Jumat, 16 Desember 2011

TAUSIYAH UNTUK KITA HARI INI

HIDUP ADALAH UJIAN

Hidup bagi seorang muslim adalah ujian. Ujian itu tidak hanya sekedar untuk dilalui, tetapi akan dinilai oleh Allah SWT. Dengan ujian itu Allah akan mendapati siapa diantara hamba-hamba-Nya yang paling baik amalnya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk : 2)

Ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang muslim bisa berupa dua hal: ujian yang berbentuk musibah dan ujian dalam bentuk kenikmatan. Sering kali yang pertama disebut oleh manusia sebagai ujian yang buruk dan yang kedua disebut sebagai ujian yang baik. Namun, pada hakikatnya keduanya merupakan ujian dari Allah. Keduanya memiliki potensi yang sama. Jika lulus menghadapinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Bagi orang yang beriman, sebenarnya ada rumus umum untuk menghadapi ujian itu. Bahwa seorang yang lebih kokoh keimanannya akan mendapatkan ujian yang lebih berat. Dalam hal ini dapat dianalogikan bahwa ujian untuk murid SD tentu lebih mudah daripada ujian untuk murid SMP atau SMU. Kaidah itu berlaku dalam ujian hidup bagi seorang mukmin, semakin tinggi keimanan seseorang, akan semakin berat ujian yang dihadapinya.

Rasulullah SAW pernah menjawab pertanyaan Saad bin Abi Waqash mengenai tingkat ujian itu.
Aku (Sa'ad bin Abi Waqash) bertanya: "Ya Rasulullah! Siapakah yang paling berat Ujiannya?" Beliau menjawab, "Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisalny. Seseorang akan diuji sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan ...diuji sesuai kadar kekuatan agamanya." (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah).

Kita melihat betapa telah tercatat dalam sejarah bahwa ujian yang berat telah dialami oleh para Nabi dan Rasul. Demikian pula ujian yang telah dihadapi oleh salafus shalih dan para ulama'. Jika keimanan berbanding lurus dengan besarnya ujian, sesungguhnya besarnya pahala juga berbanding lurus dengan besarnya ujian. Semakin berat ujian seseorang semakin besar pula pahala yang diperolehnya manakala ia lulus dalam mengahadapinya. Dan ujian itu juga merupakan tanda cinta dari Allah buat hamba-hamba-Nya.

Rasulullah SAW bersabda, artinya:
Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Siapa yang membenci ujian itu, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Jangan menduga bahwa ujian itu hanyalah musibah. Sakit, kemiskinan, kesusahan, keterbatasan, penderitaan, kecelakaan, dan sejenisnya adalah ujian. Kekayaan, kesenangan, popularitas, jabatan, kepemimpinan, kekuasaan, dan sejenisnya juga merupakan ujian. Bahkan ujian tipe yang kedua ini sering kali lebih berat. Dalam arti, tidak banyak yang bisa menghadapinya dengan sikap yang benar untuk keluar sebagai pemenang dalam pandangan Allah.

Abdurrahman bin Auf pernah menggambarkan betapa beratnya ujian ini, dan betapa banyaknya orang yang tidak lulus menghadapinya:
Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasulullah SAW dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat, dan kami pun banyak yang tidak dapat bersabar”

Demikianlah sejarah memberikan gambaran kepada kita. Banyak orang yang ketika diuji dengan kemiskinan ia mampu menghadapinya dan justru kemiskinan itu semakin meningkatkan ibadahnya dan menambah kedekatannya kepada Allah. Namun, begitu kaya, ia lupa dengan ibadah-ibadah yang dulu dijalaninya.

Ada pula orang yang sebelumnya rajin ke masjid dan gemar berinfaq ketika menjadi orang biasa. Namun saat Allah memberinya jabatan, ia justru lupa kepada Allah dan menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang dulu mendukungnya.

Pendek kata, apapun yang menimpa kaum muslimin, baik yang ia sukai atau yang tidak ia sukai, sesungguhnya semua itu adalah ujian. Dalam menyikapi ujuan tersebut ada yang lulus ada yang tidak lulus. Dan kenikmatan, seringkali justru menjadi ujian yang lebih berat dibandingkan kesusahan.

Sebenarnya Allah telah memberikan petunjuk umum dalam menghadapi ujian, agar hamba-hamba-Nya bisa lulus ujian dan mendapatkan pahala serta meningkat derajatnya.

Ada dua hal yang harus dimiliki atau dilakukan dalam menghadapi ujian itu, baik ujian dalam bentuk kesusahan maupun ujian dalam bentuk kenikmatan. Dua hal itu adalah kesabaran dan ketaqwaan.

Allah SWT berfirman:
وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran : 186).

Bersabar dan bertaqwa. Itulah kunci sukses menghadapi ujian, tentu saja bentuk kesabaran ini akan berbeda saat ia berhadapan dengan ujian kesusahan dibandingkan saat menghadapi ujian kenikmatan. Bentuk kesabaran saat menghadapi ujian kesusahan adalah dengan mengedepankan sikap ridha pada Allah atas takdir-Nya, mengambil hikmah dari ujian itu, serta mengeluarkan segala ikhtiar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Sementara kesabaran dalam menghadapi kenikmatan, apakah itu berupa kekayaan, jabatan, ataupun hal lainnya adalah dengan berhati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang berlebihan, hal yang diharamkan, serta menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah dari Allah semata, lalu mempergunakannya di jalan Allah SWT.

Jika yang demikian bisa dilakukan, insya Allah akan didapati hasil akhir yang sangat memuaskan, bahwa kita akan lulus dalam ujuan Allah SWT.

Semoga kita mampu menyikapi segala ujian dalam kehidupan ini dengan sikap sabar dan taqwa, sehingga kita tercatat di sisi Allah sebagai orang-orang yang keluar sebagai pemenang, dan derajat kita semakin tinggi disisi Allah SWT.

امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ


Tidak ada komentar: