Internalisasi Nilai-Nilai Islam
Dalam syari’at Islam, latihan rohani yang diperlukan manusia diperintahkan dalam bentuk ibadah. Semua ibadah dalam Islam, baik dalam bentuk shalat, puasa, zakat, maupun haji, bertujuan untuk membuat rohani manusia agar tetap ingat kepada Allah, bahkan merasa senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan merasa senantiasa dekat dengan Allah dapat mempertajam rasa kesucian yang selanjutnya menjadi pengendali bagi hawa nafsunya untuk terhindar dari pelanggaran nilai-nilai moral dan peraturan hukum yang berlaku. Dalam ibadah terjadi kontak kegiatan antara jasmani dan rohani. Ibadah merupakan kontak batin yang tertuju kepada Allah dan dibarengi dengan amal perbuatan yang bersifat lahiriah, yang dilakukan oleh anggota tubuh manusia.
Ibadah baik secara lahiriah dan batiniah seperti itu dapat difahami dari aspek pembawaan dasar dari kehidupan manusia sendiri yang terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Kedua unsur itu menyatu dalam diri manusia. Manusia adalah jasmani yang dirohanikan, dan rohani yang menjasmani, dan manusia seutuhnya adalah manakala kebutuhan jasmani dan rohani dapat disinergikan. Maka, manusia bukan hanya jasmani semata atau rohani semata. Kehidupan manusia dan segala gejalanya tidak sama dengan jasmani binatang, karena jasmaniah manusia adalah jasmani yang dirohanikan dan di dalam jasmani itu terdapat roh yang menjasmani. Oleh karenanya tidak mengherankan jika peristiwa-peristiwa yang dialami manusia secara jasmaniah akan mempengaruhi gerak batin dan rohaninya. Dan sebaliknya situasi rohani seseorang juga akan tercermin dalam sikap dan tingkah laku jasmaniahnya sehari-hari. Karenanya, agar manusia menjadi hamba yang utuh, dalam kehidupannya diperlukan adanya keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan antara jasmani dan rohani, sebab itu manusia perlu diberi konsumsi jasmaniah dalam bentuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan dan minum, dan perlu pula diberi konsumsi rohani dalam bentuk ibadah.
Apabila kebutuhan jasmani dan rohani ini telah terpenuhi maka seseorang dapat menjadi manusia yang utuh. Dan perlu disadari bahwa segala peristiwa rohaniah manusia akan berpengaruh kepada jasmaninya yang menggejala dalam kehidupan lahiriahnya, dan demikian pula sebaliknya, peristiwa yang dialaminya secara jasmaniah akan berpengaruh pula pada rohaninya yang menggejala dalam kehidupan rohaniahnya.
Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Allah disembah seperti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Kata ibadah yang selalu diterjemahkan dengan menyembah, tentu tidak sama dengan penyembahan manusia kepada sesuatu dari selain Allah yang dilatarbelakangi karena adanya rasa takut semata. Tetapi ibadah manusia ( dalam hal ini orang-orang yang beriman ) kepada Allah, tidak hanya semata-mata takut kepada Allah, tetapi juga ingin dikasihi dan disayangi oleh Allah dan melalui resapan dari segenap gerakan dan ucapan yang dilakukan dalam ibadah tesebut diharapkan akan dapat membentuk pribadi-pribadi yang mulia.
Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, Maha Kuasa (Wahid, Qodir) di samping Maha Pengasih, Penyayang dan Pengampun (Rohman, Rohim dan Ghofur). Karena itu, Allah yang kita takut kepadaNya, bukan bererti kita harus menjauh daripadaNya, tetapi harus mendekat dan mendekat terus, dan pendekatan tersebut adalah dengan cara senantiasa beribadah kepadanya dengan menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepadaNya.
Manusia diciptan Allah terdiri dari jasmani dan rohani, dan merupakan pembawaan dasar pula dalam kehidupan manusia bahwa jasmaninya akan senantiasa kontak dengan batinnya.
Seperti dikemukakan terdahulu bahwa ibadah itu mengandung aspek latihan spiritual untuk mendapatkan kesucian jiwa dan mengandung aspek sebagai latihan moral. Dengan demikian ibadah itu selain berfungsi untuk berbakti kepada Allah, juga membawa efek kesucian lahir batin, menjadikan seseorang menjadi baik dan menjauhkannya dari segala bentuk kejahatan. Dengan penghayatan yang demikian diharapkan sitem nilai yang menyangkut keimanan, berpadu dengan sitem norma yang menyangkut syari’at yang di dalamnya termasuk ibadah.
Perlu disadari bahwa nilai-nilai iman yang dihayati dengan ibadah akan menebalkan iman. Dan norma-norma syari’at yang termasuk di dalamnya ibadah, jika dihayati dengan baik, akan membawa kesucian yang berpengaruh pada moral. Betapa pentingnya aspek spiritual dalam ibadah itu, yang disebut dengan kata khusyu’ atau dzikir, seperti diisyaratkan dalam ayat Al-Qur’an : قَدْأَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ.الَّذِينَ هُمْ ِفي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ. , artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalat mereka” (QS. Al-Mukminun 1-2).
Shalat yang khusyu’ adalah shalat yang disertai dengan kesadaran batin, patuh dan merendahkan diri dihadapan Allah Yang Maha Agung. Sedangkan dzikir berarti ingat, sadar, dan tidak lalai. Dengan menjalin hubungan kepada Allah melalui pelaksanaan ibadah yang diperintahkanNya akan tercapai hakikat kehidupan seorang muslim, sebab dengan ibadahnya kepada Allah akan menjadikan dirinya memiliki sifat-sifat terpuji dalam hidupnya, karena ia memiliki hati yang suci, jujur dalam kehidupan, amanah dalam menerima tanggung jawab, tabah dalam menghadapi cobaan, bersyukur dalam menerima sesuatu, tawadhu’ dalam bergaul, zuhud terhadap dunia, dan beragam sikap terpuji lainnya. Sikap mental yang seperti ini akan menjadikan seseorang mulia dihadapan Allah, terhormat dalam kehidupan masyarakatnya. Sebab, kepada Allah dia mengabdi dan kepada manusia dia berbakti.
Semoga kita mampu memadukan antara kebutuhan jasmaniah dan rohaniah dalam kehidupan ini, dengan demikian kita berharap akan mendapat keridhaan dari Allah SWT.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar