Jumat, 15 April 2011

Jadilah Ummat Terbaik


Menjadi Manusia Yang Terbaik
Firman Allah dalam surat Ali Imran:110.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Keberadaan ummat islam dalam perkembangan peradaban manusia, dinyatakan oleh Allah sebagai khairu ummah (ummat yang terbaik ). Hal itu akan terwujud apabila ummat islam mampu melaksanakan faktor-faktor yang menghantarkan ummat islam itu menjadi ummat yang terbaik. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firmanNya di atas.
Pertama: Melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Amar ma’ruf artinya selalu melakukan dan mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Sedang nahi munkar artinya selalu menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak, dan merendahkan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Kedua upaya ini adalah bahagian dari dakwah. Apabila dua upaya ini dapat terlaksana dan berhasil maka dalam kehidupan manusia akan terasa lebih kondusip, tidak ada kekhawatiran dan ketakutan dalam kehidupan sehari-hari, sebab dimanapun seseorang berada dia akan merasakan aman, tentram dan damai. Oleh sebab itu ummat islam yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar tersebut pantas mendapat pujian dari Allah dengan sebutan khairu ummah( ummat yang terbaik ).

Kedua: Beriman kepada Allah.
Ummat islam yang disebut Allah sebagai Khairu ummah tersebut tidak cukup hanya sekedar melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, tetapi harus didasari dengan beriman kepada Allah. Sebab orang yang melakukan sesuatu dengan dasar iman kepada Allah, diharapkan apa yang dilakukannya semata-mata ingin mendapatkan keridhaan Allah swt. Oleh sebab itu keimanan kita kepada Allah harus senantiasa dipupuk agar iman tersebut terus bertambah. Apabila iman semakin bertambah maka akan semakin timbul kesadaran dalam diri seseorang untuk berbuat kebaikan dalam kehidupannya. Apabila kesadaran tersebut merakyat dalam kehidupan ummat, baik dalam skala Lokal atau dalam skala Nasional maupun Internasional dapat diyakini bahwa kehidupan ummat manusia itu akan lebih tercipta keamanan dan kedamaian. Dengan terciptanya kedamaian pada masyarakat di dunia melalui upaya melaksanakan amar ma’mur dan nahi munkar, maka wajarlah terhadap mereka-mereka yang giat melaksanakan dakwah tersebut diberi Allah julukan sebagai Khairu Ummah. Mereka pantas memperoleh kedudukan tinggi, karena mereka selalu mempunyai keyakinan dan keimanan yang benar dan teguh akan adanya Allah SWT dan keesaan-Nya serta beriman akan kebenaran semua ajaran-Nya. Mereka juga selalu melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Hal ini juga diungkapkan Allah pada ayat sebelumnya, yaitu pada surat Ali Imran : 104.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Rasulullah juga bersabda, artinya : “Siapapun di antara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangan (kekuasaan-Nya), kalau dia tidak mampu (tidak memiliki kekuasaan) maka dengan lidah / ucapannya, kalau (yang inipun) dia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (Al-Hadits).
Tiga ciri tersebut di atas, yaitu beriman kepada Allah, melaksanakan amar ma’ruf, dan nahi munkar merupakan syarat bagi lahirnya suatu masyarakat unggulan (ummat terbaik); yaitu suatu masyarakat yang di dalamnya berlangsung tata ke­hidupan yang manusiawi, tata kehidupan yang sendi-sendinya didasarkan atas persaudaraan, kesetiakawanan, saling percaya, kejujuran dan keadilan. Dalam kondisi ini, setiap warga akan terpenuhi kebutuhan lahiriah dan batiniahnya, duniawi dan akhiratnya, sesuai dengan do’a yang ummat islam selalu berdo’a dengan do’a:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Tuhan kami, ka­runia­kanlah kepada kami di dunia ini kebaikan dan di akhirat (nanti) kebaikan (pula) dan hindarkanlah kami dari siksa neraka” (QS.2 Al Baqarah : 201).
Untuk mewujudkan masyarakat Khairu Ummah semestinya mampu dilakukan oleh ummat islam seperti dinyatakan Allah di atas, maka setiap muslim dalam kedudukan dan dalam profesi apapun, terutama sebagai pemimpin, baik pemimpin rumah tangga, masyarakat dan bangsa harus menghiasi dirinya dengan nilai-nilai yang terpuji. Dalam hal ini Nabi Muhammad adalah contoh yang dapat dijadikan teladan.
Untuk berhasilnya pelaksanaan amar ma’rufnahi munkar tersebut, sekurang-kurangnya ada lima hal yang menjadi faktor penopangnya.
1. اَلصِّدْقُ  . Memiliki sifat Kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan.
Bentuk pengamalan ini adalah jujur dalam pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Orang yang menjadikan sifat shiddiq ini sebagai ciri khasnya, ia akan mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah bersama para Nabi dan syuhada. Mereka inilah yang selalu menga­ta­kan yang benar, tidak menutupi kesalahan, baik yang dilakukan dirinya maupun oleh kawannya, serta menjaga satunya kata dengan perbuatan, menjauhi kebohongan, termasuk jujur dalam berdiskusi dan bermusyawarah.
2. الأَمَانَةُ  . Selalu menepati janji dan bertanggung jawab dalam melaksanakan hal-hal yang dipercayakan kepada­nya. Orang-orang yang mengemban amanah ini senantiasa memegang teguh amanat yang dipercayakan kepadanya.
Amanat kepada Allah dengan menyadari tugas kekhalifahannya di bumi sehingga ia selalu menjadi manusia yang bertanggung jawab dan senantiasa melakukan kebaikan, bukan membuat kerusakan.
Amanat kepada keluarga dengan membimbing dan mendidik mereka kepada tuntunan ilahi, serta tidak memberikan nafkah kecuali yang halal lagi baik.
Amanat kepada sesama anggota masyarakat dengan selalu mengajak kepada kebaikan dan kepada kesabaran.
Adapun amanat kepada diri sendiri dengan menghindarkan segala yang haram baik dalam profesi maupun yang dikonsumsi.
Rasulullah bersabda لاَدِيْنَ لِمَنْ لاَاَمَانَةَ لَهُ , artinya : “Tidak ada agama bagi orang yang tidak amanah” (HR. Addailami).
3. اَلْعَدَالَةُ . Bersikap dan berlaku adil.
Ini mengandung pengertian berpihak dan berpegang kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, bertin­dak sepatutnya dan tidak berat sebelah. Bentuk pengamalannya selalu bersedia untuk saling mengingatkan antara sesamanya, saling menyuarakan kebenaran dan sikap kesabaran, serta saling menghar­gai pendapat yang lain, tidak memaksakan kehendaknya sendiri tanpa mau memahami kepentingan dan kehen­dak pihak lain. Kebenciannya terhadap seseorang atau satu kelompok tidak menjadikannya menahan hak-hak mereka, baik berupa harta ataupun penghargaan prestasi. Sebaliknya, kasih dan sayangnya kepada seseorang, tidak membutakan matanya untuk bersikap tegas dalam memberi hukuman. Karena sesungguhnya sifat adil inilah yang selalu men­dekatkan orang kepada ketakwaan. Allah berfirman : اِعْدِلُوْاهُوَاَقْرَبُ ِللتَّقْوى  “Adillah karena ia lebih dekat kepada takwa” (QS.5 Al Maaidah : 8).

4. اَْلأُخُوَّةُ والتَّعَاوُن . Menjaga persaudaraan dan persatuan serta saling membantu sesamanya.
Untuk itu, setiap muslim harus menyadari bahwa dia bersaudara dengan orang lain, baik sesama muslim (ukhuwwah islâmiyah), sesama bangsanya (ukhuwwah wathoniyah), maupun sesama manusia (ukhuwwah basyariyah). Ketiga macam ukhuwah tersebut tidak perlu diprtentangkan, tetapi harus diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini akan menciptakan rasa kebersamaan, bukan memperuncing perbedaan.
5. الإٍسْتِقَامَةُ . Berlaku konsisten, senantiasa berada dan mengikuti jalan kebenaran menurut Allah. Islam selalu menganjurkan umatnya untuk memiliki sifat istiqomah dalam kebajikan. Bagi mereka yang selalu istiqomah dijamin akan terhindar dari kerisauan, kekhawatiran dan ketakutan, baik dalam kehidupan di dunia ini maupun pada hari kiamat nanti, bahkan mendapat berita gembira dengan janji dan jaminan masuk surga.
Firman Allah dalam surat Fushshilat:30-32.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣٠﴾ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ﴿٣١﴾ نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ ﴿٣٢﴾
Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Semoga kita bisa menjadi manusia terbaik dengan mempertahankan keimanan kita kepada Allah dan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.