1. Muhasabah (Intropeksi diri).
Manusia adalah makhluk yang sangat memerlukan evaluasi diri dan penilaian ulang. Kehidupannya, baik yang bersifat individual maupun sosial, sangat perlu diperhatikan. Itu tak lain karena sisi spiritual dan intelektual selalu berubah-ubah. Cepat terwarnai dengan keadaan yang menyertainya. Hari ini baik, besok bisa sangat baik. Atau hari ini sangat baik, besok mungkin saja sangat tidak baik. Disinilah perlunya kita intropeksi diri (muhasabah), agar kebaikan tetap bisa kita pertahankan. Sebab kita tak pernah tahu kapan kita akan dimatikan. Hidup dan mati kita Allahlah yang mengatur, yang kita tahu adalah bahwa setiap kita pasti akan mati.
Seorang muslim harusnya sangat menyadari, bahwa apapun yang dilakukannya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Dan menyadari pula bahwa setiap hembusan nafasnya adalah mutiara yang sangat bernilai. Maka seharusnya ia tidak menyia-nyiakan walaupun sesaat.
Ketahuilah……! Kepentingan menghisab diri ini kita lakukan untuk mengetahui dua hal, yaitu:
Pertama: untuk mengetahui segala aib diri, apakah kebaikan yang telah kita lakukan lebih banyak dari pada keburukan, atau sebaliknya.
Kedua: untuk mengetahui hak Allah terhadap kita. Apakah kewajiban kita sebagai hamba Allah sudah disempurnakan ataukah dilalaikan. Dari dua kesadaran ini akan lahir kepribadian yang istiqomah dan sikap mental yang tidak mudah melemah.
Terkait dengan muhasabah, Hasan al-Basyri pernah berkata: “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya karena Allah. Karena sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah menghisab dirinya di dunia. Hal senada juga pernah di ungkapan oleh Umar bin Khaththab; “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang. Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di kemudian hari” (Di riwayatkan dari Imam Ahmad dan At-Tarmidzi secara mauquq dari Umar bin Khaththab).
2. Muroqobah ( Selalu Merasa diawasi Allah)
Orang yang sadar bahwa Allah selalu mengawasi hidupnya, maka ia akan terbentengi dari kesalahan dan dosa. Rasa khauf (takut) selalu menyelimutinya bila ia melakukan kesalahan. Khauf (rasa takut) akan membakar syahwat yang diharamkan Allah, sehingga kemaksiatan yang dulu disukai jadi dibenci.
Kesombongan yang dulu dipertahankan berubah menjadi ketawadhuan, Ia selalu waspada terhadap langkah, pikiran dan kalimat yang keluar dari dirinya. Ia menyadari betul tentang firman Allah di bawah ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ ﴿١٦﴾ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾ مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾
Artinya : 016. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,
017. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
018. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.( Qs Qaf [50]:16-18)
Hamba yang selalu bermuroqobah adalah orang yang memiliki kecerdasan ruhiyah yang tinggi. Kesadaran itu dibangun berdasarkan pemikiran yang cerdas, karena ia sangat menyadari bahwa hidup akan mempunyai makna apabila ruang tempat berpijak adalah amanah yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk dirinya dan kemudian dia pertanggung jawabkan kelak dihadapan Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٧﴾
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
( Q. S. Al-Anfal :27)
Ketahuilah……..! Islam memandang amanat sebagai suatu yang amat berharga, sekecil apapun amanah yang kita terima, wajib kita jaga dengan baik dan kita sampaikan kealamatnya secara konsisten. Karena dengan memandang kecil sebuah amanat, kita akan terbiasa memandang amanat itu sebagai hal yang tidak berarti. Sehinga amanat yang besarpun akan kita anggap sebagai amanat yang sepele.
3. Mu’ahadah (selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT)
Kesadaran kita bahwa hidup bukan sekedar ada tetapi karena ada yang mengadakannya, adalah sikap dan sifat seorang muslim sejati. Allah menghidupkan kita dengan fasilitas yang diberikan-Nya bukanlah tanpa tujuan. Dan tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya.
Dan hanya Allah sajalah yang harus kita pertuhankan, karena inilah inti kehidupan; yaitu mempertuhankan Allah dan tidak boleh menyekutukan- Nya dengan sesuatupun. Inilah perjanjian yang harus selalu kita ingat, sebagaimana di ungkapan oleh Allah:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ ﴿١٧٢﴾
Artinya : “Dan ingatlah ketika Rabb mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?, mereka menjawab. “Betul (engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan; “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kesesaan Tuhan)”.(Qs. Al-A’raf [7]:172).
Manusia dengan segala keberhasilan dunia yang diraihnya tidaklah kemudian menjadi mulia, manakala ia merasa bahwa apapun yang diraihnya adalah hasil usahanya sendiri, tanpa ada campur tangan orang lain.
Sadarilah, kita bisa disebut kaya karena ada yang miskin. Kita disebut cantik karena ada yang jelek. Dan kita juga bisa disebut baik (mulia), karena ada yang buruk. Kemudian ketahuilah, tidaklah orang lain memuliakan kita, kecuali karena Allah yang menghendaki.
Karena itu jangan merasa diri lebih mulia dari orang lain, karena itu adalah kebodohan. Sebab hanya orang bodohlah yang merasa dirinya tidak perlu membutuhkan bantuan. Dan ketika rasa itu mendominasi dirinya, maka kecenderungan menyekutukan Allah nampak semakin sempurna.
Maka kesadaran; bahwa Allah sebagai Tuhan dan hanya kepada Allah segalanya dikembalikan adalah buah dari kecerdasan pikiran yang lahir dari keimanan.
Ingatlah selalu akan perjanjian kita dengan Allah yaitu untuk selalu beribadah hanya kepada-Nya. Jangan berpaling dari syariat-Nya dan tidak mendustai kebenaran yang di turunkannya (al-Qur’an).
4. Mu’aqobah ( Memberi sangsi ketika lalai beribadah)
Memberikan sanksi (‘iqob ) ketika kita lalai beribadah memang sesuatu yang tidak mudah. Dibutuhkan kesadaran diri yang prima dan keimanan yang sempurna. Hanya orang-orang yang mendapat rahmat dari Allah sajalah yang dapat melakukannya.
Seringnya kita membiarkan kelalaian akan menghadirkan sikap meremehkan kesalahan. Dan lambat laun, ketika kesalahan sudah menjadi kebiasaan, maka dorongan melaksanakan ketaatan akan semakin hilang. Bahkan membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah kesalahan-kesalahan yang lain.
Disinilah pentingnya kita meng’iqob (memberikan sangsi) kepada diri agar jiwa terselamatkan dari dosa. Sanksi yang dimaksud disini adalah; apabila kita menemukan kesalahan maka tidak pantas bagi kita untuk membiarkannya.
Bentuk pemberian sanksi tentu saja harus yang mubah dan tidak boleh berlebihan, apalagi sampai membahayakan diri. Seperti memukul kepala karena tidak sholat subuh. Atau membakar diri karena asyiknya nonton TV hingga lupa sholat Isya. Tentu saja tidak seperti itu.
Sebuah perilaku yang dapat kita jadikan contoh adalah; seperti kebiasaan pada generasi sahabat atau para salaf yang meng ‘iqob diri secara langsung ketika mereka melakukan kekhilafan, misalanya: dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Umar bin Khaththab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar. Maka beliau berkata: “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sholat Ashar!..kini kebunku aku jadikan shodaqoh untuk orang-orang miskin.
Subhanallah. Bagaimana dengan kita, bisakah kita mencontoh Umar, sudah berapa seringkah kita melalaikan kewajiban. Tetapi adakah kita pernah meng’iqob diri karena banyaknya kekhilafan itu ?
5. Mujahadah (adanya kesungguhan dalam ibadah).
Ibadah adalah alasan Allah menciptakan manusia. Karena untuk itulah kita hidup dan di hidupkan. Kita hidup bukanlah sedekar hidup, tetapi harus mentaati aturan yang maha hidup, Dialah Allah. Bahkan ibadah adalah inti hidup, orang yang tidak punya orientasi ibadah dalam hidup seperti orang yang melakukan perjalanan tanpa tujuan,
Bermujahadah artinya bersungguh-sungguh dalam melaksanatan ketaatan dalam rangka menjemput keridhoan Allah. Hingga akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan, bukan sebuah beban yang memberatkan.
Sa’id Musfar Al-Qahthani mengatakan; Mujahadah berarti mencurahkan segenap usaha dan kemampuan dalam mempergunakan potensi diri untuk taat kepada Allah dan apa-apa yang bermanfaat bagi diri saat sekarang dan akan datang, dan mencegah apa-apa yang membahayakannya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٦٩﴾
Artinya : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Qs. Al-Ankabut:69)
Sadarlah………! Bangkitnya seseorang dari kelemahan kepada semangat, dari kemaksiatan kepada taat, dari kebodohan kepada ilmu, dan dari keraguan kepada yakin; adalah ciri dari orang-orang yang bermujahadah. Selalu ingin mengoptimalkan nilai-nilai kebenaran dalam setiap gerak kehidupan.
Dengan melakukan rumus 5 M di atas, Insya Allah nilai kehidupan yang kita jalani akan semakin berarti. Sebab dengan Muhasabah kita selalu memperbaiki segala yang salah. Dengan Muroqobah kita selalu merasa keagungan Allah. Dengan Mu’ahadah kita tetap akan istiqomah. Dengan Mu’aqobah kita dapat mengurangi beban dari rasa bersalah dan dengan Mujahadah kehidupan kita akan selalu dipermudah.
Ketahuilah……….! Bahwa buah pelaksanaan 5 M ini adalah 5 C . yaitu: Comitment, Confident, consisten, consquent dan creative.
1. Comitment adalah keyakinan kokoh yang menggerakan prilaku menuju arah yang di yakini (I’tikad).
2. Consistence adalah kemampuan untuk bersikap secara taat azaz, pantang menyerah dan mampu mempertahankan prinsif kebenaran yang diyakininya betapapun harus membahayakan dirinya.
3. Consequence, adalah keberanian menerima konsekwensi dari keputusan yang di ambilnya. Baginya hidup adalah pilihan yang harus di pertanggung jawabkan.
4. Confidence adalah sikap percaya diri yang lahir dari kekuatan keyakinan dan sifat ini merupakan kematangan berpikir dari jiwa yang istiqomah
5. Creative, adalah sikap yang tak pernah lelah melalukan kebaikan, selalu saja ada aktivitas yang membuat dirinya semakin maju selangkah demi selangkah namun pasti. Dan kreatiptas ini menjadikan seorang mukmin selalu menangkap sinyal kebaikan dalam setiap efisode hidup yang di jalaninya.
Bangkitnya seseorang dari kelemahan kepada semangat, dari kemaksiatan kepada taat, dari kebodohan kepada ilmu, dan dari keraguan kepada yakin, adalah ciri dari orang-orang yang bermujahadah( sungguh-sungguh) Selalu ingin mengoptimalkan nilai-nilai kebenaran dalam setiap gerak kehidupan.
Akhirnya kita berdoa kepada Allah:
“ Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dalam pandangan kami, dan berilah kemampuan kepada kami untuk dapat menjalankan kebenaran itu. Tunjukkan pula kepada kami yang salah itu salah dalam pandangan kami, dan berikan pula kepada kami kekuatan agar kami dapat menjauhkan diri dari kesalahan itu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar