Jakarta - Rapat Paripurna DPR menyetujui pengesahan RUU tentang Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) menjadi UU. Persetujuan tersebut ditanyakan langsung dari meja pimpinan sidang dan seluruh fraksi yang ada di DPR menyatakan setuju RUU tentang ZIS menjadi UU.
“Saya minta kepada seluruh fraksi agar pendapat akhir fraksi masing-masing melalui juru bicaranya dapat menyerahkan pendapat akhir fraksinya ke meja pimpinan,” jelas Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, di Gedung Nusantara II, Kamis(27/10).
Sementara Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Gondo Radityo Gambiro (F-PD) dalam laporannya mengatakan, Rapat Paripurna Dewan merupakan momentum bersejarah setelah 66 tahun bangsa kita merdeka. “Insya Allah hari ini bangsa Indonesia akan melakukan perubahan besar dalam sistem hukum positif tentang pengelolaan zakat,” katanya.
Menurutnya, undang-undang ini merupakan satu kemajuan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam hukum positif, dimana negara memiliki peran dan harus hadir memberikan pelayanan, perlindungan, dan jaminan kepada seluruh fakir miskin yang menjadi mustahik utama zakat.
Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, jelas Gondo, maka hakekat kemerdekaan akan dirasakan oleh saudara-saudara kita yang lemah dan belum beruntung dalam memperbaiki kualitas hidupnya. “Konsepsi pemikiran tersebut menjadi dasar pertimbangan Komisi VIII DPR melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,” kata Gondo.
Dia menambahkan, salah satu dasar pertimbangan Komisi VIII DPR mengajukan usul perubahan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan alasan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat merupakan salah satu kemajuan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah ke dalam hukum positif. Namun demikian, lanjutnya, pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999 dirasakan masih belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewajiban zakat dalam sistem yang profesional. Karenanya undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti, tambahnya.
“Berdasarkan alasan tersebut, Komisi VIII DPR melakukan usul inisiatif perubahan terhadap UU tentang Pengelolaan Zakat agar kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara terarah, terpadu, dan terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini,” jelasnya.
Gondo berharap, setelah RUU ini disahkan, pemerintah segera melakukan sosialisasi serta menyusun beberapa peraturan pelaksanaannya, agar undang-undang ini dapat berlaku efektif.
Dalam undang-undang ini diatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Baznas, Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya dan dapat ditempat lainnya.
Dan dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ yang mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk menteri serta wajib melaporkan tugas-tugasnya tersebut seteleah di audit kepala Baznas secara berkala.