Rabu, 19 September 2012

Menuju Tanah Suci

Bekal Menuju Tanah Suci
Firman Allah:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ ﴿٩٦﴾ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ﴿٩٧﴾

Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam“.(Q.S. Al-Baqoroh:96-97).
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang berat dilakukan. Urutannya-pun diletakkan pada urutan terakhir dalam rukun Islam yang lima. Perintah tentang wajibnya juga dikaitkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan seperti firman Allah di atas. Mampu yang dimaksud, terkait dalam hal finansial, keamanan dan kondisi fisik. Karena, melaksanakan ibadah haji membutuhkan biaya yang tidak sedikit, fisik yang prima, serta perjalanan yang aman. Tiga hal di atas merupakan syarat yang utama dalam melaksanakan ibadah haji.
Disamping ketiga hal tersebut, ada hal lain yang mesti dimiliki oleh seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji. Yaitu, ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan yang berkenaan dengan manasik haji. Sebab, dengan ilmu pengetahuan seseorang yang menunaikan ibadah haji dapat mengetahui dan membedakan mana syarat, rukun dan wajib haji serta sunnat-sunnat haji. Bila pengetahuan tersebut dapat dipraktekkan dengan baik, tentu ibadah haji yang dilaksanakan dipandang sah, dan diharapkan memperoleh haji yang mabrur.
Perlu pula disadari, dalam melaksanakan ibadah haji tentu banyak kendala dan rintangan yang dapat memancing emosi bagi para jama’ah. Menyikapi hal tersebut jama’ah haji dituntut untuk dapat bersabar agar nilai ibadah hajinya tidak tercedrai. Untuk itu, jama’ah yang berangkat menunaikan haji perlu memiliki bekal taqwa, karena dengan bekal taqwa seseorang akan mampu meredam emosinya dan dapat menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang merusak ibadah hajinya. Untuk itu, jama’ah haji perlu meresapi firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 197 :

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾

Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal “.
Semoga jama’ah yang akan berangkat menunaikan ibadah haji memiliki bekal yang baik, dan semoga mendapatkan haji yang mabrur.
امـِـيْــنَ يَـا رَبَّ الـْعـَالـَمِـيْـنَ

Tidak ada komentar: