AROGANSI, PROVOKASI, ANARKISME
Kehidupan yang damai adalah harapan kita semua. Kehidupan yang penuh bahagia, penuh kebaikan dan sejahtera adalah keinginan kita semua. Bukan hanya kebahagiaan abadi di akhirat nanti, tetapi juga kebahagiaan dan kedamaian di dunia ini. Inilah yang kita panjatkan dalam doa-doa kita:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Al-Baqarah : 201)
Akan tetapi harapan tidak selalu terwujud menjadi fakta. Keinginan tidak selalu menjadi kenyataan. Peristiwa bentrokan dan tauran antara sesama pelajar atau antara sesama masyarakat mengajarkan kepada kita, bahwa kedamaian dan ketenangan yang kita inginkan bersama, selalu tidak sesuai dengan kenyataan. Kita melihat bentrokan yang terjadi selalu memakan korban.
Tentu kita sebagai umat Islam merasa prihatin, tetapi lebih dari itu, kita pun perlu belajar dan mengambil pelajaran atau ibrahnya, agar peristiwa bentrokan yang terjadi, baik dikalangan pelajar maupun masyarakat tidak terulang.
Minimal ada tiga ibrah/pelajaran yang perlu kita ambil dan kita waspadai agar tidak merugikan umat Islam. Baik rugi secara fisik dan jiwa, secara materi, maupun secara citra. Rugi secara fisik adalah terlukanya tubuh sebagian umat Islam dalam peristiwa semacam itu. Rugi secara jiwa jika luka atau sakitnya telah mengakibatkan kematian. Rugi secara materi berarti berkurangnya nilai ekonomis suatu barang, benda, atau aset karena rusak, dibakar, dan sebagainya. Rugi secara citra adalah ketika muncul stigma negatif terhadap umat Islam dari peristiwa tersebut. Entah dikatakan sebagai arogan, destruktif, atau yang lainnya. Kerugian secara citra ini berefek pada kerugian dakwah, bahwa dakwah Islam bisa terhambat karena citra negatif tersebut.
Secara umum Rasulullah SAW melarang hal-hal yang merugikan, baik merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain. Beliau bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain. (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi, Hakim, Thabrani, Imam Malik, dan Daruquthni).
Hal pertama yang perlu kita waspadai dan kita hindarkan adalah arogansi. Hal ini terutama sering terjadi pada pihak yang memiliki kekuasaan, kekuatan, kedudukan, ataupun kelebihan dibanding pihak lain. Dengan perasaan superior itu, sering kali kepentingan dan keinginannya dipaksakan, tanpa melihat apakah ia merugikan orang lain atau tidak.
Peristiwa penggusuran juga pernah hampir terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Saat itu salah seorang Gubernur berniat membangun Masjid besar di wilayah kekuasaannya. Semuanya bisa berjalan lancar. Hanya satu masalahnya. Di atas tanah yang direncakan akan dibangun Masjid besar itu berdiri rumah seorang Yahudi. Yahudi ini tidak mau saat rumahnya hendak diganti rugi. Karena kesal, Gubernur mengancam akan menggusur rumah itu.
Merasa terancam, Yahudi ini mendatangi Umar bin Khattab, sebagai amirul mukminin saat itu, tujuan kedatangannya menemui Umar adalah untuk meminta keadilan. Bagaimana sikap Umar? Umar mengambil tulang binatang, lalu ia gores dengan pedang membentuk sayatan lurus di tulang tersebut. Yahudi tadi heran saat Umar memberikan tulang itu kepadanya untuk diserahkan pada Gubernur yang akan menggusur rumahnya.
Bukankah di daerahnya juga banyak tulang, lalu syimbol apa sayatan pedang itu? Begitu pikir Yahudi. Kemudian ia menyerahkan tulang itu kepada Gubernur. "Ini dari Umar bin Khattab, saat aku mengadukan masalahku kepadanya." Kata Yahudi itu menjelaskan. Di luar dugaan, Gubernur tersebut tiba-tiba pucat dan menarik ancamannya. "Aku minta maaf padamu. Rumahmu tidak jadi kugusur." Ujar Gubernur.
"Mengapa tiba-tiba kau mengubah keputusanmu, padahal Umar hanya memberikan tulang kepadamu?" tanya Yahudi yang masih keheranan. "Ketahuilah, tulang itu adalah simbol. Seakan-akan Umar bin Khattab berkata: 'Berlaku lurus dan adillah, atau aku yang akan meluruskanmu dengan pedang."
Mendengar jawaban itu Yahudi kagum dengan ajaran dan ummat Islam yang penuh keadilan. Ia pun merelakan tanahnya untuk dibangun masjid. Juga merelakan dirinya menjadi muslim. Subhaanallah, Allaahu akbar.
Demikianlah pemimpin yang islami. Ia mengedepankan keadilan, bahkan kepada kelompok minoritas. Ia tidak arogan meskipun apa yang ia lakukan dalam rangka membangun rumah ibadah. Apalagi sekedar membangun bangunan duniawi dengan merampas hak orang lain dan menzalimi orang miskin. Kita doakan semoga para pemimpin kita, para penguasa, para pengusaha, para orang kaya diantara kita diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk tidak arogan dalam mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Dan bagi yang memiliki kekuasaan dan kedudukan, hendaklah meniru Umar bin Khattab sekuat kemampuan.
Ibrah/pelajaran kedua yang perlu kita ambil untuk kita waspadai adalah provokasi. Apalagi saat berkumpul di tempat yang banyak orang. Berada dalam kerumunan massa. Logika massa sudah berbeda dengan logika orang per orang dalam kesendirian. Suasana massa sudah berbeda dengan suasana pribadi-pribadi yang kemudian membentuk massa atau kembali membubarkan diri setelah aksi. Emosi massa jauh lebih sulit dikendalikan daripada emosi individu. Para pemimpin, ulama', dan tokoh masyarakat perlu menyadari hal ini. Demikian juga kita sebagai umat Islam, meskipun bukan tokoh atau siapa-siapa. Di sinilah kebijakan seorang pemimpin diuji. Saat ia berada bersama massa. Dan disini pula massa diuji, ketika mulai ada suara-suara provokasi. Maka publik pun mulai membedakan, mana massa yang santun dan mana yang tidak, biasanya ditandai dari tertibnya aksi massa. Di sini pula kekuatan diuji. Entah itu kekuatan pribadi atau kepemimpinan. Sebab provokasi itu meningkatkan tensi kemarahan. Jika ia sanggup menahan diri untuk tidak marah, sesungguhnya ia adalah orang yang kuat. Sementara mereka yang terbawa provokasi dan menuruti kemarahannya, maka sesungguhnya mereka adalah orang yang lemah.
Rasul brsabda, artinya: “Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq 'alaih).
Sementara para provokator, mereka itulah orang-orang tercela yang dilaknat Allah. Saat mereka memprovokasi orang lain untuk bertindak brutal, melampaui batas, dan bertindak kejahatan, mereka akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukan kejahatan itu.
Rasul bersabda, artinya: “Barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya, tanpa mengurangi dosa orang itu sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalam sejarah Islam, model provokator diperankan oleh istri Abu Lahab, yang diabadikan Allah SWT dalam surat Al-Lahab.
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (QS. Al-Lahab : 4)
Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. Isteri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. Bukankah berarti para provokator adalah penerus istri Abu Lahab ini?!
Ibrah/pelajaran ketiga yang perlu kita ambil untuk kita waspadai agar tidak terjadi lagi adalah anarkisme. Tindakan anarkis, kekerasan, kerusuhan, yang skalanya menjadi lebih luas karena berpadu dengan emosi massa. Anarkisme yang menimbulkan banyak kerusakan, kerugian, dan bahaya sangat dilarang dalam Islam. Secara umum Al-Qur'an mengingatkan:
وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفاً وَطَمَعاً إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A'raf : 56)
Rasulullah SAW mengabarkan bahwa Allah melaknat orang-orang yang berbuat narkis. Sabda Rasul, artinya: “Allah melaknat orang yang berbuat kerusuhan dan orang yang melindunginya. (HR. Muslim dari Ali bin Abi Thalib).
Semoga kita semua dapat mengambil ibrah dari tragedi-tragedi yang terjadi di tanah air ini, sehingga kejadian seperti itu tidak terulang lagi dan masyarakat kita terhindar dari arogansi, provokasi, dan anarkisme.
Terhadap saudara kita sesama muslim, saya menyerkan, marilah kita berkaca dari tragedi yang selalu mengecewakan kita sebagai bangsa, dan marilah kita berupaya untuk saling menolong sehingga arogansi, provokasi, dan anarkisme tidak terjadi. Kita tolong mereka meskipun mereka pelaku ataupun korban dari arogansi, provokasi, dan anarkisme itu. Bagaimana caranya? Diantaranya seperti hadits Rasulullah SAW., artinya: "Tolonglah saudaramu (dalam keadaan) zalim atau dizalimi" ditanyakan kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah, kami tahu bisa menolong orang yang dizalimi tetapi bagaimana dengan yang zalim?" Rasulullah SAW menjawab "Cegah kezalimannya" (HR. Bukhari)
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan hidayah oleh Allah SWT sehingga terjaga dari sikap arogansi, provokasi, dan anarkisme.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ
Sabtu, 30 April 2011
Hindari : AROGANSI, PROVOKASI, ANARKISME
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar