sudah bersarang di hati mereka kepada Nabi Muhammad sejak Nabi Muhammad memulai dakwahnya. Oleh sebab itu meraka tidak percaya bahkan mengejek Nabi Muhammad sebagai orang gila.
Adapun mereka yang ragu-ragu, terombang-ambing dalam kebingungan, apakah tetap dalam islam atau kembali kepada keyakinan yang lama.
Adapun Abu Bakar beserta ummat islam yang sudah teguh keyakinannya, benar-benar mempercayai bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu benar terjadi, sebab landasan berpikir mereka tidak di dasarkan kepada logika semata, tapi disertai dengan iman kepada Allah. Mereka meyakini bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu adalah atas kehendak Allah, dan apabila Allah berkehendak trntu tidak ada yang sulit bagi Allah.
Kesimpulan:
  1. Landasan untuk memberikan penilain terhadap sesuatu tidak cukup dengan akal semata, sebab akal punya keterbatasan dalam menilai sesuatu, terlebih lagi dalam kaitan keyakinan dalam beragama, tidak semua ajaran agama bisa dilogikakan, termasuk peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
  2. Untuk dapat menerima kebenaran peristiwa Isra’ dan Mi’raj iman adalah jawabannya, karena dalam peristiwa tersebut banyak hal yang di luar jangkauan logika, terlebih saat peristiwa itu terjadi teknologi modern sebagai alat transportasi belum ditemukan, apalagi pesawat ulang-alik. Untuk itu, hanya dengan dasar imanlah yang dapat menerima kebenarannya. Adapun dengan kondisi dewasa ini, dimana manusia sudah mampu menjelajah angkasa dengan pesawat yang super canggih, tentu tetap tidak sanggup untuk mengimbangi perjalanan Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra’ Mikraj tersebut. Sebab, lapisan langit yang sampai hari ini manusia belum mampu untuk membuka seluruh tabir rahasianya, namun Nabi Muhammad dengan pengalaman Isra’Mi’raj-nya dan dengan kehendak Allah telah melalui itu semua.
  3. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah merupakan sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan sekaligus sebagai upaya pen-seleksian terhadap keimanan ummat islam pada saat itu, sebab Allah membuat sekenario dimana ummat islam akan diperintahkan meninggalkan kampung halaman untuk berhijrah menuju Madinah (dalam catatan sejarah perintah hijrah adalah pada tahun ke tigabelas setelah kenabian). Untuk itu dibutuhkan kekuatan iman, sebab akan berpisah dengan sanak keluarga yang dikasihi, kampung halaman yang dibanggakan, harta yang dimiliki, untuk menuju tempat yang belum ada jaminan prospek kehidupan di sana. Benarlah pendapat orang yang mengatakan, sangat tepat kalau Nabi Muhammad memilih abu Bakar untuk menemaninya saat berhijrah ke Madinah, sebab iman Abu Bakar tidak diragukan lagi dan salah satu standart dasar penilaiannya adalah sikap Abu Bakar yang begitu mantap tanpa ada keraguan sedikitpun untuk membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang terjadi, disamping itu Abu Bakar adalah satu diantara orang yang pertama-tama memeluk islam.
  4. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj dapat menjadi motivasi bagi manusia untuk melakukan penelitian tentang kemahaagungan Allah dalam menciptakan alam ini. Alam yang diciptakan Allah ini sangat luas. Walaupun manusia melalui ilmu pengetahuan moderen sudah mampu melejit keluar dari orbit bumi untuk melakukan penelitian terhadap benda-benda angkasa dan sudah banyak hasil yang ditemukan, namun apa yang dicapai manuia saat ini belum seberapanya dibandingkan masih banyaknya rahasia kebesaran Allah di alam jagat raya ini dari benda-benda angkasa yang belum terpecahkan. Terbukti sampai saat ini, masih banyak benda-benda angkasa yang belum mampu terdeteksi tentang hakikat keberadaannya. Bagi orang-orang yang beriman tentunya hal ini akan menambah kekuatan imannya kepada Allah, dan bagi yang belum beriman diharapkan pintu hidayah terbuka baginya lewat mengadakan kajian-kajian ilmiah dari ciptaan Allah, baik yang ada di bumi ini maupun di luar angkasa. Oleh sebab itu jangan pernah berhenti untuk berpikir dan mengkaji tantang alam ciptaan Allah agar kita dapat merasakan keagungan Allah dalam ciptaannya.
  5. Mempercayai kebenaran peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu indikasi bahwa kadar keimanan seseorang tergolong baik.  
Semoga kita mampu mengambil hikmah dari peristia Isra’ dan Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad SAW.