Minggu, 27 Maret 2011

Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur'an

SENI BACA AL-QUR’AN

( Refleksi: Dalam Kaitan Gebyar MTQ Di S. Utara Tahun 2011 )
Drs. Khairul Akmal Rangkuti
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’: 9:
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً
Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar“.
Membaca Al-Qur’an dengan suara yang indah tentu dambaan setiap muslim. Namun, keindahan itu tentu tidak akan sempurna (atau bahkan berdosa) apabila membaca Al-Qur’an tidak sesuai dengan kaidah bacaannya (ilmu tajwid). Lagu (Nagham) sebagai salah satu komponen penghias Tilawah Al-Quran pun demikian, harus tetap menjaga bacaan sesuai dengan ilmu membaca Al-Qur’an ( dalam hal ini adalah ilmu Tajwid ). Dalam ilmu Tajwid sudah diatur bagaimana menyebut masing-masing huruf yang ada, hukum panjang dan pendek, bacaan yang harus berdengung, hukum izhar, idgham, iqlab, ikhfa’,  dan hukum-hukum lainnya. Dalam membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan jahr (suara keras), sirr (lirih), atau di baca dalam hati.
Dalam Al-Qur’an disebutkan, membacanya haruslah dengan tartil, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Muzzammil ayat 4: ……. وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً (Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan  ).
Pengertian membaca dengan perlahan-lahan dapat dipahami dengan cara mujawwad dan tartil. Dalam hal ini setidak-tidaknya mencakup enam unsur, yakni : bagus bacaannya, bagus tajwidnya, bagus suaranya, bagus lagu dan variasinya, bagus pengaturan nafasnya, serta bagus mimik wajahnya (sesuai dengan makna ayat yang dibaca).
Lalu, makna tartil itu sendiri apa?. Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhah menjelaskan sebagai berikut : Attartiilu huwa tajwiidul huruf wa ma’rifatul wuquf, “ Tartil adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti tentang tempat berhentinya bacaan”. Ada poin penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian yang disampaikan oleh Sayyidina ‘Ali RA tersebut, “membaguskan huruf”. Keindahan bacaan huruf Al-Qur’an hendaknya dijaga, bila tidak, kemungkinan besar akan merusak makna ayat yang dibaca. Tersirat juga dalam “membaguskan huruf” ini hendaknya kita menjaga agar tidak merusak makna Al-Qur’an, karena apa yang kita baca didengar oleh Allah dan orang-orang mukmin di sekitar kita. Dari sini akhirnya muncul unsur suara. Tidak heran kalau Rasulullah bersabda, artinya :
“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu karena suara yang merdu menambah keindahan Al-Qur’an” (HR Ad Darimi).
Dari Al Barra’ bin ‘Azib RA, ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW :Artinya :”Hiasilah Al Quran dengan suaramu” (HR Abu Dawud, An Nasa’i dan lain-lainnya).
Disini Jelaslah bahwa Al-Qur’an dan Hadist sangat menganjurkan agar Al-Qur’an dibaca dengan bacaan yang bagus, bahkan dengan suara yang merdu karena dengan begitu akan menambah nilai keindahan Al-Qur’an. Suara yang bagus sudah tentu tidak lepas dengan irama yang indah. Nabi Muhammad Bersabda, Artinya : “Bukanlah termasuk golonganku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an. “Bacalah Al Quran dengan luhun (lagu) dan bentuk suara Arab” (HR Imam Malik dala kitabnya Al Muwatttha’ dan Imam Nasa’i dalam sunannya, dari Abu Hudzaifah).
Hal ini diperkuat dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 204 :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
Dapat kita rasakan, betapa kita tidak akan merasa nyaman apabila Al-Qur’an yang dibaca oleh seseorang tidak memenuhi ketentuan bacaan yang benar, lebih-lebih bagi pendengar yang sudah mengetahui hukum bacaan Al-Qur’an.
Orang yang beriman sangat gemar mendengarkan bacaan Al Quran, terpanggil jiwanya untuk memahaminya, dan mengkaji isi Al-Qur’an. Hatinya luluh akan keindahan ayat-ayat Al-Qur’an. Hati yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Umar Ibnu Khattab RA saat beliau mendengarkan bacaan Al-Qur’ an yang dikumandangkan oleh adik kandungnya Fatimah.
Allah SWT dalam firmannya menggambarkan tentang sikap orang yang beriman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ  الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ  أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni`mat) yang mulia. ( Q.S. Al-Anfal: 2-4 ).
Dalam riwayat, banyak sekali diceritakan betapa besar pengaruh bacaan Al-Qur‘an pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir. Tidak jarang hati orang-orang kafir yang pada awalnya keras dan marah kepada Nabi Muhammad SAW. akhrnya berbalik menjadi lunak dan bersedia mengikuti ajaran Al-Qur’an.
Imam Al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah Tajwid. Selanjutnya, Imam ibnu Jazari juga menegaskan bahwa bacaan Al-Qur’an yang dapat memukau pendengarnya dan dapat melunakkan hati adalah bacaan Al-Qur’an yang baik, bertajwid, dan berirama merdu. Tetapi, meski gaya lagunya merdu namun tidak memperhatikan Ahkamul huruf, Makharijul huruf, dan Shifatul hurufnya hokum-hukum lainnya, maka hukumnya haram.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Imam Baihaqi dinyatakan :
“Bacalah Al Quran dengan lahan Arab (cara membaca yang baik dari pada orang Arab) dan cara-cara mereka dalam menyuarakannya. Jauhilah gaya lagu golongan fasiq dan hati-hatilah dari gaya lagu ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Sesungguhnya nanti akan datang beberapa kaum yang mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an hanya karena lagu seperti yang telah dilakukan para rahib (pendeta Yahudi dan Nasrani), seolah-olah mereka bukan membaca Al Quran, apa yang mereka baca tidak membekas pada diri mereka, pengagum-pengagum hanya diselimuti fitnah belaka”.
Penutup Dan Himbauan.
Gebyar MTQ yang dilaksanakan setiap tahunnya ( khususnya di Sumatera Utara ), diharapkan mampu menanamkan semangat kepada ummat islam untuk lebih mencintai Al-Qur’an dan sekaligus berupaya untuk mendalami dan mempelajarinya, baik belajar untuk memperbaiki bacaan maupun belajar untuk mengetahui isi kandungannya.
MTQ yang sudah dilembagakan menjadi tugas Nasional di Republik Indonesia ini, diharapkan tidak semata-mata menjadi tugas rutin belaka, tetapi hendaknya mampu memberikan motivasi bagi segenap masyarakat untuk berupaya menimba ilmu pengetahuan yang ada di dalam Al-Qur’an. Untuk itu, sasarannya tidak hanya tertuju kepada generasi muda islam. Tetapi, juga kepada orang-orang tua, termasuk pejabat setempat sesuai dengan tingkatan dilaksanakannya MTQ tersebut.
Ada tanda tanya besar dibenak penuulis: Apakah pimpinan di suatu Daerah dengan segenap jajarannya yang diwilayahnya dilaksanakan MTQ  sudah memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an ? atau kalau sudah bisa membaca Al-Qur’an, sudah benarkah bacaan mereka ?. Jangan sampai para pejabat seperti papatah yang mengatakan tentang Falsapah Lilin: Dia mampu menerangi sekitarnya, namun dirinya sendiri mengalami kegelapan. Ironi dan sangat menyedihkan.
Untuk itu pelaksanaan MTQ hendaknya tidak hanya sekedar rutinitas ritual belaka, tetapi jadikan MTQ sebagai momentum untuk lebih giat mendalami dan mempelajari Al-Qur’an.
Himbauan……………..!
Mari terus belajar dan mendalami ilmu-ilmu Al-Qur’an agar Al-Qur’an benar-benar menjadi petunjuk yang menyinari kehidupan kita.
Ingatlah…………..! Orang bijak mengatakan : Seorang muslim yang tidak pandai membaca Al-Qur’an tidak ubahnya seperti orang yang punya perahu tapi patah dayungnya.
( Bila anda berkenan dengat tulisan ini, silakan sampaikan pada teman-teman yang lain, semoga bermanfaat ).

Tidak ada komentar: